احكام
زكاة الفطر فى مذهب الشافعى
Hukum-Hukum Zakat Fitrah Dalam Madzhab
Syafi’i
Penyerahan Zakat Fitrah
Zakat di golongkan sebagai praktek
ibadah yang wajib di lakukan dengan segera (‘ala al-faur), hal tersebut
di tandai dengan memungkinkannya mengeluarkan zakat (tamakun) yakni
dengan wujudnya harta yang dizakati dan hadirnya orang-orang yang berhak
menerima zakat. Kewajiban yang di tanggung oleh seorang muslim dalam
mengeluarkan zakat segera (‘ala al-faur) maka berkonsekwensi terhadap
hukum keharaman untuk mengakhirkan pengeluaran zakat fitrah. Penundaan atau
mengakhirkan zakat setelah memungkinkan untuk diserahkan (tamakun), maka ia berdosa dan mewajibkan mnggantinya (dhoman)
jika terjadi kerusakan pada harta yang di zakati. Namun apabila ada udzur dalam
penundaan tersebut semisal menanti kerabat,tetangga, orang yang lebih
membutuhkan dan sebagainya, maka ia tidak berdosa tetapi wajib menggantinya (dhoman).[1]
Dalam menyerahkan zakat ada 2 syarat
yang harus di ketahui :
1) Niat di
dalam hati, lebih utama lagi disertai dengan ucapan.
Berkaitan
dengan niat dalam zakat maka tanpa menyebutkan kata fardhu sudah sah,
karena zakat yang di keluarkan itu sudah pasti fardhu hukumnya, berbeda
dengan ibadah shalat. Namun yang paling utama adalah menyebutkan kata fardhu.[2]
Penyerahan zakat boleh di lakukan
oleh sendiri ,melalui wakil atau di serahkan kepada Imam (amil).
Penyerahan zakat kepada Imam (amil) itu lebih baik dari pada di serahkan
kepada wakil, jika Imam (amil) terjadi penyelewengan dalam pengurusan
atau pengelolaan zakat, maka lebih baik di serahkan sendiri atau lewat wakil.
Sedangkan penyerahan zakat yang di lakukan sendiri itu lebih baik dari pada
lewat wakil.
Zakat yang diserahkan melalui
wakil,menurut pendapat yang ashah niat dari yang mewakilkan sudah
mencukupi, namun yang lebih utama wakilpun juga niat ketika menyerahkan zakat
tersebut, kecuali jika penyerahan zakat dan niatnya di wakilkan kepada wakil maka sudah cukup dengan niatnya
wakil saja. Adapun zakat yang diserahkan melalui Imam (amil) maka
niatnya cukup dilakukan disaat penyerahan kepada Imam (amil), sekalipun
amil tidak niat saat menyerahkan zakat kepada yang berhak menerima.[3]
An-Nawawi dalam kitab al-Majmu’
menjelaskan bahwa praktek kewajiban ibadah yang berhubungan dengan Allah (haqqullah)
itu pada hakikatnya tidak boleh di wakilkan kecuali dalam pembayaran zakat,
pelaksanaan ibadah haji dan penyembelihan qurban. Berkaitan dengan pembayaran
atau penyerahan zakat kepada yang berhak menerima, maka bagi yang berzakat (muzaki)
boleh melakukannya sendiri atau di salurkan melalui wakil (Imam / amil). Di
perbolehkannya mewakilkan zakat tersebut karena zakat merupakan ibadah yang
menyerupai dengan pembayaran hutang untuk di bayarkan kepada yang berhak
sebagai penunjang kebutuhannya.[4]
Selanjutnya, berkaitan dengan
kewajiban mengeluaran zakat fitrah yang memungkinkan dilakukan oleh orang lain baik
itu di lakukan oleh orang yang menjadi tanggungjawab nafaqah, atau wakil yang
sudah mendapat izin dari yang berzakat, maka dalam niat zakatnya ada beberapa
macam, berikut ini contohnya :
a) Zakat fitrah
untuk diri sendiri : niat dilakukan oleh pelaku dari zakat tersebut.
نَوَيْتُ
أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ نَفْسِىْ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
Artinya:
Saya niat mengeluarkan zakat fitrah
atas diri saya sendiri, fardhu karena Allah Ta’ala.
b)
Zakat untuk orang yang menjadi
tanggungjawab nafaqahnya : niat dilakukan oleh pelaku tanpa harus mendapatkan
izin dari orang yang dizakati (tanggungjawab nafaqah) semisal seorang suami
yang mengeluarkan zakat atas nama istri, anaknya dan lain-lain. Dalam hal ini pelaku zakat di perbolehkan memberikan makanan
yang akan dizakati agar melakukan niat sendiri.
-
Niat zakat fitrah untuk anak laki-laki atau perempuan
نوَيْتُ أَنْ
أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ وَلَدِيْ… / بِنْتِيْ… فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
Artinya:
Saya niat mengeluarkan zakat fitrah
atas anak laki-laki saya (sebut namanya) / anak perempuan saya (sebut namanya),
fardhu karena Allah Ta’ala.
-
Niat zakat fitrah untuk istri
نَوَيْتُ
أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ زَوْجَتِيْ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
Artinya:
Saya niat mengeluarkan zakat fitrah
atas istri saya, fardhu karena Allah Ta’ala.
-
Niat zakat fitrah untuk
diri sendiri dan untuk semua orang yang menjadi tanggungjawab nafaqahnya
نَوَيْتُ
أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنِّىْ وَعَنْ جَمِيْعِ مَا يَلْزَمُنِىْ
نَفَقَاتُهُمْ شَرْعًا فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
Artinya:
Saya niat mengeluarkan zakat atas
diri saya dan atas semua yang saya diwajibkan memberi nafaqah pada mereka
secara syari’at, fardhu karena Allah Ta’ala.
-
Niat zakat fitrah untuk orang yang ia wakili
نَوَيْتُ
أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ (…..) فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
Artinya:
Saya niat mengeluarkan zakat fitrah
atas…. (sebut nama orangnya), Fardhu karena Allah Ta’ala.
2)
Memberikan kepada yang berhak
menerima zakat (mustahiqquzzakat).
Dalam madzhab Syafi’i ,zakat
haruslah di berikan kepada semua orang yang berhak menerima zakat secara
merata, hal itu apabila memang jumlah
orang yang berhak menerima terbatas dan harta zakatnya mencukupi. Apabila tidak
demikian maka di perbolehkan memberikan atau menyerahkan kepada minimal tiga
orang dari setiap golongan yang berhak menerima zakat, jika dari setiap
golongan tidak ada ,maka di berikan kepada golongan yang ada.
Menurut Ibn Hajar, sebagaimana di
kutip Abu Bakar Syatha : bahwa menurut Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal dan Imam
Malik, di perbolehkan menyerahkan zakat kepada satu golongan saja. Demikian inilah
yang juga telah di fatwahkan oleh Imam Ibn Ujail, dan juga telah di fatwahkan
oleh sebagian ulama Syafi’iyyah. Pendapat ini boleh di ikuti, karena pada masa
sekarang akan kesulitan untuk meratakan keseluruh golongan yang berhak menerima
zakat. Demikian juga dalam hal taqlid kepada mereka dalam hal di perbolehkannya
memindah zakat atau naqluzzakat.[5]
-
Do’a saat menerima zakat.
أجَرَكَ
اللهُ فِيْمَا أَعْطَيْتَ, , وَاجْعَلْهُ لَكَ طَهُوْرًا وَبَارَكَ لَكَ فِيْمَا أَبْقَيْتَ
Artinya
:
Mudah-mudahan
Allah memberi pahala atas apa yang engkau berikan, dan Menjadikannya
sebagai pembersih bagimu, dan memberikan berkah atas apa yang masih ada di tanganmu.
-
Do’a sesudah memberikan zakat:
ربنا تقبل منا انك انت السميع العليم
Artinya :
Ya Tuhan kami,
terimalah amal kami sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Nawawi, Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syaraf, al-Majmu’ Syarah
al-Muhaddzab,Beirut:Dar al-Fikr,1997.
Al-Qalyubi, Syihabuddin, Qalyubi wa ‘Amirah, Semarang: Maktabah
Toha Putera,[tth]
Syatha,
Abu Bakar, I’anah
at-Thalibin, Beirut: Dar al-Fikr,1993.
[1]
Syihabuddin al-Qalyubi, Qalyubi
wa ‘Amirah, (Semarang: Maktabah Toha Putera,tth),juz ii,hlm.46. lihat Abu
Bakar Syatha, I’anah at-Thalibin,
(Beirut: Dar al-Fikr,1993),juz
ii,hlm.299-200.
[2] Ibid,hlm.204.
[3]Syihabuddin al-Qalyubi, op.cit.,hlm
.41-42.Lihat juga, Abu Bakar Syatha,op.cit.,hlm.204-207.
[4] Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin
Syaraf al-Nawawi, al-Majmu’ Syarah al-Muhaddzab,(Beirut: Dar
al-Fikr,1997),juz vi,hlm.165 dan hlm.179.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan