ONTOLOGI ILMU SAINS
I.
PENDAHULUAN
Jaman dulu orang cukup bisa hidup
dengan pengetahuan langsung atau pengetahuan sehari-hari. Sekarang dan masa
yang akan datang, manusia hanya akan bisa hidup dan mengembangkan kehidupannya
dengan ilmu pengetahuan praktis yang mampu menciptakan teknologi mutakhir yang
tepat guna (dengan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam
ilmu pengetahuan teoritis murni dan filsafat). Dengan demikian ilmu pengetahuan
praktis semakin memberikan sifat khusus kepada manusia dewasa ini.[1]
Beranjak
dari pengetahuan itulah ,secara garis
besar bahwa filsafat memiliki tiga cabang yakni pengetahuan teori hakikat
(ontologi), sumber dan bagaimana memperoleh pengetahuan (epistemologi) dan
teori nilai atau kegunaan dari pengetahuan itu atau disebut aksiologi.
Dalam persoalan ontologi orang
menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada
ini ?? pertama kali orang dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang
pertama ,kenyataan yang berupa materi (kebenaran) dan yang kedua yang berupa
rohani (kejiwaan).[2]
Harapan penulis, mudah-mudahan
makalah ini dapat menguak tentang apa yang terkandung dalam pembahasan ontologi
ilmu (sains) atau hakikat dari ilmu itu sendiri.
II.
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ONTOLOGI
Ontologi adalah penjelasan tentang keberadaan atau
eksistensi yang mempermasalahkan akar-akar (akar yang paling mendasar tentang
apa yang disebut dengan ilmu pengetahuan itu). Jadi dalam ontologi yang
dipermasalahkan adalah akar-akarnya hingga sampai menjadi ilmu
(Suriasumantri,1993)[3]
Awal mula alam pikiran Yunani telah
menunjukan munculnya perenungan di bidang ontologi. Yang tertua diantara
segenap filsafat Yunani yang kita kenal adalah Thales. Atas
perenungannya terhadap air merupakan subtansi terdalam yang merupakan asal mula
dari segala sesuatu.[4]
Pembahasan ontologi mencakup hakikat
segala yang ada (al-mujudat). Dalam dunia filsafat “yang mungkin ada” termasuk
dalam pengertian “yang ada”. Dengan kata lain, “yang mungkin ada” merupakan
salah satu jenis “yang ada” dan tidak dapat dimasukan ke dalam kelompok “yang
tiada”, dalam arti tidak ada atau dalam bahasa lain “mustahil ada”.[5]
Bidang pembicaraan teori hakikat luas
sekali, segala yang ada dan yang mungkin ada ,yang boleh juga mencakup
pengetahuan dan nilai (yang dicarinya ialah hakikat pengetahuan dan hakikat
nilai). Nama lain untuk teori hakikat ialah teori keadaan (Langeveld).
Apa itu hakikat ? Hakikat ialah
realitas ; ralitas ialah ke-real-an; “real” artinya kenyataan yang sebenarnya
sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu, bukan keadaan yang
berubah, lihatlah pengandaian ini. Pada hakikatnya pemerintahan demokrasi
menghadapi pendapat rakyat. Mungkin orang pernah menyaksikan pemerintahan itu
melakukan tindakan sewenang-wenang, tidak menghargai pendapat rakyat . Itu
hanyalah keadaan sementara, bukan hakiki ,yang hakiki pemerintahan itu
demokratis. Kita melihat suatu objek fatamorgana. Apakah real atau tidak ?
Tidak. Fatamorgana itu bukan hakikat, atau hakikat fatamorgana ialah tidak ada
itu, itulah dua contoh.[6]
Pada saat ilmu mulai
berkembang pada tahap ontologis ini, manusia berpendapat bahwa hukum-hukum
tertentu yang terlepas dari kekuasaan mistis, yang menguasai gejala-gejala
empiris. Dalam tahap ontologis ini manusia mulai mengambil jarak dari obyek
sekitar, tidak seperti yang terjadi dalam dunia mistis, dimana semua obyek
berada dalam kemestaan yang bersifat difus dan tidak jelas
batas-batasnya. Manusia mulai memberikan batas-batas yang jelas kepada obyek
kehidupan tertentu yang terpisah dengan eksistensi manusia sebagai subyek yang
mengamati dan yang menelaah obyek tersebut. Dalam menghadapi masalah tertentu,
dalam tahap ontologis manusia mulai menentukan batas-batas eksistensi masalah
tersebut, yang memungkinkan manusia mengenal wujud masalah itu, untuk kemudian
menelaah dan mencari pemecahan jawabannya.
Agama berbeda dengan ilmu,
mempermasalahkan pula obyek-obyek yang berada di luar pengalaman manusia, baik
sebelum manusia ini berada dimuka bumi sebagaimana manusia di ciptakan maupun
sesudah kematian manusia, seperti yang terjadi setelah adanya kebangkitan
kembali. Perbedaan antar lingkup permasalahkan yang dihadapi juga menyebabkan
perbedaan metode antara lingkup permasalahan yang dihadapi juga menyebabkan
perbedaan metode.
Ini harus diketahui dengan benar untuk
dapat menempatkan ilmu dan agama dalam perspektif yang sesungguhnya. Tanpa
mengetahui hal ini maka mudah sekali kita terjatuh dalam kebingungan. Padahal
dengan menguasai hakikat ilmu dan agama secara baik, akan memungkinkan
pengetahuan berkembang lebih sempurna, karena kedua pengetahuan itu justru
saling melengkapi. Pada satu pihak agama akan memberikan landasan moral bagi
aksiologi keilmuan, sedangkan di pihak lain ilmu akan memperdalam keyakinan
beragama.[7]
B.
TENTANG
ONTOLOGI ILMU
Untuk memberi pemahaman yang lebih lengkap,
maka kita cermati lebih awal dari aspek bahasa terlebih dahulu. Karena dengan
bahasalah kita lebih banyak mendevinisikan atau memaknai sesuatu atau kejadian
tertentu. Menurut bahasa (Yunani),on atau ontos berarti ada,
sedangkan logos berarti ilmu ,ontologi berarti ilmu tentang yang ada. Menurut
istilah ,ontologi ialah ilmu tentang hakikat yang ada, sebagai ultimate
realitiy baik yang bersifat jasmani?kongrit maupun rohani /abstrak.
Dalam cakupan filsafat ilmu, ontologi ilmu
membicarakan hal-hal yang mendasar, yakni tentang hakikat ilmu, yaitu apa-apa
saja yang di telaah oleh ilmu, bagaimana atau seperti apa wujud hakiki dari
obyek tersebut dengan daya tangkap manusia (seperti; berpikir, merasa,
mengindera, dan tentunya berkaitan dengan mengingat), dan struktur ilmu.[8]
Menurut
penulis ,sebelum mengetahui tentang hakikat dan struktur dalam ilmu, perlu
diketahui terlebih dahulu pengertian ilmu atau sains.
Pengertian Ilmu
Ilmu
berasal dari bahasa Arab, ‘alama. Arti dasar dari kata ini adalah
pengetahuan. Penggunaan kata ilmu dalam proposisi bahasa Indonesia sering
disejajarkan dengan kata science dalam bahasa Inggris. Kata science
itu sendiri memang bukan bahasa asli Inggris, tetapi merupakan serapan dari
bahasa latin,Scio, scire yang arti dasarnya pengetahuan. Ada juga
yang menyebutkan bahwa science berasal dari kata scientia yang
berarti pengetahuan. Scientia bersumber dari bahasa latin Scire yang artinya mengetahui.
Terlepas dari berbagai perbedaan asal kata, tetapi jika benar ilmu disejajarkan
dengan kata science dalam bahasa Inggris, maka pengertiannya adalah pengetahuan.
Pengetahuan yang di pakai dalam bahasa Indonesia, kata dasarnya adalah “tahu”.
Secara umum pengertian dari kata “tahu” ini menandakan adanya suatu pengetahuan
yang didasarkan atas pengalaman dan pemahaman tertentu yang dimiliki oleh
seseorang.
Pendapat yang sama diungkapkan M. Quraisy
Shihab. Ia berpendapat bahwa ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘ilm. Arti
dasar dari kata ini adalah kejelasan. Karena itu, segala bentuk kata yang
terambil dari kata ‘ilm seperti kata ‘alm (bendera), ‘ulmat
(bibir sumbing), ‘alam (gunung-gunung) dan ‘alamat mengandung
objek pengetahuan. Ilmu dengan demikian dapat diartikan sebagai pengetahuan
yang jelas tentang sesuatu.
Penjelasan
diatas juga menyiratkan bahwa hakikat ilmu bersifat koherensi sistematik.
Artinya, ilmu sedikit berbeda dengan pengetahuan . ilmu tidak memerlukan
kepastian kepingan-kepingan pengetahuan berdasarkan satu putusan tersendiri,
ilmu justru menandakan adanya satu keseluruhan ide yang mengacu kepada objek
atau alam objek yang sama saling berkaitan secara logis. Setiap ilmu bersumber
didalam kesatuan objeknya. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan
dengan penalaran masing-masing orang. Ilmu akan memuat sendiri
hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang sepenuhnya belum dimantapkan. Oleh
karena itu, ilmu membutuhkan metodologi , sebab dan kaitan logis. Ilmu
membutuhkan metodologi, sebab dan kaitan logis. Ilmu menuntut pengamatan dan
kerangka berpikir metodik serta tertata rapi. Alat bantu metodologis yang
penting dalam konteks ilmu adalah terminologi ilmiah.[9]
Rasional dan Empiris Ilmu
Masalah rasional dan empiris inilah
yang akan dibahas. Pertama, masalah rasional. Dalam sains, pernyataan
atau hipotesis yang dibuat haruslah berdasarkan rasio. Misalnya hipotesis yang
dibuat adalah “makan telur ayam berpengaruh positif terhadap kesehatan”.
Hal ini berdasarkan rasio : untuk sehat diperlukan gizi, telur ayam banyak
mengandung nilai gizi, karena itu, logis bila semakin banyak makan telur ayam
akan semakin sehat. Hipotesis ini belum diuji kebenarannya, kebenarannya
barulah dugaan,tetapi hipotesis itu telah mencukupi syarat dari segi
kerasionalannya. Kata “rasional” di sini menunjukkan adanya hubungan
pengaruh atau hubungan sebab akibat.
Kedua, masalah
empiris. Hipotesis yang dibuat tadi diuji (kebenarannya) mengikuti prosedur
metode ilmiah. Untuk menguji hipotesis
ini digunakan metode eksperimen, misalnya pada contoh hipotesis di atas,
pengujiannya adalah dengan cara mengambil satu kelompok sebagai sampel, yang
diberi makan telur ayam secara teratur
selama enam bulan, sebagai kelompok eksperimen. Demikian juga, mengambil satu
kelompok yang lain, yang tidak boleh makan telur ayam selama enam bulan,
sebagai kelompok kontrol. Setelah enam bulan, kesehatan kedua kelompok diamati.
Hasilnya, kelompok yang teratur makan
telur ayam rata-rata lebih sehat. Setelah terbukti (sebaiknya eksperimen
dilakukan berkali-kali), maka hipotesis yang dibuat tadi berubah menjadi teori.
Teori ”makan telur ayam berpengaruh terhadap kesehatan” adalah teori
yang rasional - empiris. Teori seperti ini disebut sebagai teori ilmiah (scientific
theory).
Cara kerja dalam memperoleh teori
tadi adalah cara kerja metode ilmiah. Rumus baku metode ilmiah adalah : logico
- hypotheticom - verificatif (buktikan bahwa itu logis - tarik hipotesis -
ajukan bukti empiris). Pada dasarnya cara kerja sains adalah kerja mencari
hubungan sebab akibat, atau mencari pengaruh sesuatu terhadap yang lain. Asumsi
dasar sains ialah tidak ada kejadian tanpa sebab. Asumsi ini benar bila sebab
akibat itu memiliki hubungan rasional.[10]
Selain itu, ilmu pada dasarnya bebas
nilai, artinya ilmu hanya memberi nilai benar atau salah terhadap sesuatu.
Tidak pernah ilmu memberi nilai baik atau buruk, halal atau haram,sopan atau
tidak sopan, indah atau tidak indah, perlu atau tidak perlu. Oleh pakar atau
pengguna ilmu itulah kemudian sering berubah fungsi penilaiannya, jadi bukan
oleh ilmu itu sendiri. Bahkan pada perkembangannya kita sering mendengar
istilah, disamping rumpun sesuai dengan bidang kajian, adanya rumpun ilmu hitam
yang penggunaanya untuk membantu niat tidak baik. Putih atau menjadi hitam
tentu lebih dikarenakan oleh orang-orang yang menggunakan atas penguasaan ilmu
tersebut. Atau pihak lain yang merasa terkenakan oleh penggunaan ilmu tersebut.[11]
Struktur Ilmu
Pada
awalnya ilmu tidak terpisah dengan filsafat, namun pada perkembangannya ilmu
memisahkan diri dari filsafat, artinya bahwa filsafatlah sumber dari segala
ilmu. Itulah sebabnya para filosuf biasanya menguasai berbagai ilmu. Mereka
biasanya juga ahli dalam bidang fisika, astronomi, politik, bahasa, pendidikan
dan sebagainya.
Perkembangan
filsafat dan tentu sekaligus pengetahuan memerlukan wadah kekhususan dari
berbagai keahlian, maka munculah berbagai cabang filsafat dan sekaligus
spesifik, dan bergantian dari filsafat. Maka terbentuklah struktur ilmu-ilmu
yang terus berkembang sesuai dengan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh para ahli dan para peneliti. Selepas dari filsafat, ilmu secara garis
besar dibagi menjadi dua, yakni ilmu kealaman dan ilmu sosial.
1. Ilmu Alam
- Fisika : (Ilmu murni) :mekanika,
hirodinamika, bunyi, cahaya, nuklir. (Ilmu terapan) : mekanika teknik, desain kapal,
teknik industri dsb.
- Kimia, Astronomi, Ilmu bumi, Ilmu
hayat
2. Ilmu Sosial
- Antropologi : Linguistik, arkeologi,
entologi.
- Sosiologi, Psikologi dsb
Jika kita telusuri lebih lanjut
sebagai salah satu contoh struktur berikutnya ,misalnya psikologi, maka akan
kita dapatkan ikhtisar berikut :
Psikologi
-Teoritis :
a. Umum : Meneliti dan menerangkan aktifitas kejiwaan
manusia dewasa, normal, dan bersifat pada umumnya.
b. Khusus : Mengkaji dan mengurai
gejala manusia yang bersifat khusus : 1).Psikologi perkembangan. 2).Psikologi
sosial. 3).Psikologi kepribadian. 4).Psikologi abnormal. 5).Psikologi wanita,
dsb.
-Praktis : Mempelajari tentang
kejiwaan manusia untuk dipergunakan dalam praktek kehidupan sehari-hari :
1).Psikodiagnostik. 2).Psikologi sosial. 3). Psikologi industri. 4).Psikologi
kriminal. 5).Psikologi keperawatan, dsb.
Di
tinjau dari sumbernya maka ilmu di golongkan atau dikategorikan ilmu yang
berasal dari Tuhan langsung maupun melalui perantaraan malaikat kepada para
Nabi dab Rasul dalam bentuk wahyu, dan ilmu yang dihasilkan oleh kreatifitas
manusia melalui penalarannya tentang alam dan manusia ,bahkan tentang Tuhannya.
Selain
itu ,kemudian dapat dibedakan lagi menjadi ilmu teoritis (berbentuk hipotesis)
dan ilmu praktis yakni sebagai implementasi dari ilmu teoritis.
Selanjutnya
masing-masing ilmu pengretahuan memiliki body of knowledge yang
menggambarkan struktur dari ilmu yang bersangkutan, yakni dari hal-hal yang
bersifat hakikat sampai kepada detail penjabarannya.[12]
Analisis Ontologi Ilmu Sains
Dari
penjelasan diatas dengan mengambil beberapa sumber buku tentang ontologi
ilmu,maka penulis menganalisa bahwa sains pada hakikatnya ilmu yang bersifat
rasional-empiris atau teori ilmiah yang dapat dibuktikan dengan pertautannya
antara sebab dan akibat, jadi sains penyelidikannya melalui riset. oleh karena
rasional-empiris tersebut maka struktur sains,secara garis besar terbagi menjadi dua, yakni ilmu tentang
kealaman dan ilmu tentang sosial.
III.
KESIMPULAN
Menurut
bahasa (Yunani),on atau ontos berarti ada, sedangkan logos berarti
ilmu ,ontologi berarti ilmu tentang yang ada. Menurut istilah ,ontologi ialah
ilmu tentang hakikat yang ada, sebagai ultimate realitiy baik yang
bersifat jasmani?kongrit maupun rohani /abstrak.
jika
benar ilmu disejajarkan dengan kata science dalam bahasa Inggris, maka
pengertiannya adalah pengetahuan. Pengetahuan yang di pakai dalam bahasa
Indonesia, kata dasarnya adalah “tahu”. Secara umum pengertian dari kata “tahu”
ini menandakan adanya suatu pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman dan pemahaman
tertentu yang dimiliki oleh seseorang.
Ilmu pada hakikatnya merupakan
kumpulan teori yang disusun secara sistematis, yakni teori yang rasional
empiris. Adapun yang dimaksud disini adalah teori ilmiah,yang di dapat
dengan menggunakan metode ilmiah. Rumusan baku metode ilmiah ialah
:logico-hiphothetico-verifcatif,
tunjukkan logis-ajukan
hipotesis-buktikan empirisnya. filsafatlah sumber dari segala ilmu. Itulah
sebabnya para filosuf biasanya menguasai berbagai ilmu. Mereka biasanya juga
ahli dalam bidang fisika, astronomi, politik, bahasa, pendidikan dan
sebagainya.
IV.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar,
Amsal Filsafat Ilmu, Jakarta :PT
RajaGrafindo Persada, 2004.
http://www.masbied.com/2009/10/31/332/
Maifur, Filsafat Ilmu, Bandung: CV.Bintang WarliArtika, 2008.
Riyanto, Waryani Fajar, Filsafat Ilmu Integral
[FIT},Yogyakarta:2012.
Soetriono & SRDm Rita Hanafie, Filsafat
Ilmu dan Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Andi,2007.
Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum
, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2004.
Zar, Sirajuddin ,Filsafat Islam ,Jakarta:
PT.RajaGrafindo ,2004.
[1]
Soetriono & SRDm Rita
Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian (Yogyakarta: Andi,2007),hlm.12.
[2] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu
(Jakarta :PT RajaGrafindo Persada,2004),hlm.131.
[3]
Soetriono & SRDm Rita
Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian (Yogyakarta: Andi,2007),hlm.61.
[4] Amsal Bakhtiar, loc.cit
[5] Sirajuddin Zar, Filsafat
Islam (Jakarta: PT.RajaGrafindo ,2004),hlm.7.
[6] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum
(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2004),hlm.28.
[7] Soetriono & SRDm Rita
Hanafie, op.cit.,hlm.62.
[8] Maifur, Filsafat Ilmu,(Bandung:
CV.Bintang WarliArtika,2008),hlm.65.
[9]
Waryani Fajar Riyanto, Filsafat
Ilmu Integral [FIT},(Yogyakarta:2012), hlm.203-204.
[10] Maifur,op.cit.,hlm.65-66.
[11]
Maifur,op.cit.,hlm.
66.
[12] Ibid,hlm.67-68
Tiada ulasan:
Catat Ulasan