احكام
زكاة الفطر فى مذهب الشافعى
Hukum-Hukum Zakat Fitrah Dalam Madzhab
Syafi’i
Golongan Yang Berhak Menerima Zakat
Golongan
yang berhak menerima zakat ada 8
sebagaimana yang telah ditentukan oleh Allah SWT di dalam Al-Qur’an.
اِنَّمَاالصَّدَقَتُ
لِلْفُقَرَآءِوَالْمَسَكِيْنِ وَالْعَمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ
قُلُوْبُهُمْ وَفىِ الرِقَابِ وَالْغَرِمِيْنَ وَفىِ سَبِيْلِ اللهِ وَابْنِ
السَّبِيْلِ فَرِيْضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
Artinya :
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil zakat, para mu’allaf, yang dilunakan
hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan) hamba
sahaya, (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang
yang sedang dalam perjalanan, sebagai ketetapan kewajiban dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui ,Maha Bijaksana. (QS.
At-Taubah : 60).[1]
1)
Fuqara’ (faqir) adalah orang yang
tidak memiliki harta benda atau
pekerjaan sama sekali atau mempunyai pekerjaan namun tidak bisa
mencukupi kebutuhan hidupnya.
2)
Masakin (miskin) adalah orang yang
memiliki harta benda atau pekerjaan namun tiduk bisa mencukupi hidupnya.
3) Amilin
(amil) adalah orang-orang yang diangkat (di pekerjakan) oleh Imam atau
pemerintah untuk menarik zakat dan menyerahkannya kepada orang yang berhak
menerimanya, dan tidak mendapat bayaran dari baitul mal atau Negara.
Orang-orang yang termasuk amil zakat di antaranya adalah bagian pendataan zakat, penarik zakat,
pembagi zakat dan yang lainnya.[2]
4)
Mu’allaf, golongan ini terbagi
menjadi 4 macam ,yakni :
-
Orang yang baru masuk Islam dan
niatnya masih lemah
-
Orang yang baru masuk Islam dan
niatnya sudah kuat, disamping itu ia
memiliki pengaruh di kalangan kaumnya, sehingga dengan memberikan zakat
kepadanya dapat di harapkan masuk islamnya orang-orang dari kaum tersebut.
-
Orang yang membela kaum (muslimin)
dari kejahatan orang-orang kafir.
-
Orang yang membela kaum (muslimin)
dari keburukan orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat.
5) Riqab (budak Mukatab) adalah budak yang di
janjikan meredeka oleh tuannya setelah melunasi sejumlah tebusan yang sudah
disepakati bersama dan juga di bayar secara berangsur.
6) Gharimin, golongan ini terbagi menjadi 3
macam yakni:
-
Orang yang
memiliki tanggungan hutang untuk mendamaikan pihak yang bertikai.
-
Orang yang
berhutang untuk keperluan dirinya sendiri atau untuk keluarganya dengan tujuan
di gunakan pada perkara yang mubah. Apabila berhutang untuk tujuan maksiat maka
hukumnya tafsil :
a.
Jika di
tasharufkan pada maksiat dan tidak taubat ,maka tidak berhak menerima zakat.
b.
Jika ternyata di
tasharufkan pada maksiat namun telah taubat
dan di duga kesungguhan taubatnya oleh orang yang zakat, maka berhak
menerima zakat.
c.
Jika ternyata di
tasharufkan pada perkara yang mubah ,maka berhak menerima zakat.
7) Sabilillah, adalah orang yang berperang di
jalan Allah dan tidak mendapatkan gaji. Mereka mendapatkan bagian zakat sesuai
dengan kebutuhan dirinya dan keluarganya selama berangkat, pulang dan mukim, sekalipun
dia termasu korang kaya. Apabila tidak jadi berperang maka dia harus
mengembalikanzakat yang telah dia terima, demikian pula harus mengembalikan
kelebihannya setelah berperang.
8) Ibnu Sabil, adalah orang yang memulai
bepergian dari daerah tempat zakat (baladuzzakat) atau melewati daerah
tempat zakat. Disyaratkan bepergiannya bukanlah maksiat, atau tujuan tidak di
benarkan dalam agama.[4]
Golongan
Yang Tidak Berhak Menerima Zakat
. Golongan orang yang tidak berhak
menerima zakat ada lima ,yakni :
1) Orang
kaya.yaitu orang yang memiliki harta benda atau pekerjaan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.
2) Budak atau hamba sahaya selain (budak
mukatab).
3) Keturunan
dari bani Hasyim dan bani Muthalib.
4) Orang kafir.
5) Orang yang menjadi
tanggungan nafaqahnya. Artinya tidak boleh memberikan zakat kepadanya atas nama
fakir miskin. Namun apabila sebagai
orang yang berperang membela agama Allah “Ghuzat” atau orang yang
berhutang “Gharim” maka di perbolehkan.[5]
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Baijuri, Ibrahim, Hasyiyah al-Bajuri
‘ala Ibni Qasim al-Ghazi, Baerut: Dar al-Fikr, 1994.
Al-Hadhrami, Sa’id bin Muhammad
Ba’asyan, Busyra al-Karim, Indonesia: Dar al-Kutub al-Arabiyah,[tth].
RI,Departemen Agama, Al-Qur’an
dan Terjemahannya, Juz 1-30, Surabaya:Danakarya,2004.
Syatha,
Abu Bakar, I’anah
at-Thalibin, Beirut: Dar al-Fikr,1993.
[1]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an
dan Terjemahannya, Juz 1-30, (Surabaya:Danakarya,2004).
[2]
Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah
al-Bajuri ‘ala Ibni Qasim al-Ghazi, (Baerut: Dar al-Fikr, 1994),hlm.420-421,
lihat juga Sa’id bin Muhammad Ba’asyan al-Hadhrami, Busyra al-Karim,(Indonesia
:Dar al-Kutub al-Arabiyah,tth),juz ii,hlm.58-59.
[3]Abu Bakar Syatha, I’anah at-Thalibin,
(Beirut: Dar al-Fikr,1993),juz
ii.,hlm.215-216. Iihat juga, Ibrahim
al-Baijuri,op.cit.,hlm.421-422.
[4]
Abu Bakar Syatha,op.cit.,hlm.219,
lihat juga, Ibrahim al-Baijuri,op.cit.,hlm.423.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan