Ahad, 23 Jun 2013

Fardhu-Fardhu Puasa



Fardhu-Fardhu Puasa

1)      Niat dalam hati pada setiap malam bulan Ramadhan, tidak di syaratkan untuk melafazkannya, tetapi sunnah. Niat harus di lakukan pada setiap malam Ramadhan, maka tidak cukup apabila dilakukan satu kali dalam sebulan penuh.
Apabila niat puasa pada malam pertama bulan Ramadhan untuk puasa sebulan penuh maka, niat yang sah adalah hanya satu hari. Walaupun demikian , niat untuk puasa satu bulan pada malam pertama bulan Ramadhan ,sebaiknya tetap di lakukan dengan mengikuti Imam Malik yang tidak mengharuskan niat setiap malam hari, atau Imam Abu Hanifah yang membolehkan niat pada siang hari ketika lupa niat pada malam harinya. Dengan demikian jika suatu hari lupa tidak niat pada malam hari, maka sudah sah dengan niat tadi (satu kali dalam sebulan penuh).[1]
Perlu di ketahui bahwa dalam masalah niat puasa Ramadhan mempunyai syarat-syarat yang perlu di perhatikan :
a.       Harus dilaksanakan pada malam hari (تبييت) , (di inepake jawa – red), mulai antara terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar shadiq, baik di lakukan pada awal, tengah maupun akhir, menurut qaul yang mu’tamad.
Permasalahan apabila ada sesorang yang ragu-ragu sewaktu niat, apakah di lakukan sebelum keluar fajar atau sesudahnya?, maka niatnya tidak sah, berbeda ketika seseorang niat kemudian ragu-ragu apakah niatnya dilakukan sebelum keluar fajar atau ataukah belum keluar fajar ?, maka hukumnya tetap sah.[2]
b.      Menjelaskan (menentukan) hukum fardhu puasa yang di lakukan semisal  Ramadhan”. رمضان)). Ringkasnya lafadz niat puasa, dan hukumnya sah adalah :  نويت صوم رمضان
Niat puasa tanpa menyebutkan kata “fardhu” (فرض)  itu di dihukumi sah, dengan alasan puasa Ramadhan yang di kerjakan oleh seseorang yang baligh itu sudah pasti hukumnya adalah fardhu, hal ini menurut qaul yang mu’tamad sebagaimana yang di shahihkan oleh an-Nawawi dalam kitab al-Majmu’Syarh al-Muhadzdzab-nya dengan mengikuti pendapat mayoritas ulama.[3]  Sedangkan kata “Ghadin” ( غد) itu juga tidak wajib untuk di sebutkan, karena kata tersebut pada kenyataanya sudah masuk dalam kategori tabyit (di lakukan pada malam hari).[4]
Jadi contoh lengkapnya niat adalah :
نويت صوم غد عن اداء فرض رمضان هده السنة لله تعالى[5]
2)      Menahan diri untuk tidak makan dan minum walaupun sedikit, jika seseorang makan atau minum karena lupa, maka puasanya tetap sah.[6]
Diantara sebagian banyak hadis shahih yang menjelaskan hal ini adalah  hadis riwayat Bukhari :
1831 - حدثنا عبدان: أخبرنا يزيد بن زريع: حدثنا هشام: حدثنا ابن سيرين، عن أبي هريرة رضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إذا نسي فأكل وشرب فليتم صومه، فإنما أطعمه الله وسقاه [7]
Artinya:
Telah menceritkan kepada kami Abdani,telah menghabarkan kepada kami Yazid bin Zari’, telah menceritkan kepada kami Hisyam, telah menceritakan kepada kami Ibn Sirin, dari Abu Hurairah  ra, dari Nabi Muhammad SAW telah bersabda :”Barang siapa lupa bahwa ia puasa kemudian ia makan atau minum, maka hendaklah disempurnakannya puasanya, sesungguhnya Allah SWT yang memberikan makan dan minum”.
Demikian pula tetap sah puasanya, jika karena bodoh atau tidak tahu bahwa makan dan minum itu dapat membatalkan puasa, dengan catatan ia adalah orang yang baru masuk Islam atau ia adalah jauh dari ulama.[8]
3)      Tidak melakukan hubungan badan (jima’) dengan unsur penyengajaan walaupun tidak sampai keluar mani, namun jika melakukannya karena lupa ,maka tetap sah, seperti halnya  makan yang dilakukan karena lupa sewaktu puasa.
4)      Tidak sengaja untuk muntah, dan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa.[9]

DAFTAR PUSTAKA
Al-Baijuri, Ibrahim, Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Ibni Qasim al-Ghazi, Baerut: Dar al-Fikr, 1994.
Al-  Bukhari ,Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il, Shahih Bukhari, Semarang: Toha Putera,[tth] / Maktabah Syamilah
Syatha, Abu Bakar, I’anah at-Thalibin,  Beirut: Dar al-Fikr,1993.



[1]Abu Bakar Syatha,  I’anah at-Thalibin, (Beirut: Dar al-Fikr,1993),juz ii,hlm.249.
[2] Ibid,,hlm.250.
[3] Ibid,hlm. 252.
[4] Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Ibni Qasim al-Ghazi, (Baerut: Dar al-Fikr, 1994),hlm.430.
[5] Abu Bakar Syatha ,loc.cit
[6] Ibrahim al-Baijuri,loc.cit
[7] Abu ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari ,op.cit..hlm.40/hadis no:1831.
[8] Ibrahim al-Baijuri,opc.cit.,hlm.431.
[9] Ibid,hlm.290.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan