Rabu, 6 November 2013

Guru dan Kurikulum



GURU DAN KURIKULUM

A.           PENDAHULUAN
Guru merupakan titik sentral ,yaitu sebagai ujung tombak di lapangan dalam pengembangan kurikulum. Keberhasilan belajar mengajar antara lain di tentukan oleh kemampuan profesional dan pribadi guru. Dikarenakan pengembangan kurikulum bertitik tolak dari dalam kelas, guru hendaknya mengusahakan gagasan kreatif dan melakukan uji coba kurikulum di kelasnya. Ini merupakan suatu fase penting dalam upaya pengembangan kurikulum, di samping sebagai unsur penunjang administrasi secara keseluruhan.[1]
Guru memegang peran sangat penting baik di dalam perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum. Sekalipun ia tidak mencetuskan sendiri konsep-konsep tentang kurikulum, guru merupakan penerjemah kurikulum. Dialah yang mengolah, meramu kembali kurikulum dari pusat untuk disajikan dikelasnya. Karena guru juga merupakan barisan pengembang kurikulum yang terdepan ,maka guru pulalah yang selalu melakukan evaluasi dan penyempurnaan terhadap kurikulum.[2] Salah satu indikator keberhasilan guru di dalam pelaksanaan tugas, adalah dapatnya guru itu menjabarkan, memperluas, menciptakan relevansi kurikulum dengan kebutuhan peserta didik dan perkembangan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.[3]
Dalam makalah ini, penulis mencoba untuk membahas  mengenai beberapa hal terkait dengan peranan sentral guru, yakni : peran guru dalam pengembangan kurikulum seta guru dan implementasi kurikulum.

B.            PEMBAHASAN
1.             Peran Guru dalam Pengembangan Kurikulum
Peran Sentral Guru
Semua orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini muncul karena manusia adalah makhluk lemah, yang dalam perkembangannya senantiasa membutuhkan orang lain, sejak lahir, bahkan pada saat meninggal.[4]
Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana kurikulum yang luas dan spesifik.[5] Adalah wajar jika guru menempati peran yang cukup penting dalam pengembangan kurikulum, karena seorang guru, dialah orang yang paling mengerti dan mengetahui situasi dan kondisi hasil belajar peserta didiknya, serta bertanggung jawab penuh didalamnya. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru berpangkal pada suatu kurikulum, dan dalam proses pembelajaran guru juga berorientasi pada tujuan kurikulum. Pada sisi lain ,guru adalah pembelajar siswa yang secara kreatif membelajarkan siswa sesuai dengan kurikulum sekolah.[6]
Yang memegang peranan dalam proses perbaikan kurikulum ialah guru ,oleh sebab dialah yang paling bertanggung jawab atas mutu pendidikan anak didiknya.[7] Pada saat ini guru belum menganggap dirinya seorang yang boleh bicara, bahkan yang mempunyai keahlian dalam bidang studinya. Ia menganggap dirinya hanya sebagai pelaksana, ibarat tukang yang harus melaksanakan pekerjaan menurut instruksi. Jadi ia hanya terlibat dalam praktik, tanpa memikirkan dan merenungkan apa yang di lakukannya.[8]
Kunci Keberhasilan Pengembangan
Sebagai kunci utama keberhasilan pengembangan kurikulum, guru memegang banyak peranan yang sangat penting dan krusial.
a.         Pengelolaan administratif
Pengelolaan administratif adalah pengelolaan secara tercatat, teratur dan tertib, sebagai penunjang jalannya pendidikan yang lancar. Ruang lingkupnya antara lain mencakup administrasi kurikulum,administrasi siswa, administrasi personal, administrasi material dan administrasi keuangan.
b.        Pengelolaan konseling dan pengembangan kurikulum
Pengelolaan layanan bimbingan konseling dan pengembangan kurikulum merupakan hal yang mendesak dan diperlukan untuk menunjang pencapaian tujuan pendidikan. Akan tetapi, untuk itu di perlukan keahlian pemahaman prinsip dan penguasaan ketrampilan teknis.[9]
Ada beberapa alasan mengenai pentingnya layanan bimbingan dan konseling.
Pertama, perbedaan antar-individu. Setiap siswa mempunyai perbedaan antara satu dan lainnya, di samping persamaannya. Perbedaan menyangkut kapasitas intelektual,ketrampilan (skiils), motivasi, persepsi, sikap, kemapuan ,minat ,dll.
Kedua, siswa menghadapi masalah-masalah dalam pendidikan . masalah-masalah tersebut bisa masalah pribadi ,hubungan dengan orang lain (guru,teman),masalah kesulitan belajar ,dll. Dalam penyelesaiannya ,seringkali tidak bisa dilakukan sendiri, melainkan memerlukan bantuan orang lain untuk berdialog.
Ketiga, masalah belajar. Siswa datang ke sekolah dengan harapan agar kita mengikuti pendidikan dengan baik. Tetapi tidak selamanya demikian. Ada berbagai masalah yang mereka hadapi, bersumber dari stress karena tugas-tugas, ketidakmampuan mengerjakan tugas, keinginan untuk bekerja sebaik-baiknya tetapi tidak mampu, ingat kepada keluarga (homesick), persaingan dengan teman, kemampuan dasar intelektual yang kurang, motivasi belajar yang lemah,dll.[10]
Di Indonesia pelaksanaan bimbingan konseling diserahkan kepada petugas yang telah memenuhi persyaratan tertentu. Berdasarkan hasil survei di beberapa negara Eropa, kegiatan guru sehari-hari di lembaga pendidikan tempat ia bertugas adalah :
-          Melakukan pengelolaan administratif
-          Mempersiapkan bahan ajar
-          Memberikan layanan konseling dan informasi
-          Pertemuan dengan rekan sejawat; dan
-          Meneliti dan mengembangkan materi pelajaran.[11]
Berdasarkan intentitas masalah yang dihadapi oleh siswa, maka dapat disimpulkan bahwa: a) bimbingan diberikan kepada semua siswa untuk masalah-masalah yang sifatnya umum dan relatif ringan; b) konseling diberikan kepada siswa yang memerlukan bantuan secara khusus melalui konsultasi pribadi.[12]
c.         Guru sebagai tenaga profesi kependidikan
Jabatan guru adalah suatu profesi kependidikan yang mengisyaratkan dikuasainya kemampuan profesional yang memadai. Guru tidak hanya berperan sebagai guru di dalam kelas, ia juga seorang kumonikator, pendorong kegiatan belajar,pengembang alat-alat belajar, penyusun organisasi , manajer sistem pengajaran, dan pembimbing baik di sekolah maupun di masyarakat.[13] Bertitik tolak dari hal tersebut, maka guru sangat perlu meningkatkan peranan dan kemampuan profesionalnya. Tanpa adanya kecakapan yang maksimal yang dimiliki oleh guru maka kiranya sulit bagi guru tersebut mengemban dan melaksanakan tanggung jawabnya dengan cara yang sebaik-baiknya. Peningkatan kemampuan itu meliputi kemampuan untuk melaksanakan tanggungjawab dalam melaksanakan tugas-tugas di dalam sekolah dan kemampuan yang di perlukan untuk merealisasikan tanggung jawabnya dui luar sekolah.[14]
d.             Berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum
Guru diharapkan berperan aktif dalam kepanitiaan atau tim pengembang kurikulum, bersama dengan guru lainnya dan orang tua. Mereka dilibatkan dalam perumusan kebijakan operasional serta perencanaan dan pelaksanaan administrasi pengembangan kurikulum. Oleh karena itu guru memegang peranan penting ,baik dalam perencanaan , pelaksanaan, dan pengembangan kurikulum bagi kelasnya.[15]
Dalam kaitan ini, Murray Printr mencatat peran guru dalam level ini adalah sebagai berikut :
Pertama, sebagai implementers, guru berperan untuk mengaplikasikan kurikulum yang sudah ada. Dalam melaksanakan perannya guru hanya menerima berbagai kebijakan perumus kurikulum.dalam pengembangan kurikulum guru dianggap sebagai tenaga teknis yang hanya bertanggung jawab dalam mengimplementasikan berbagai ketentuan yang ada. Akibatnya kurikulum bersifat seragam antar daerah yang satu dengan daerah yang lain. Oleh karena itu guru hanya sekadar pelaksana kurikulum, maka tingkat kreatifitas dan inovasi guru dalam merekayasa pembelajaran sangat lemah. Guru tidak terpacu untuk melakukan berbagai pembaruan. Mengajar dianggapnya bukan sebagai pekerjaan profesional, tetapi sebagai tugas rutin atau tugas keseharian.
Kedua, peran guru sebagai adapters, lebih dari hanya sebagai pelaksana kurikulum, akan tetapi juga sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik dan kebutuhan siswa dan kebutuhan daerah. Guru diberi kewenangan untuk menyesuaikan kurikulum yang sudah ada dengan karakteristik sekolah dan kebutuhan lokal. Hal ini sangat tepat dengan kebijakan KTSP dimana para perancang kurikulum hanya menentukan standar isi sebagai standar minimal yang harus dicapai, bagaimana implementasinya, kapan waktu pelaksanaannya, dan hal-hal teknis lainnya seluruhnya ditentukan oleh guru. Dengan demikian, peran guru sebagai adapters lebih luas dibandingkan dengan peran guru sebagai implementers.
Ketiga, peran sebagai pengembang kurikulum, guru memiliki kewenangan dalam mendesain sebuah kurikulum. Guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi pelajaran yang disampaikan, akan tetapi juga dapat menentukan strategi apa yang harus dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya. Sebagai pengembang kurikulum sepenuhnya guru dapat menyusun kurikulum sesuai dengan karakteristik, visi dan misi sekolah, serta sesuai dengan pengalaman belajar yang dibutuhkan siswa.
Keempat, adalah peran guru sebagai peneliti kurikulum (curriculum researcher). Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas profesional guru yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam melaksanakan perannya sebagai peneliti, guru memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai komponen kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum, menguji efektifitas program, menguji strategi dan model pembelajaran dan lain sebagainya termasuk mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai target kurikulum.[16]
Sesungguhnya guru merupakan seorang key person yang paling mengetahui tentang kebutuhan kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Karena itu sewajarnya apabila dia turut aktif dalam pembinaan kurikulum di sekolahnya. Untuk mengubah kurikulum itu tentu tak mungkin, akan tetapi dalam rangka membuat atau memperbaiki proyek-proyek pelaksanaan kurikulum, yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawabnya tentu sangat diperlukan. Paling tidak dia berkewajiban memberi saran-saran yang berguna demi penyempurnaan kurikulum kepada pihak yang berwenang.[17]
Dilihat dari segi pengelolaannya, pengembangan kurikulum dapat dibedakan antara yang bersifat sentralisasi, desentralisasi dan sentral desentral:
1)        Pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi
Dalam kurikulum yang bersifat sentralisasi, guru tidak mempunyai peranan dan evaluasi kurikulum yang bersifat makro, mereka lebih berperan dalam kurikulum mikro. Kurikulum  makro disusun oleh tim khusus yang terdiri atas para ahli. Penyusunan kurikulum mikro dijabarkan dari kurikulum makro. Guru menyusun kurikulum dalam bidangnya untuk jangka waktu satu tahun, satu semester, beberapa minggu, atau beberapa hari saja.
2)             Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi
Kurikulum desentralisasi disusun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu dalam suatu wilayah atau daerah. Kurikulum ini diperuntukan bagi suatu sekolah ataupun lingkungan wilayah tertentu. Pengembangan kurikulum semacam ini didasarkan oleh atas karakteristik, kebutuhan, perkembangan daerah serta kemampuan sekolah-sekolah tersebut. Dengan demikian, isi daripada kurikulum sangat beragam, tiap sekolah atau wilayah mempunyai kurikulum sendiri tetapi kurikulum ini cukup realistis.
3)        Pengembangan kurikulum yang bersifat sentral- desentral
Dalam kurikulum yang dikelola secara sentralisasi-desentralisasi mempunyai batas-batas tertentu juga, peranan guru dalam dalam pengembangan kurikulum lebih besar dibandingkan dengan yang dikelola secara sentralisasi. Guru-guru turut berpartisipasi, bukan hanya dalam penjabaran kurikulum induk ke dalam program tahunan/ semester/ atau rencana pembelajaran, tetapi juga di dalam menyusun kurikulum yang menyeluruh untuk sekolahnya. Guru-guru turut memberi andil dalam merumuskan dalam setiap komponen dan unsur dari kurikulum. Dalam kegiatan yang seperti itu, mereka mempunyai perasaan turut memilki kurikulum dan terdorong untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan dirinya dalam pengembangan kurikulum. Karena guru-guru sejak awal penyusunan kurikulum telah di ikutsertakan, mereka memahami dan benar-benar menguasai kurikulumnya, dengan demikian pelaksanaan kurikulum di dalam kelas akan lebih tepat dan lancar. Guru bukan hanya berperan sebagi pengguna, tetapi perencana, pemikir, penyusun, pengembang dan juga pelaksana dan evaluator kurikulum.[18]
e.               Meningkatkan keberhasilan sistem intruksional
Keberhasilan mengajar bergantung pada tiga faktor, yaitu kepribadian, pengetahuan, dan keahlian guru. Kepribadian guru di tandai dengan sikap antusias, dan kecintaan terhadap siswa. Setiap guru mempunyai kepribadian yang berbeda satu dengan yang lainnya, maka penampilan mereka di kelas pun berbeda. Guru juga harus mempunyai pengetahuan yang luas dan mendalam tentang semua hal yang berkenaan dengan sistem intruksional. Sebagai pelaksanaan kurikulum, guru pula yang menciptakan kegiatan belajar mengajar bagi murid-muridnya. Dengan keahlian, ketrampilan, dan kemampuan seninya dalam mengajar, guru mampu menciptakan situasi belajar yang aktif dan mampu mendorong kreativitas anak.
f.              Pendekatan kurikulum
Guru yang bijaksana senantiasa berupaya mengembangkan kurikulum sekolah berdasarkan kepentingan masyarakat, kebutuhan siswa, serta ilmu pengetahuan dan teknologi terkini. Upaya pengembangan ini disertai dengan tindakan yang nyata di kelas. Hasil perbaikan dan pelaksanaan kurikulum diperlihatkan pada orang tua siswa melalui laporan siswa, dan orang tua tersebut memberikan respon atas laporan tersebut. Dengan demikian, terjadilah proses pengembangan kurikulum yang berkesinambungan.[19]
g.             Meningkatkan pemahaman konsep diri
Guru dapat mengembangkan kurikulum dengan cara mempelajari lebih banyak tentang dirinya sendiri. Keberhasilan guru terletak pada pengetahuan tentang diri (self knowledge) dan pengenalan terhadap kekuatan dan kelemahan pribadi, serta bagaimana mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut.
h.             Memupuk hubungan timbal-balik yang harmonis dengan siswa
Tujuan utama guru adalah mengubah pola tingkah laku siswa menjadi lebih baik. Peningkatan kegiatan belajar siswa lebih banyak di tentukan oleh besarnya harapan guru tentang tingkah laku yang di inginkan. Guru berupaya mendorong dan memajukan kegiatan belajar siswa sehingga terjadi perubahan tingkah laku yang di inginkan. Guru hendaknya bersikap menerima, menghargai dan menyukai siswanya, sehingga siswa pun menyenangi guru dan menghayati harapan serta keinginan gurunya. Dengan demikian terciptalah suasana yang menyenangkan, mendorong belajar, berpikir,memecahkan masalah sendiri, dan mempelajari inkuiri personal secara efektif. Kerja sama seperti ini dapat meningkatkan upaya pengembangan kurikulum.[20]
2.             Guru dan Implementasi Kurikulum
Pengertian Implementasi Kurikulum
            Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Majone dan Wildavsky (1979) mengemukakan implementasi sebagai evaluasi.[21] Frase impleentasi kurikulum sudah banyak didiskusikan tokoh dan pakar pendidikan. Fullan (1982) mendefinisikan implementasi sebagai proses untuk melaksanakan ide, program atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan perubahan. Leithwood (1982) memandang implementasi sebagai suatu proses perubahan perilaku,suatu upaya memperbaiki pencapaian harapan-harapan yang dituangkan dalam kurikulum disain, terjadi secara bertahap, terus menerus, dan jika ada hambatan dapat di tanggulangi.
            Definisi lain tetang implementasi kurikulum mengemukakan bahwa “implementasi sebagai proses pengajaran”, Mereka mengemukakan bahwa biasanya pengajaran adalah implementasi kurikulum disain, yang mencakup aktivitas pengajaran dalam bentuk interaksi antara guru dan siswa di bawah naungan sekolah (Saylor 7 Alexander, 1’ 974:245).
            Dalam konteks implementasi kurikulum , pendekatan-pendekatan yang telah dikemukakan di atas memberikan tekanan pada proses. Esensinya implementasi adalah suatu proses, suatu aktivitas yang di gunakan untuk mentrasfer ide/gagasan, program atau harapan-harapan yang di tuangkan dalam bentuk kurikulum disain (tertulis) agar dilaksanakan sesuai dengan disain tersebut.[22]
Peran Guru dalam Implementasi Kurikulum
Kegiatan pembelajaran merupakan hal yang paling penting dalam implementasi kurikulum. Dengan kegiatan pembelajaran efektivitas dan efesiensi pembelajaran dapat diketahui.[23] Betapapun indah dan bagusnya rumusan tujuan atau cita-cita pendidikan /pengajaran yang sudah tertuang di dalam kurikulum formal, tapi hal itu belum memberi jaminan bahwa apa yang termuat di dalam kurikulum dapat teraktualisasikan di dalam proses belajar mengajar sesuai dengan apa yang diharapkan. Karena, aktualisasi kurikulum/pengajaran di kelas sangat tergantung kepada peranan yang di mainkan oleh guru yang bertindak sebagai “the man behind the gun-nya” implementasi kurikulum/pengajaran tersebut. Oleh karena itu, guru memegang peranan penting dalam implementasi kurikulum.[24]
Dalam studi kurikulum, implementasi dipandang sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pengembangan kurikulum.[25] Dari sinilah terlihat bahwa fungsi dan peranan guru/staf pengajar sangat penting, karena melalui jamahan tangan merekalah kurikulum itu baru punya makna dan arti. Artinya melalui guru/staf pengajar nilai-nilai yag terkandung dalam kurikulum dapat di sampaikan kepada peserta didik, dan aktualisasi serta tranformasi nilai-nilai/sikap, pengetahuan yang terkandung dalam kurikulum /GBPP tersebut dilakukan oleh guru/staf pengajar melalui implementasi kurikulum di dalam proses belajar mengajar (perkuliahan).[26]
Berdasarkan uraian tersebut, jelas kelihatan bahwa peranan guru/staf pengajar sangat menentukan dalam pencapaian hasil belajar atau harapan yang diinginkan oleh kurikulum. Karena sebagai implementator dan pengembang kurikulum guru/staf pengajar berfungsi serta berperan untuk :
1.      Memperkaya kurikulum
2.      Meningkatkan relevansi kurikulum dengan kebutuhan anak, masyarakat serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini.[27]
Selanjutnya, untuk mengetahui bagaimana kedudukan guru/staf pengajar dan sejauhmana fungsi dan peranannya dalam mengimplementasikan dan mengembangkan kurikulum (sebagai implementator dan developer) dapat di perhatikan skema/bagan yang dikemukakan Nana Sudjana (1989) di bawah ini :



HASIL BELAJAR YANG DIHARAPKAN


SATPEL/DISAIN PENGAJARAN

---------------->   Kurikulum potensional/ideal (niat /harapan)



     ------------------------------------------->      Fungsi dan peranan Guru/stafpengajar/dosen


SATUAN PEMBELAJARAN

PBM






------------------->   Pengajaran kurikulum aktual (real)
                 


Bagan yang telah dilukiskan di atas di samping menggambarkan guru sebagai pengembang kurikulum, sekaligus juga menunjukan bahwa fungsi dan peranan guru/staf pengajar yang di bicarakan dan di bahas dalam makalah ini adalah berkisar pada implementasi kurikulum pada tingkat makro, yaitu pada pengajaran di kelas. Dengan sistem sentralisasi yang kita anut di tingkat pusat boleh di katakan tidak kelihatan fungsi dan peranan guru/staf pengajar dalam pengembangan kurikulum, begitu juga di tingkat daerah/wilayah sangat sedikit sekali fungsi dan peranan guru/staf pengajar. Akan tetapi di dalam kelas atau lingkungan perkuliahan jelas terlihat fungsi dan peranan guru/staf pengajar/dosen, bahkan diperguruan tinggi dosen memiliki otoritas keilmuan yang tinggi. Artinya ia mempunyai kewenangan yang luas dalam hal merancang, mengimplementasikan dan mengevaluasi kurikulum mata kuliahnya sendiri.
Sepintas, kelihatannya fungsi dan peranan guru/staf pengajar itu tidaklah terlalu berat, tapi bila dihayati dan dikaji lebih mendalam maka hal tersebut merupakan sesuatu yang kompleks yang memerlukan keahlian ,kompetensi,kemauan dan keimuan yang tinggi.[28]
Untuk hal-hal yang sangat erat kaitannya dengan tugas mengajar di kelas (profesional), terdapat 10 (sepuluh) kompetensi atau kemampuan dasar, yaitu :
1.      Menguasai bahan yang akan diajarkan
2.      Mengelola program belajar mengajar
3.      Mengelola kelas
4.      Menggunakan media/sumber belajar
5.      Menguasai landasan-lndasan kependidikan
6.      Mengelola interaksi belajar mengajar
7.      Menilai prestasi siswa
8.      Mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluh
9.      Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
10.  Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian.
Lebih jauh tentang penerapan kompetensi tersebut di atas ,Rochman Natawidjaja (1992) menekankan penting adanya “kinerja terpadu” (integrated performaced) oleh seorang guru/staf pengajar/dosen di dalam melaksanakan tugasnya. Keterpaduan itu tercermin dari adanya integrasi antara penguasaan bahan ajar, proses, fondasi profesional kependidikan, penyesuaian diri terhadap suasana kerja dan kepribadian.
Berdasarkan uraian yag telah dikemukakan di atas, jelaslah bahwa profesionalisme merupakan sesuatu yang sangat penting dalam menunjang fungsi serta peranan guru/staf  pengajar/dosen di dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar (perkuliahan). Sejalan dengan ini, maka kompetensi atau kemampuan dasar yang dibicarakan di muka adalah mutlak di miliki dan di kuasai oleh setiap guru/staf pengajar/dosen.
Kurikulum formal belum ada makna dan arti sama sekali bilamana belum di implementasikan, di jabarkan dikembangkan oleh guru/staf pengajar/dosen. Ia baru punya nilai dan makna bila telah teraktualisasi dalam proses belajar mengajar atau dengan lain perkataan bila nilai-nilai yang termuat dalam kurikulum itu telah ditransformasikan oleh guru/staf pengajar/dosen yang profesional kepada peserta didik dengan baik. Dilihat dari sisi inilah fungsi dan peranan guru/staf pengajar/dosen profesional sangat strategis dan penting.[29]

C.            KESIMPULAN
Dari uraian tersebut maka dapat di simpulkan bahwa guru adalah orang yang paling mengetahui tentang kebutuhan kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. peran sebagai pengembang kurikulum, guru memiliki kewenangan dalam mendesain sebuah kurikulum. Guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi pelajaran yang disampaikan, akan tetapi juga dapat menentukan strategi apa yang harus dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya.
Aktualisasi kurikulum/pengajaran di kelas sangat tergantung kepada peranan yang di mainkan oleh guru yang bertindak sebagai “the man behind the gun-nya” implementasi kurikulum/pengajaran tersebut. Oleh karena itu, guru memegang peranan penting dalam mengimplementasikan dan mengembangkan kurikulum , dari sini maka jelaslah bahwa profesionalisme merupakan sesuatu yang sangat krusial dalam menunjang fungsi serta peranananya.


D.           DAFTAR PUSTAKA  
Hamdani Hamid, Pengembangan Kurikulum Pendidikan, Bandung:CV.Pustaka Setia,2012.
http://blog.uin-malang.ac.id/ansur/2011/06/10/peranan-guru-dalam-pengembangan/
Mulyana,  E, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT.Rosdakarya,2005.
Murdjiono& Dimyati,  Belajar dan Pembelajaran, Jakarta:Rieneka Cipta,2009.
Nasution , S, Asas-Asas Kurikulum, Jakarta:Bumi Aksara,2011.
Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2013.
RI,  Departemen Agama,  Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan, Jakarta:2005.
Shaleh, Abdul Rachman et.al,  Panduan Pengembangan Kurikulum,  Jakarta: Departemen Agama RI, MP3A,2005.
Syafruddin Nurdin, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, Jakarta:Ciputat Pers,2002.
Supriadi, Dedi, Membangun Bangsa Melalui Pendidikan, Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2005.



[1] Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2013),hlm.231.
[2] Abdul Rachman Shaleh et.al, Panduan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Departemen Agama RI, MP3A,2005),hlm.39.
[3] Syafruddin Nurdin, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum,(Jakarta:Ciputat Pers,2002),hlm.68.
[4] E. Mulyana, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT.Rosdakarya,2005),hlm.35.
[5] Oemar Hamalik,op.cit.,hlm.183.
[6] Dimyati & Murdjiono, Belajar dan Pembelajaran,(Jakarta:Rieneka Cipta,2009),hlm.288.
[7] S. Nasution ,Asas-Asas Kurikulum,(Jakarta:Bumi Aksara,2011),hlm.141.
[8] Ibid,hlm.142.
[9] Oemar Hamalik,op.cit.,hlm.232.
[10] Dedi Supriadi, Membangun Bangsa Melalui Pendidikan,(Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2005),hlm.209.
[11] Oemar Hamalik,loc.cit
[12] Dedi Supriadi,op.cit.,hlm.210.
[13] Oemar Hamalik,op.cit.,hlm.233.
[14] Departemen Agama RI,Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan,(Jakarta:2005),hlm.83.
[15] Oemar Hamalik,loc.cit.
[17] Departemen Agama RI,op.cit.,hlm.77.
[19] Oemar Hamalik,loc.cit.
[20] Ibid, hlm.234.
[21] Syafruddin Nurdin,op.cit.,hlm.70.
[22] Ibid,hlm.72-73.
[23] Hamdani Hamid, Pengembangan Kurikulum Pendidikan, (Bandung:CV.Pustaka Setia,2012),hlm.139.
[24] Syafruddin Nurdin,op.cit.,hlm.67-68.
[25] Ibid,hlm.74.
[26] Ibid,hlm.75.
[27] Ibid,hlm.76.
[28] Ibid,hlm.77-78..
[29] Ibid,hlm.79-81