Hal-Hal Yang Dapat Membatalkan Puasa
Ada 10 perkara
yang dapat membatalkan puasa yakni :
1) Masuknya sesuatu dengan sengaja ke dalam rongga tubuh (jauf)
melalui lubang tubuh yang asli terbuka (al-munfatih) seperti
tenggorokan, batin (dalamnya) hidung, dubur, qubul dan lubang puting payudara.
2) Masuknya sesuatu dengan sengaja ke dalam rongga tubuh (jauf)
melalui lubang tubuh yang tidak terbuka (ghair al-munfatih) semisal luka di otak yang menuju ke
kepala.[1] Tidak batal puasanya bagi
orang memiliki hadas besar (haidh,
nifas misalnya) ketika masuknya
air ke telinga saat mandi di di lakukan tanpa sengaja dan tidak menyelam. Dan batal puasanya bagi orang yang
mandi sunnah (masnun) dan mandi untuk kesegaran (tabarrud)
walaupun mandinya tidak menyelam.[2]
Mengecualikan
dalam rongga tubuh (jauf) adalah misalnya masuknya sesuatu melalui
pundak ,paha, pantat atau bagian-bagian lain yang bukan termasuk (jauf), seperti halnya penggunaan
celak atau (tetes mata- misalnya) yang masuk melalui mata, walaupun terasa di
tenggorokannya itu tidak akan membatalkan puasa, seperti yang di tuturkan
Taqiyyudin Abu Bakar dalam kitabnya. [3] Jalaluddin
al-Mahalli[4]
Imam Nawawi al-Bantani[5],
dan ulama-ulama yang lain.
Syihabuddin al-Qalyubi
dalam kitabnya menyatakan: menggunakan celak (tetes mata-misalnya) pada siang
hari , tidak membatalkan puasa namun hukumnya khilaf al-aula (خلاف الأولى ). Sedangkan menurut Imam Malik ra, menggunakan hal tersebut dapat
membatalkan puasa.[6]
Sama halnya tidak membatalkan puasa ,air basuhan yang masuk melalui pori-pori
tubuh (al-masamm) walaupun terasa segar dalam badannya.[7]
Demikian juga
tidak batal puasanya orang yang di suntik , karena obat yang di masukan melalui
injeksi itu masuk ke bagian dalam daging, bukan dalam rongga tubuh (jauf),
seperti yang di nyatakan oleh Jalaluddin al-Mahalli:
Artinya :
Seadainya seseorang memasukan
obat bagi luka betis sampai luka kedalam daging, atau menancapkan pisau pada
betis tersebut sampai ke sumsum, maka hal itu tidak sampai membatalkan
puasanya, karena daging itu bukan rongga tubuh.
3) Memasukan obat ( دواء يحقن به المريض ) ke qubul maupun dubur.
4) Muntah yang dilakukan dengan sengaja ,walaupun
tidak ada yang kembali, apabila tidak sengaja (misal lupa ,tidak tahu hukum,
dipaksa dll) dan tidak ada muntahan yang kembali maka tidak batal puasanya.[9]
5) Bersetubuh (jima’) dengan sengaja dan mengerti hukum, walaupun
tidak sampai keluar mani, jika dilakukan karena lupa ,walaupun berulang-ulang
maka tidak membatalkan puasa seperti halnya makan.[10] Orang yang batal puasanya karena melakukan jima’, maka di wajibkan untuk mengqadha’ dan
di wajibkan pula membayar kafarat, ketentuannya sebagai berikut :
a. Memerdekakan budak (hamba sahaya) ,jika tidak mendapati maka di
ganti dengan menjalankan :
b. Puasa selama 2 bulan berturut-turut, apabila di tengah jalan
ternyata batal puasanya baik itu di hari yang terakhir atau di sebabkan udzur
misalnya lupa niat, safar, dan sakit, maka wajib mengulangi dari pertama lagi,
kecuali apabila batal puasanya karena haid, nifas ,gila dan ayanen-jawa.[11] Dan
jika tidak mampu puasa 2 bulan berturut-turut maka wajib menggantinya dengan :
c. Memberi makan kepada 60 (enam puluh) orang fakir miskin,
masing-masing 1 mud (makanan pokok) yang mencukupi untuk zakat fitrah. Apabila tidak mampu memenuhi
semuanya, maka kafarat tersebut masih dalam tanggungannya, dan dapat di
laksanakan ketika pada suatu waktu seseorang itu sudah merasa mampu .[12]
6) Keluar mani dengan jalan istimta’ (pekerjaan mengeluarkan
mani selain jima’), baik dengan cara yang boleh (mubah) atau haram, contoh yang
boleh (mubah) adalah seperti menggunakan tangan istri , dan yang haram seperti
menggunakan tangannya sendiri (onani) dan sebagainya. Sedangkan mencium (qublah)
dan merangkul (dhammu) itu tidaklah membatalkan puasa jika hal tersebut
di lakukan tanpa bermaksud istimta’ (pekerjaan mengeluarkan mani).
Demikian juga
dengan mimpi keluar mani (ihtilam), itu tidaklah batal puasanya, adapun
mengeluarkan mani dengan cara melihat (nadhar) ataupun
berangan-angan/menghayal atau ngelamun (fikrun) itu tidaklah membatalkan
puasa dengan catatan apabila sudah adatnya ( terbiasanya) tidak akan keluar
mani dengan sebab tersebut.[13]
Berkaitan
dengan keluar mani (inzal) , nampaknya menurut penulis perlu di
tampilkan pada tulisan ini ,yakni :
Menurut
Sulaiman bin Muhammad al-Bujairimi sebagaimana di kutip oleh Abu Bakar Syatha,
bahwa kosekwensi hukum puasa yang di akibatkan karena keluar mani (inzal) itu sebagai
berikut rinciannya :
a. Apabila dengan istimta’ yang mubah atau haram, dengan
penghalang (ha’il) ataupun tidak, maka membatalkan puasa.
b. Apabila dengan memegang (lamsun) maka tafshil :
-
Jika memegang seseorang
yang secara umum tidak mengandung rasa syahwat semisal anak kecil, maka tidak
batal puasanya secara mutlak (baik itu bersyahwat atau tidak, dengan memakai
penghalang (ha’il) ataupun tidak).
-
Jika memegang seseorang
yang secara umum mengandung syahwat maka :
a. Batal, apabila (bukan mahramnya) dan di lakukan dengan syahwat
dan tanpa penghalang.
b. Tidak batal, apabila (bukan mahramnya) dan di lakukan dengan
tanpa syahwat dan disertai penghalang.
c. Tidak batal, apabila (mahramnya) dan di lakukan dengan syahwat
atau tidak dan di sertai penghalang.
d. Batal, apabila (mahramnya) dan di lakukan dengan syahwat atau
tidak atau tidak dan tanpa di sertai penghalang.[14]
7) Haidh.
8) Nifas.
9) Gila.
10) Murtad
Apabila
keempatnya muncul sewaktu-waktu pada saat berpuasa maka dapat membatalkannya. Adapun ayanen-jawa (إغماء ) dan mabuk (سكر),jika hal tersebut terjadi, maka dapat
membatalkan puasa apabila sampai menghabiskan waktu siang (terbenamnya
matahari), namun apabila tersadar walaupun sebentar maka puasanya tetap sah.[15]
DAFTAR PUSTAKA
Al-Baijuri, Ibrahim, Hasyiyah al-Bajuri
‘ala Ibni Qasim al-Ghazi, Baerut: Dar al-Fikr, 1994.
Abu
Bakar,
Taqiyyudin, Kifayah al-Akhyar, Beirut: Dar al-Fikr, ,[tth].
Al-Bantani , Nawawi, Nihayah al-Zain, Semarang: Toha Putera,[tth].
Al- Bukhari ,Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il, Shahih Bukhari, Semarang: Toha Putera,[tth] / Maktabah Syamilah
Al-Qalyubi, Syihabuddin, Qalyubi wa
‘Amirah, Semarang: Maktabah Toha Putera,[tth]
Al-Tirmidzi, Abu ‘Isa Muhammad, Sunan
al-Tirmidzi, (Maktabah Syamilah).
Abu
Bakar,
Taqiyyudin, Kifayah al-Akhyar, Beirut: Dar al-Fikr, ,[tth].
Syatha, Abu Bakar, I’anah at-Thalibin, Beirut: Dar al-Fikr,1993.
[1] Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah
al-Bajuri ‘ala Ibni Qasim al-Ghazi, (Baerut: Dar al-Fikr, 1994),hlm.433.
[4]
Jalaluddin al-Mahalli ,Syarah
al-Mahalli ‘ala al-Mihaj (Hamisy Qalyubi wa ‘Amirah) (Semarang: Maktabah
Toha Putera,tth),juz ii,hlm.56.
Di jelaskan pula dalam kitab Al Fiqhul Manhaji
ala Madzahibil Imam Asy Syafi'i hlm.84:
فا قطرة من الاذن مفطرة لإنها منفذ مفتوح والقطرة فى العين غير مفطرة
لانه منفد غير مفتوح
Artinya: Maka tetesan ke dalam lubang dari telinga adalah
membatalkan puasa, karena telinga itu adalah lubang yang terbuka. Dan tetesan
kedalam mata itu tidak membatalkan puasa, karena mata itu lubang yang tidak
terbuka.
[6] Syihabuddin al-Qalyubi, Qalyubi
wa ‘Amirah, (Semarang: Maktabah Toha Putera,tth),juz ii,hlm.56.
[7]
Ibrahim al-Baijuri,op.cit.,hlm.433-434.
[8]
Jalaluddin al-Mahalli ,loc.cit.
Lihat juga Sunan al-Tirmidzi, hadis no:720.
[ 720 ] حدثنا علي بن حجر
حدثنا عيسى بن يونس عن هشام بن حسان عن محمد بن سيرين عن أبي هريرة أن النبي صلى
الله عليه وسلم قال من ذرعه القيء فليس عليه قضاء ومن استقاء عمدا فليقض قال وفي
الباب عن أبي الدرداء وثوبان وفضالة بن عبيد قال أبو عيسى حديث أبي هريرة حديث حسن
غريب لا نعرفه من حديث هشام عن بن سيرين عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم
إلا من حديث عيسى بن يونس وقال محمد لا أراه محفوظا قال أبو عيسى وقد روى هذا
الحديث من غير وجه عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم ولا يصح إسناده وقد
روي عن أبي الدرداء وثوبان وفضالة بن عبيد أن النبي صلى الله عليه وسلم قاء فافطر
وإنما معنى هذا أن النبي صلى الله عليه وسلم كان صائما متطوعا فقاء فضعف فأفطر
لذلك هكذا روي في بعض الحديث مفسرا والعمل عند أهل العلم على حديث أبي هريرة عن
النبي صلى الله عليه وسلم أن الصائم إذا ذرعه القيء فلا قضاء عليه وإذا استقاء
عمدا فليقض وبه يقول سفيان الثوري والشافعي وأحمد وإسحاق
Lihat juga Shahih Bukhari, hadis
no: 1835.
1835 - حدثنا عثمان بن أبي شيبة: حدثنا جرير، عن منصور، عن الزهري، عن حميد
بن عبد الرحمن، عن أبي هريرة رضي الله عنه:
جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه
وسلم فقال: إن الآخر وقع على امرأته في رمضان. فقال: (أتجد ما تحرر رقبة). قال:
لا. قال: (فتستطيع أن تصوم شهرين متتابعين). قال: لا. قال: (أفتجد ما تطعم به ستين
مسكينا). قال: لا. قال: فأتي النبي صلى الله عليه وسلم بعرق فيه تمر، وهو الزبيل،
قال: (أطعم هذا عنك). قال: على أحوج منا، ما بين لابتيها أهل بيت أحوج منا. قال:
(فأطعمه أهلك).
Lihat juga Shahih Bukhari, hadis no:
1827.
1827 -
حدثنا محمد بن المثنى: حدثنا يحيى، عن هشام قال: أخبرني أبي، عن عائشة، عن النبي
صلى الله عليه وسلم (ح). وحدثنا عبد الله ابن مسلمة، عن مالك، عن هشام، عن أبيه،
عن عائشة رضي الله عنها قالت: إن كان رسول الله صلى الله عليه وسلم ليقبل بعض
أزواجه وهو صائم، ثم ضحكت.
[14] Abu Bakar Syatha,op.cit.,hlm.256.
[15]
Ibrahim al-Baijuri,op.cit.,hlm.435.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan