A.
PENDAHULUAN
Masa
depan bangsa terletak dalam tangan generasi muda, mutu bangsa di kemudian hari
bergantung pada pendidikan yang dikecak oleh anak-anak sekarang, terutama
melalui pendidikan formal yang diterima sekolah. Apa yang akan dicapai
disekolah ditentukan oleh kurikulum sekolah itu. Jadi ,barangsiapa yang
menguasai kurikulum memegang nasib bangsa dan negara. Maka dapat dipahami bahwa
kurikulum sebagai alat yang begitu vital bagi perkembangan bangsa dipegang oleh
pemerintah suatu negara. Dapat pula dipahami betapa pentingnya usaha
mengembangkan kurikulum itu.[1]
Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang kompleks, dan melibatkan
berbagai komponen yang saling terkait.[2]
Oleh sebab setiap guru merupakan kunci utama
dalam pelaksanaan kurikulum, maka ia harus pula memahami seluk-beluk kurikulum.
Hingga batas tertentu, dalam skala mikro, guru juga seorang pengembang
kurikulum bagi kelasnya.[3]
Makalah
yang penulis sajikan ini secara khusus membahas asas-asas kurikulum yang
sebenarnya merupakan faktor-faktor yang perlu diperhatikan dan di pertimbangkan
oleh para pengembang dalam merencanakan atau mengembangkan kurikulum.
Asas
- asas tersebut adalah filosofis (filsafat pendidikan dan filsafat
negara), psikologis (psikologi anak, perkembangan dan belajar), sosiologis
(kemasyarakatan) dan organisatoris (organisasi kurikulum).
B.
PEMBAHASAN
Mengembangkan
kurikulum bukan sesuatu yang mudah dan sederhana karea banyak hal yang harus
dipertimbangkan dan banyak pertanyaan yang dapat diajukan untuk diperhitungkan.
Misalnya : Apakah yang ingin dicapai, manusia yang bagaimana yang diharapkan
akan dibentuk? Apakah akan diutamakan kebutuhan anak pada saat sekarang atau
masa mendatang? Apakah hakikat anak harus dipertimbangkan, ataukah ia diperlukan
sebagai orang dewasa? Apakah kebutuhan anak itu ? Apakah harus dipentingkan
anak sebagai individu atau sebagai anggota kelompok? Apakah yang harus
dipentingkan, mengajarkan kejujuran atau memberikan pendidikan umum? Apakah
pelajaran akan didasarkan atas disiplin ilmu ataukah dipusatkan pada masalah
sosial dan pribadi? Apakah semua anak harus mengikuti pelajaran yang sama
ataukah ia diizinkan memilih pelajaran sesuai dengan minatnya? Apakah seluruh
kurikulum sama bagi semua sekolah secara uniform, atau diberi kelonggaran untuk
menyesuaikannya dengan keadaan daerah? Apakah hasil belajar anak akan diuji
secara uniform ataukah diserahkan pada penilaian guru yang dapat mempelajari
anak itu dalam segala aspek selama waktu yang panjang?.
Semua
pertanyaan itu menyangkut asas-asas yang mendasari setiap kurikulum yakni :
1. Asas
filosofis yang berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan filsafat
negara.
2. Asas
psikologis yang memperhitungkan faktor anak dalam kurikulum yakni a. psikologi
anak, perkembangan anak, b. psikologi belajar, bagaimana proses belajar anak.
3. Asas
sosiologis, yaitu keadaan masyarakat, perkembangan dan perubahannya, kebudayaan
manusia, hasil kerja manusi berpa pengetahuan, dan lain-lain.
4. Asas
organisatoris yang mempertimbangkan bentuk dan organisasi bahan pelajaran yang
disajikan.[4]
Asas-asas
tersebut akan penulis paparkan beikut ini :
1.
Asas
Filosofis
Filsafat
,jika dilihat dari fungsinya secara praktis, adalah sebagai sarana bagi manusia
untuk memecahkan berbagai problematika kehidupan yang dihadapinya, termasuk
dalam problematika di bidang pendidikan.[5]
Filsafat sangat penting karena harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan
tentang setiap aspek kurikulum. Untuk tiap keputusan harus ada dasrnya.
Filsafat adalah cara berpikir yang sedalam-dalamnya,yakni sampai akarnya
tentang hakikat sesuatu.
Ada
orang yang berpendapat bahwa guru tak perlu mempelajari filsafat, karena sangat
abstrak dan karena itu tak praktis dan tidak ada manfaatnya bagi pekerjaannya.
Pendirian itu terlampau picik, karena apa yang dilakukan guru harus didasarkan
pada apa yang dipercayai, diyakininya sebagai benar dan baik. Filsafat itu
antara lain menentukan kepercayaan kita tentang apakah hakikat manusia,
khususnya hakikat anak dan sifat-sifatnya, apakah sumber kebenaran dan
nilai-nilai yang hendaknya menjadi pegangan hidup kita, tentang apakah yang
baik, apakah hidup yang baik, apakah yang sebaiknya diajarkan kepada anak didik
,apakah peranan sekolah dalam masyarakat, apakah peranan guru dalam proses
mengajar dan lain-lain.[6]
Tujuan
pendidikan (goal ,objektive, atau purpose) berfungsi bukan saja bersifat
mengarahkan, tetapi juga menjadi dasar dalam menentukan isi pelajaran, metode
dan prosedur pengajaran maupun penilaian, bahkan mendasari motivasi kerja murid
dan guru sekolah. Melihat fungsi yang sedemikian penting ini, maka jelaslah
bahwa tujuan bahwa tujuan pendidikan merupakan dasar yang sangat penting dalam
penyusunan kurikulum . oleh karena itu, sewajarnyalah jika tujuan pendidikan
mendapat kesempatan pertama dalam pembahasan masalah kurikulum ini, dalam
rangka realisasi sistem pendidikan nasional.[7]
Para
pengembang kurikulum harus mempunyai filsafat yang jelas tentang apa yang
mereka junjung tinggi. Filsafat yang kabur akan menimbulkan kurikulum yang
tidak menentu arahnya.kini terdapat berbagai aliran filsafat, masing-masing
dengan dasar pemikiran tersendiri.[8]
a.
Falsafah
Pendidikan
Maksud
dan tujuan pendidikan disusun berdasarkan kumpulan pemikiran falsafah
pendidikan. Sebuah tujuan pendidikan adalah sebuah pernyataan dari pemikiran
penulis yang meyakini falsafahnya, yang diarahkan langsung untuk misi sekolah.[9]
1) Perennalialisme
Untuk
menghadapi situasi krisis itu, perenialisme memberikan pemecahan dengan jalan
“kembali kepada kebudayaan masa lampau” kebudayaan yang di anggap ideal.[10]
Aliran ini bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui
pengetahuan yang “abadi ,universal dan absolut” Kurikulum yang diinginkan oleh
aliran ini terdiri atas ubject atau mata pelajaran yang terpisah sebagai
disiplin ilmu dengan menolak penggabungan seperti IPA atau IPS. Hanya mata
pelajaran yang sungguh mereka anggap dapat mengembangkan kemampuan ntelektual
seperti matematika, fisika, kimia.biologi yang diajarkan.
2) Idealisme
Filsafat
ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari “atas”, dari dunia
supra-natural dari Tuhan. Filsafat ini umumnya diterapkan disekolah yang
berorientasi religius, semua siswa diharuskan mengikuti pelajaran agama,
menghadiri khutbah dan membaca kitab suci. Biasanya disiplin temasuk ketat,
pelanggaran diberi hukuman yan setimpal bahkan dapat dikeluarkan dari sekolah.
Namun pendidkan intelektual juga sangat diutamakan dengan menentukan standar
mutu yang tinggi.[11]
3) Realisme
Filsafat
realisme mencari kebenaran di dunia ini sendiri. Melalui pengamatan dan
penelitian ilmiah dapat ditemukan hukum-hukum alam. Kurikulum ini tidak
memperhatikan minat anak, namun diharapkan agar menaruh minat terhadap
pelajaran akademis. Ia harus sungguh-sungguh mempelajari buku-buku berbagai disiplin
ilmu.
4) Pragmatisme
Aliran
ini juga disebut aliran instrumentalisme atau utilitariansme dan berpendapat
bahwa kebenaran adalah buatan manusia berdasarkan pengalamannya. Tidak ada
kebenaran mutlak, kebenaran adalah tentatif dan dapat berubah. Dalam perencanaan
kurikulum orang tua dan masyarakat sering dilibatkan agar dapat memadukan
sumber-sumber pendidikan formal dengan sumber sosial, politik dan ekonomi guna
memperbaiki ekonomi kondisi hidup manusia.
5) Eksistensialisme
Filsafat
ini menguatamakan individu sebagai faktor dalam menentukan apa yang baik dan
benar. Sekolah berdasarkan eksistensialisme mendidik anak agar ia menentukan
pilihan dan keputusan sendiri dengan menolak otoritas orang lain. Ia harus
bebas berpikir dan mengambil keputusan sendiri secara bertanggungjawab. Sekolah
ini menolak segala kurikulum,pedoman, intruksi, buku wajib, dan lain-lain dari
pihak luar. Anak harus mencari identitasnya sendiri, menentukan standarnya
sendiri dan kurikulmnya sendiri. Dengan sendiriannya mereka tidak dipersiapkan
untuk menempuh ujian nasional.[12]
Sekolah
tanpa filsafat laksana kapal tanpa kemudi. Filsafat yang berbeda atau
bertentangan di kalangan pendidik tak akan membawa bahtera pendidikan ke arah
tujuan tertentu. Segala keputusan yang diambil mengenai pendidikan atau
kurikulum, bila ditelusuri secara mendalam ,mempunyai dasar filosofis. Sering
filsafat yang mendasarinya tidak dinyatakan secara eksplisit.
Keputusan
tentang PPSI ,CBSA, muatan lokal, Pendidikan dasar 9 tahun, tentu ada dasar
falsafahnya. Demikian pula di dalam kelas, bila guru menghukum atau memuji
anak, menjalankan disiplin keras atau lunak, mendorong atau melarang anak
menjadi penyanyi , membolehkan anak-anak bekerja sama, menyuruh anak mencari
data dari lapangan, di belakang itu ada falsafhnya. Tentu diharapkan agar
tindakan itu mempunyai dasar filosfis yang konsisten.[13]
b.
Falsafah Negara
Pancasila Sebagai Dasar Pendidikan Nasional
Dalam
ketetapan MPR-RI No. IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar Halauan Negara,
dikemukakan bahwa “ pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah serta berlangsung seumur
hidup, oleh karenanya ,agar pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh rakyat
sesuai dengan kemampuan masing-masing individu, maka pendidikan tersebut
merupakan tanggungjawab keluarga, masyarakat dan pemerintah.[14]
Pancasila yang kita akui dan diterima sebagai filsafat dan pandangan hidup
bangsa kita, yang dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari hari, dijadikan pula
filsafat pendidikan kita.[15]
Setiap
negara tentu mempunyai filsafat yang berbeda. Artinya landasan filosofis dan
tujuan pendidikannya juga berbeda. Di Indonesia, landasan filosofis
pengembangan sistem pendidikan nasional secara formal adalah Pancasila yang
terdiri atas lima sila, yaitu :
a)
Ketuhanan Yang
Mahaesa, b) Kemanusiaan yang adil dan
beradab, c) Persatuan Indonesia, d)
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permuisyawaratan/perwakilan, dan e) Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Implikasinya
bagi pengembang kurikulum adalah :
a. Nilai-nilai
pancasila harus dipelajari secara mendalam dan komprehensif sesuai dengan sifat
kajian filsafat, baik dari segi ontologi, epistemologi da aksiologi.
b. Kelima
sila tersebut berisi nilai-nilai moal yang luhur sebagai dasar dan sumber dalam
merumuskan tujuan pendidikan pada setiap tingkatan memilih dan mengembangkan
isi/bahan kurikulum ,stategi pembelajaran .media pembelajaran dan sistem
evaluasi.[16]
2.
Asas
Psikologis
Pengembangan
kurikulum dipengarui oleh kondisi psikologis individu yang terlibat di
dalamnya, karena apa yang ingin disampaikan menuntut peserta didik untuk
melakukan perbuatan belajar atau sering disebut proses belajar dalam
proses pembelajaran juga terjadi
interaksi yang bersifat mutiarah antara peserta didik dengan pendidik (guru).[17]
1) Psikologi
Anak
Sekolah
didirikan untuk anak, untuk kepentingan anak, yakni menciptakan situasi-situasi
dimana anak dapat belajar untuk mengembangkan bakatnya. Selama berabad-abad
anak tidak dipandang sebagai manusia yang lain daripada orang dewasa dan karena
itu mempunyai kebutuhan sendiri sesuai dengan perkembangannya. Baru setelah Rousseau
anak itu dikenal sebagai anak dan dilakukan penelitian ilmiah untuk lebih
mengenalnya, menjadi salah satu asas dalam pengembangan kurikulum. Timbullah
aliran yang disebut progresif, bahkan kurikulumyang semata-mata didasarkan atas
minat dan perkembangan anak, yaitu “Child-contered curriculum”.
Kurikulum ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadap kurikulum yang ditentukan
oleh orang dewasa tanpa menghiraukan kebutuhan dan minat anak.
Tentu
saja kurikulum yang begitu ekstrim mengutamakan salah satu dasar akan mempunyai
kekurangan-kekurangan. Namun gerakan ini tak dapat tiada menarik perhatian para
pendidik, khususnya para pengembang kurikulum, untuk selalu menjadikan anak
sebagai salah satu pokok pemikiran[18]
Ada
mengatakan, bahwa perubahan yang paling besar dalam pendidikan dalam abad ke 20
ini adalah menonjolnya kedudukan peranan anak dalam kurikulum. John Dewey memandangnya
sebagai “suatu revolusi” yang menjadikan anak sebagai pusat pendidikan seperti
perubahan yang dicetuskan Cpernicus yang menjadi matahari dan bukan bumi
sebagai pusat jagat raya. Bila selama ini anak harus menyesuaikan diri dengan
kurikulum yang ditentukan oleh orang dewasa, kini, kurikulumlah yang harus
disesuaikan dengan kebutuhan minat, dan taraf perkembangan anak. Sekarang tak
mungkin lagi kurikulum dikembangkan tanpa memperhitungkan anak dan
perkembangannya.[19]
Hal-Hal Yang Perlu diperhatikan Dalam
Pengembangan
a. Kurikulum
hendaknya disusun dengan mempertimbangkan dan memperhatikan tingkat
pertumbuhan, perkembangan dan kematangan siswa. Kurikulum tersebut haruslah
cocok dan serasi, untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk tumbuh dan
berkembang secara seimbang, harmonis dan menyeluruh, baik jasmani maupun
rohani.
b. Pada
dasarnya ,kurikulum disusun untuk memberikan kepuasan atas berbagai kebutuhan
siswa. Oleh karena itu penyunan kurikulum sebaiknya didasarkan atas kebutuhan
yang di rasakan para siswa tersebut. Kurikulum yang berorentasi pada kebutuhan
para siswa atau remaja, biasa disebut “clhild centerd curriculum”
berdasarkan kebutuhan, disusun suatu program yang relevan. Bahkan kebutuhan
tersebut pada hakikatnya merupakan salah satu sumber dari tujuan dan motivasi
kurikuler.
c. Oleh
karena mempunyai makna yang besar terhadap keberhasilan belajar seseorang, maka
faktor minat selayaknya menjadi pertimbangan pula dalam penyusunan kurikulum.
Karena itu, pada kurikulum modern biasanya dikembangkan pendidikan berdasarkan
minta para anak didik, yang disebut “special interest education”, selain
pendidikan umum atau general education. Dalam kerangka ini pula, dalam
kurikulum disediakan sejumlah mata pelajaran atau bidang studi yang bersifat
pilihan (selektif).[20]
2) Psikologi
Perkembangan
Tujuan
akhir pendidikan adalah agar peserta didik menjadi manusia-manusia terdidik.
Asumsinya, setiap peserta didik dapat dibimbing ,dilatih dan dididik (educade).
Mortiner J. Adler (1982) mengemukakan “children are aducable in varying
degrees, but variation in degree must be of the same kind and quality of
education” juka terjadi kegagalan berarti kegagalan guru, orang tua, dan
masyarakat, bukan kegagalan peserta didik karena tidak ada peserta didik yang unteachable.
Untuk menjadi manusia terdidik tentu peserta didik tidak dapat hanya mengikuti
pendidikan formal saja melainkan harus ditopang dengan pendidikan non formal
dan pendidikan informal. Tidak hanya mempelajari pendidikan umum saja melainkan
pendidikan agama, pendidikan kejujuran , pendidikan teknologi, pendidikan
bahasa dan seni, pendidikan humaniora dan lain-lain sesuai dengan aspek-aspek
yang terkandung dalam tujuan pendidikan nasional. Seseorang dapat menjadi
manusia terdidik apabila ia sudah mencapai kematangan. Kematangan hanya dapat
dicapai melalui kehidupan orang dewasa dan kedalaman pengalaman.[21]
3) Psikologi
Belajar
Dalam
mengambil keputusan tentang kurikulum pengetahuan tentang psikologi anak dan
bagaimana anak belajar, sangat diperlukan ,antara lain :
a) Seleksi
dan organisasi bahan pelajaran
b) Menentukan
kegiatan belajar paling serasi
Psikologi
belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang bagaimana peserta didik
melakukan perbuatan belajar. Pengertian belajar banyak ragamnya tergantung
teori belajar yang dianut. Namun demikian secara umum , belajar dapat diartikan
sebagai suatu proses perubahan tingkah laku karena interaksi individu dengan
lingkungan. Perubahan tingkah laku dapat terbentuk pengetahuan, ketrampilan
,sikap atas nilai-nila. Perubahan tingkah laku karena insting, kematangan atau
pengaruh zat-zat kimia tidak termasuk perbuatan belajar.[23]
Sekolah
berfungsi menciptakan lingkungan belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pendidikan.
Oleh karena itu, sekolah perlu menyusun suatu program yang tepat dan serasi,
sehingga memungkinkan para siswa melakukan kegiatan belajar secara efisien dan
berhasil. Program tersebut dinamakan dengan kuikulum. Itulah sebabnya
permasalahan belajar dan psikologi belajar dan sifat-sifat belajar perlu
mendapat perhatian dalam pembinaan dan pengembangan kurikulum.[24]
Oleh sebab belajar itu ternyata
suatu proses yang pelik dan komplek, maka timbullah berbagai teori belajar yang
menunjukan ketidaksesuaian satu sama lain. Penelitian dilakukan untuk lebih
mendalam memahami proses belajar ini, banyak di antaranya dengan melakukan
eksperimen.
Teori belajar dijadikan dasar bagi proses
belajar-mengajar.Dengan demikian ada hubungan yang erat antara kurikulum dan
psikologi anak. Karena hubungan yang sangat erat itu maka psikologi menjadi
salah satu dasar kurikulum.[25]
Sebagai
kesimpulan implikasi belajar dalam pengembangan kurikulum adalah :
1. Perencanaan
kurikulum harus bersifat fleksibel (luwe) dan menyediakan suatu program yang
luas guna pengembangan berbagai pengalaman belajar.
2. Kurikulum
harus dikembangkan berdasarkan latar belakang siswa dan keseluruhan
lingkungannya, agar pengalaman belajar yang diperolehnya mempunyai makna dan
tujuan.
3. Pengembangan
kurikulum hendaknya memberikan pengalaman yang serasi dengan kebutuhan
penyesuaian diri dan pengembangan kepribadian yang terintegrasi.
4. Kurikulum
disusun dan dilaksanakan dengan memperhatikan kesiapan para siswa, karena hal
ini mempengaruhi proses pendidikan.
5. Pengembangan
dan pelaksanaan kurikulum hendaknya memungkinkan partisipasi aktif dan tanggung
jawab para siswa , baik secara perorangan maupun kelompok.
6. Penyusunan
kurikulum hendaknya terdiri atas unit-unit yang luas dan menyeluruh, serta
memadukan pola pengalaman yang bermakna dan bertujuan.
7. Dalam
proses penyusunan dan pelaksanaan kurikulum hendaknya diberikan serangkaian
pengalaman yang melibatkan para guru dan siswa secara bersama, sehingga akan
mendorong keberhasilan belajar para siswa tersebut.
8. Penyusunan
kurikulum hendaknya disertai dengan kegiatan evaluasi, faktor penting yang
mempengarui proses dan hasil pendidikan.[26]
3.
Asas
Sosiologis
Salah
satu tujuan pendidikan adalah untuk mempersiapkan peserta didik hidup dalam
kehidupan masyarakat. Asumsinya adalah peserta didik berasal dari masyarakat,
dididik oleh masyarakat ,dan harus kembali ke masyarakat. Ketika peserta didik
kembali ke masyarakat tentu ia dapat harus
dibekali dengan sejumlah kompetisi, sehingga ia dapat berbakti dan berguna bagi
masyarakat. Kompetisi yang dimaksud adalah sejumlah pengetahuan
,ketrampilan,sikap dan nilai-nilai yang diperoleh peserta didik melalaui
berbagai kegiatan dan pengalaman belajar disekolah.
Kegiatan
dan pengalaman belajar tersebut diorganisasi dalam pendekatan dan format tertentu
yang disebut kurikulum. Berdasarkan alur pemikiran ini ,maka sangat logis jika
pengembangan kurikulum berlandaskan pada kebutuhan masyarakat. Di samping itu,
dasar pemikiran lain adalah kurikulum merupakan bagian dari pendidikan dan
pendidikan merupakan bagian dari masyarakat. Dengan demikian, sangat wajar
apabila pengembangan kurikulum harus memperhatikan kebutuhan masyarakat dan
harus ditunjang oleh masyarakat.[27]
Berbagai
implikasi tersebut dirumuskan secara tegas , yakni sebagai berikut :
a. Sekolah
adalah suatu institusi sosial yang didirikan dan diperuntukan bagi kepentingan
masyarakat. Oleh karena itu kurikulum sebaiknya mempertimbangkan segi
sosiologis ini, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun perbaikan
kurikulum.
b. Masyarakat
adalah suatu sistem sosial yang meliputi berbagai komponen, dan permintaan.
Masing-masing komponen atau subsistem tersebut berpengaruh terhadap penyusunan
dan pengembangan kurikulum,sehingga relevan dengan kondisi sisiologis
masyarakat.
c. Di
dalam masyarakat terdapat beragam lembaga sosial yang masing-masing memiliki
kekuatan, baik kekuatan potensi straregis, dan riil. Semua kekuatan tersebut
memberi pengaruh dan patut dipertimbangkan dalam pembinaan dan pengembangan
kurikulum, sehingga kurikulum sejalan dengan sifat dinamis dalam masyarakat.[28]
4.
Asas
Organisatoris
Asas
ini berkenaan dengan masalah , dalam bentuk yang bagaimana bahan pelajaran akan
disajikan? Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, ataukah
diusahakan adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan, misalnya dalam
bentuk broad-field atau bidang studi sperti IPA, IPS, Bahasa dan
lain-lain. Ataukah diusahakan hubungan secara lebih mendalam dengan
menghapuskan segala batas-batas mata pelajaran, jadi dalam bentuk kurikulum
yang terpadu.
Ilmu
jiwa asosiasi yang berpendirian bahwa keseluruhan sama dengan jumlah
bagian-bagiannya cenderung memilih kurikulum yang subject-centered atau
yang berpusat pada mata pelajaran, yang dengan sendirinya akan terpisah-pisah.
Sebaliknya ilmu jiwa Gestalt lebih mengutamakan keseluruhan, karena keseluruhan
itu bermakna dan lebih relevan dengan kebutuhan anak dan masyarakat. Aliran
psikologi ini lebih cenderung memilih kurikulum terpadu atau integrated kurikulum.
Kembali
perlu di ingatkan, bahwa tidak ada kurikulum yang baik dan tidak setiap
organisasi kurikulum mempunyai kebaikan akan tetapi tidak lepas dari kekurangan
di tinjau dari segi-segi tertentu. Selain itu bermacam-macam organisasi
kurikulum dapat dijalankan secara bersama di satu sekolah, bahkan yang satu
dapat membantu atau melengkapi yang satu lagi.
Kurikulum
yang bagaimana yang harus dipilih? Pertanyaan itu diajukan karena macamnya
kemungkinan. Dalam mengembangkan kurikulum harus diadakan pilihan, jadi, selalu
hasil semacam kompromi antara anggota panitia kurikulum. Sering dikatakan bahwa
“curriculum is amatter of choice”, kurikulum adalah soal pilihan. Dalam
hal ini pilihan banyak bergantung pada pendirian atau sikap seseorang tentang
pendidikan. Pada umumnya dapat dibedakan dua pendirian utama, yakni yang
tradisional dan yang progresif.[29]
C.
KESIMPULAN
Sebagai
kesimpulan dari uraian makalah ini, adalah bahwa asas-asas dalam pengembangan
kurikulum yang perlu diperhatikan adalah ,dengan asas falsafah,
maka akan terarah, sebab segala keputusan yang diambil mengenai pendidikan atau
kurikulum, bila tanpa landasan falsafah maka layaknya seperti kapal tanpa
pengemudi, demikian juga dengan asas psikologis dan sosiologis, kurikulumlah
yang seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan minat, dan taraf perkembangan
anak. Oleh karena kurikulum merupakan bagian dari pendidikan dan pendidikan
merupakan bagian dari masyarakat. maka sangat wajar apabila pengembangan
kurikulum harus memperhatikan kebutuhan masyarakat dan harus ditunjang oleh
masyarakat.
Selain
itu pula organisatoris juga harus menjadi landasan dalam pengembangan kurikulum ,karena pada kenyataannya bermacam-macam organisasi
kurikulum dapat dijalankan secara bersama di satu sekolah, dan dapat membantu
atau melengkapi yang lainnya, oleh sebab itu pilihan yang tepat dan terbaik
seharusnya hasil kompromi antara anggota panitia kurikulum.
D.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal .Konsep dan Model
Pengembangan Kurikulum,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2013).
Idi Abdullah, Jalaluddin H , Filsafat
Pendidikan,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2011).
Hamalik,Oemar ,Dasar-Dasar
Pengembangan Kurikulum, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2013).
Mulyana, E, Pengembangan dan
Implementasi Kurikulum 2013,( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013).
Nasution S. ,Asas-Asas
Kurikulum,(Jakarta:Bumi Aksara,2011).
Khobir,Abdul
, Filsafat Pendidikan Islam (Pekalongan: Stain Press,2009).
[1] S. Nasution ,Asas-Asas Kurikulum,(Jakarta:Bumi
Aksara,2011),hlm.1
[2] E. Mulyana, Pengembangan dan
Implementasi Kurikulum 2013,( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013),hlm.59.
[3]
S. Nasution ,loc.cit.
[4]
Ibid, hlm.10-11
[5] Jalaluddin H , Abdullah Idi, Filsafat
Pendidikan,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2011),hlm.9.
[6]
S. Nasution,op.cit.,hlm.22.
[7] Oemar Hamalik, Dasar-Dasar
Pengembangan Kurikulum, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2013),hlm.59-60.
[8]
S. Nasution,loc.cit.
[9]
Oemar Hamalik,op,cit.,hlm.61.
[10] Abdul Khobir,Filsafat
Pendidikan Islam (Pekalongan: Stain Press,2009),hlm op.cit.,hlm.62
[11]
S. Nasution,op.cit.,hlm.23.
[12] Ibid,hlm.24-25.
[13]
Ibid,hlm.27.
[14]
Oemar Hamalik,op,cit.,hlm.64-65.
[16] Zainal Arifin, Konsep dan
Model Pengembangan Kurikulum,(Bandung: PT Remaja
Rosdakarya,2013),hlm.51-52.
[17] Ibid,hlm.56.
[18] S. Nasution,op.cit.,hlm.12.
[19] Ibid,hlm.95.
[20]
Oemar Hamalik,op,cit.,hlm.124.
[21]
Zainal Arifin,op.cit.,hlm.58.
[22]
S. Nasution,op.cit.,hlm.57.
[23]
Zainal Arifin,op.cit.,hlm.56.
[24]
Oemar Hamalik,op,cit.,hlm.105.
[25]
S. Nasution,op.cit.,hlm.13.
[26]
Oemar Hamalik,op,cit.,hlm.112.
[27]
Zainal Arifin,op.cit.,hlm.65.
[28]
Oemar Hamalik,op,cit.,hlm.80.
[29]
S. Nasution,op.cit.,hlm.14.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan