PEMIKIRAN
TRADISIONALISME DALAM PENDIDIKAN
I.
PENDAHULUAN
Filsafat yang dijadikan pandangan
hidup oleh masyarakat atau bangsa merupakan asas dan pedoman yang melandasi
semua aspek hidup dan kehidupan bangsa termasuk aspek pendidikan. Filsafat
pendidikan yang dikembangkan harus berdasarkan filsafat yang di anut oleh suatu
bangsa. Sedangkan pendidikan merupakan suatu cara atau mekanisme dalam
menanamkan dan mewariskan nilai-nilai filsafat itu sendiri.
Pendidikan sebagai suatu lembaga
berfungsi menanamkan dan mewariskan sistem-sistem norma tingkah laku yang di
dasarkan pada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan
pendidik dalam suatu masyarakat.[1]
Dalam filsafat terdapat berbagai aliran, seperti progresivisme ,esensialisme,
perenialisme dan rekontruksionisme dan lainnya.karena filsafat pendidikan
merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat memiliki berbagai macam
aliran, maka dalam filsafat pendidikan akan kita temukan juga bermacam aliran.[2]
Pada makalah ini dibahas tentang
aliran pemikiran perenialisme dan esensialisme, yang dalam
konteks pemikiran pendidikan Islam terwakili oleh aliran tradisionalisme.
II.
PEMBAHASAN
A.
Tentang
Tradisionalisme
Tradisionalisme
berasal dari kata latin tradere yang artinya menyerahkan, memberikan,
meninggalkan. Dari kata ini
terbentuk kata benda traditio yang berarti penyerahan, pemberian,
peninggalan, warisan tradisi Kata traditio inilah yang menjadi asal istilah tradisionalisme.
Tradisionalisme adalah ajaran yang mementingkan tradisi yang diterima dari
generasi-generasi sebelumnya sebagai pegangan hidup. Tradisi dapat berasal dari
praktek hidup yang sudah berjalan lama, ini disebut tradisi kultural. Dapat
pula berasal dari keyakinan keagamaan yang berpangkal pada wahyu ini disebut
tradisi keagamaan.
Sebagai
aliran etis, tradisionalisme dapat berpegang pada tradisi budaya atau
kultural yang ada dalam masyarakat sebagai warisan nenek moyang, atau pada
tradisi keagamaan yang bersumber pada wahyu keagamaan. Tradisi etis itu
tampak juga dalam bahasa, seperti petuah, nasihat, pepatah, norma dan prinsip,
dalam perilaku, seperti cara hidup, bergaul, bekerja, dan berbuat, serta dalam
pandangan dan sikap hidup secara keseluruhan. Bentuk bahasa, perilaku,
pandangan, dan sikap hidup merupakan tempat menyimpan nilai-nilai etis ,wahana
pengungkapan, dan sarana mewujudkannya.[3]
Filsafat pendidikan merupakan ilmu yang
tergolong relatif masih baru. bidang ini baru berkembang pesat pada awal abad
ke 20 meskipun dasar-dasarnya telah ada sejak zaman Yunani. Filsafat pendidikan
muncul dalam rangka memecahkan berbagai problematika yang ada khususnya dalam
bidang pendidikan. Ada beberapa aliran dalam filsafat pendidikan yang terbagi
menjadi dua kelompok yaitu tradisional dan kontemporer. Yang
termasuk dalam kelompok tradisional adalah perenialisme dan esensialisme.
Sedangkan yang termasuk dalam kelompok kontemporer adalah progresivisme,
rekonstruksionisme, dan existensialisme.[4]
Sebelum
mengetahui lebih lanjut tentang pemikiran tradisionalisme dalam pendidikan ,penulis
ketengahkan terlebih dahulu aliran perenialisme dan esensialisme
dalam filsafat pendidikan, karena pemikiran tradisionalisme lebih dekat atau
terwakili oleh perenialisme dan
esensialisme, berikut ini penjelasannya :
B.
Aliran
Filsafat Pendidikan
Perenialisme
Aliran
ini dianggap sebagai “regresive road to culturer” yakni jalan kembali ,
mundur kepada kebudayaan masa lampau. Perenialisme menghadapi kenyataan dalam
kebudayaan manusia sekarang, sebagai satu krisis kebudayaan dalam kehidupan
manusia modern. Untuk menghadapi situasi krisis itu, perenialisme memberikan pemecahan
dengan jalan “kembali kepada kebudayaan masa lampau” kebudayaan yang di anggap
ideal.[5]
Dalam
pengertian yang lain, Perenialisme memandang tradisi sebagai prinsip-prinsip
yang abadi yang terus mengalir sepanjang sejarah umat manusia, karena ia adalah
anugerah Tuhan pada semua manusia dan merupakan hakikat insaniah manusia. [6]
Perenialisme
melihat zaman sekarang sedang mengalami krisis kebudayaan karena kekacauan,
kebingungan dan kesimpangsiuran. Dalam rangka mengatasi gangguan kebudayaan ini
maka diperlukan usaha untuk menemukan dan mengamankan lingkungan
sosio-kultural, intelektual, dan moral. Dan ini menjadi tugas filsafat dan
filsafat pendidikan. Regresif, merupakan salah satu langkah yang
ditempuh untuk mengatasi masalah ini. Regresif meruapakan kembalinya
kepada prinsip umum yang ideal yang dijadikan dasar untuk bertingkah pada zaman
kuno dan abad pertengahan.[7]
Aliran
ini memandang pendidikan bukan sebagai imitasi kehidupan, namun merupakan suatu
upaya untuk mempersiapakan kehidupan. Sekolah tidak akan pernah menjadi situasi
yang riil. Anak hanya menyusun dan merancang di mana ia belajar dengan
prestasi-prestasi warisan budaya masa lalu. Tugas seorang anak didik adalah
belajar dan merealisasikan nilai-nilai yang telah diwariskan oleh leluhur dan
bila memungkinkan untuk meningkatkan prestasi yang dimiliki melalui usaha
sendiri.[8]
Prinsip dasar pendidikan aliran ini
adalah membantu anak didik menemukan dan menginternalisasi kebenaran abadi,
karena kebenarannya mengandung sifat universal dan tetap. Aliran ini meyakini
bahwa pendidikan merupakan alat transfer ilmu pengetahuan tentang kebenaran
abadi. Pengetahuan adalah suatu kebenaran dan kebenaran selamanya memiliki
kesamaan. Aliran ini menilai belajar itu untuk berfikir.[9]
Esensialisme
Aliran esensialisme
merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang
telah ada sejak awal peadaban umat manusia.[10]
Aliran esensialisme merupakan aliran yang ingin kembali kepada
kebudayaan-kebudayaan lama warisan sejarah yang telah membuktikan
kebaikan-kebaikannya bagi kehidupan manusia (Muhammad Noor Syam, 1988:260).
Esensialisme didasari atas pandangan humanisme serba ilmiah dan materialiistik
,selain itu juga diwarnai oleh pandangan-pandangan dari penganut aliran
idealisme dan realisme (Zuhairini,, 1995, 25).[11]
Aliran esensialisme merupakan aliran
filsafat pendidikan yang menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan
lama, karena kebudayaan lama dipandang telah melakukan banyak kebaikan untuk
manusia. Kebudayaan lama ini telah ada sejak masa Renaissance dan tumbuh
berkembang. Kebudayaan lama melakukan usaha untuk menghidupkan kembali ilmu
pengetahuan, kebudayaan, dan kesenian zaman Yunani dan Romawi kuno. Aliran ini
merupakan gabungan antara ide filsafat idealisme dan realisme.[12]
Diantara prinsip-prinsip pendidikan
menurut aliran esensialisme adalah :
a.
Belajar pada
dasarnya melibatkan kerja keras dan kadang-kadang dapat menimbulkan keseganan
dan menekankan pentingnya prinsip disiplin.
b.
Inisiatif dalam
pendidikan harus ditekankan pada pendidik (guru) bukan pada anak.
c.
Inti dari proses
pendidikan adalah asimilasi dari subyek materi yang telah ditentukan. Kurikulum
diorganisasikan dan direncanakan dengan pasti oleh guru.
d.
Sekolah harus
mempertahankan metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental.
e.
Tujuan akhir
dari pendidikan ialah untuk meningkatkan kesejahteraan umum, karena dianggap
merupakan tuntunan demokrasi yang nyata.(Uyoh Sadullah,2003:163-164 dan
Burhanuddin Salam,1997:58-59).[13]
Bertolak dari penjelasan tersebut
,maka selanjutnya penulis sampaikan model pemikiran (filosofios) pendidikan
Islam, dimana pemikiran tradisionalisme ternyata lebih dekat atau terwakili
oleh perenialisme dan esensialisme.
Berikut ini penjelasannya :
C.
Keterkaitan
Tradisionalisme Dengan Perenialisme dan Esensialisme
Menurut Muhaimin, pengembangan
pemikiran (filosofis) pendidikan Islam juga dapat dicermati dari pola pemikiran
Islam yang berkembang di belahan dunia Islam pada periode modern ini, terutama
dalam menjawab tantangan dan perubahan zaman serta era modernitas. Sehubungan
dengan itu, Abdullah (1996) mencermati adanya empat model pemikiran keislaman
,yaitu : 1) Model Tekstual Salafi; 2) Model Tradisional Mazhabi; 3) Model
Modernis; dan 4) Model Neo-Modernis.[14]
Dalam makalah ini penulis hanya
menjelaskan model Tekstual Salafi dan model Tradisional Mazhabi yang terkait
dengan pemikiran tradisionalisme.
Tekstualis Salafi
Aliran ini berusaha untuk memahami
ajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam al-Quran dan al-Sunnah
dan melepaskan diri dari atau kurang memperhatikan konteks dinamika pergumulan
masyarakat muslim yang mengitarinya baik pada era klasik ataupun modern.
Masyarakat yang diidam-idamkan adalah masyarakat salaf di era nabi Muhammad
saw. dan para sahabatnya. Landasan pemikiran aliran ini hanya ada dua yaitu
al-Quran dan al-Sunnah dan tanpa menggunakan pendekatan keilmuan yang lain. Dalam menjawab berbagai tantangan zaman, aliran ini hanya
menggunakan al-Quran dan al-Sunnah. Ini menunjukkan bahwa aliran ini lebih
bersikap regresif dan konservatif.[15]
Jika kita lihat kepada pemikiran
filsafat pendidikan, ada dua tipe yang lebih dekat dengan aliran tekstualis
salafi, yaitu aliran pendidikan yang termasuk dalam kategori tradisional
(perenialisme dan esensialisme). Perenialisme menghendaki kembalinya
kepada jiwa yang menguasai abad pertengahan, sedangkan tekstualis salafi
menghendaki agar kembali ke masyarakat salaf (era Nabi dan sahabat). Namun
intinya, kedua aliran ini sama-sama regresif. Adapun esensialisme
menghendaki pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang tinggi, yang
hakiki kedudukannya dalam kebudayaan, dan nilai-nilai ini sampai kepada manusia
tentunya telah teruji oleh waktu. Tektualis Salafi menjunjung tinggi
nilai-nilai salaf dan perlu dilestarikan keberadaannya, karena masyarakat salaf
dipandang sebagai masyarakat yang ideal.
Dalam konteks pemikiran filsafat
pendidikan Islam, aliran ini menyajikan kajian tentang pendidikan secara manquli,
yakni memahami atau menafsirkan nas-nas tentang pendidikan dengan nas yang
lain, atau dengan mengambil pendapat sahabat. Aliran ini berusaha membangun
konsep pendidikan Islam melalui kajian tekstual-lughawi atau berdasarkan
kaidah-kaidah bahasa Arab dalam memahami al-Quran, hadits Nabi, dan perkataan
sahabat, serta memperhatikan praktik pendidikan pada era salaf, untuk
selanjutnya berusaha mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai tersebut
hingga saat ini. Dalam bangunan pemikiran filsafat pendidikan Islam, model ini
dapat dikategorikan sebagai tipologi perenial-tekstualis salafi dan
sekaligus esensial-tekstualis salafi. Untuk menyederhanakan model ini,
maka dapat kita sebut dengan istilah perenial-esensial salafi.[16]
Tradisionalis
Madzhabi
Aliran ini berupaya memahami ajaran dan nilai mendasar yang terkandung
dalam al-Quran dan al-Sunnah melalui bantuan khazanah pemikiran Islam klasik,
namun tidak begitu memperhatikan keadaan sosio-historis masyarakat setempat di
mana ia hidup di dalamnya. Hasil pemikiran para ulama terdahulu dipandang sudah
pasti tanpa melihat sisi historisnya. Masyarakat ideal bagi aliran ini adalah
masyarakat muslim era klasik, di mana menganggap bahwa semua persoalan agama
telah dikupas tuntas oleh para ulama terdahulu. Mereka bertumpu kepada ijtihad
dalam menyelesaikan persoalan-persoalan tentang ketuhanan, kemanusiaan, dan kemasyarakatan.
Kitab kuning menjadi rujukan pokok aliran ini.
Aliran ini menonjolkan akan wataknya yang tradisional dan madzhabi.
Tradisional ditunjukkan dalam bentuk sikap, cara berpikir, dan bertindak yang
selalu berpegang teguh pada nilai, norma, dan adat kebiasaan yang telah turun
temurun dan tidak mudah terpengaruh oleh situasi sosio historis dengan
berubahnya masyarakat dan zaman. Watak madzhabi dari aliran ini diwujudkan
dalam kecenderungannya mengikuti aliran, pemahaman, atau doktrin yang dianggap sudah
relatif mapan pada masa sebelumnya.[17]
Dengan ketradisionalan dan kemadzhabannya, aliran ini dalam pengembangan
pemikiran filsafat pendidikan Islam lebih menekankan pada pemberian penjelasan
dari materi-materi pemikiran para pendahulunya tanpa adanya perubahan substansi
pemikiran pendahulunya. Pendidikan Islam dengan model ini berupaya
mempertahankan dan mewariskan nilai, tradisi, dan budaya serta praktik sistem
pendidikan terdahulu dari satu generasi ke generasi berikutnya tanpa
mempertimbangkan konteks perkembangan zaman yang dihadapinya. Melihat wataknya
yang sedemikian itu, aliran ini juga lebih dekat dengan perennialism dan
essensialism, karena wataknya yang masih regresif dan konservatif.
Aliran ini disebut tipologi perenial-esensial madzhabi.
Aliran ini membangun konsep pendidikan Islam melalui kajian terhadap
khazanah pemikiran Islam terdahulu, baik dalam hal tujuan pendidikan,
kurikulum, hubungan guru murid, metode pendidikan, sampai kepada lingkungan
pendidikan yang dirumuskan.
Berbeda dengan aliran yang pertama, aliran ini lebih menghargai hasil yang
telah diciptakan oleh pendahulunya. Karena aliran ini masih menganggap dan
menggunakan sistem pendidikan yang digunakan oleh masa sebelumnya dan hal itu
dirasa baik. Namun di sini masih ada sikap tertutup dari aliran ini yang tidak
menerima hal-hal yang baru, dan menurut hemat penulis, sikap ini yang
kurang bijak karena apapun di dunia ini selalu berubah. [18]
D.
Implikasi
Pemikiran Tradisionalisme Terhadap Pendidikan
Perenial-Esensialis Salafi
Tipologi ini menonjolkan wawasan kependidikan era salaf (era kenabian dan
sahabat). Pendidikan diorientasikan kepada penemuan dan internalisasi kebenaran
masa lalu yang dilakukan oleh anak didik, menjelaskan dan menyebarkan warisan
salaf melalui inti pengetahuan yang terakumulasi dan telah berlaku sepanjang
masa dan penting untuk diketahui semua orang.[19]
Pengembangan kurikulum ditekankan pada doktrin agama, kitab-kitab besar,
kembali kepada hal-hal yang mendasar, serta mata pelajaran kognitif yang ada
pada era salaf. Dalam kurikulum pendidikan agama Islam bidang akidah dan ibadah
khusus (shalat, puasa, zakat, haji, nikah, dan lain-lain), atau membaca
al-Quran yang dimaksudkan untuk melestarikan dan mempertahankan, serta
menyebarkan akidah dan amaliah ubudiyah yang benar sesuai dengan yang dilakukan
para salaf.
Metode
pembelajran yang dilakukan melalui ceramah dan dialog, diskusi, dan pemberian
tugas-tugas. Manajemen kelas diarahkan pada pembentukan karakter, keteraturan,
keseragaman, bersifat kaku dan terstruktur. Evaluasi menggunakan ujian-ujian
objektif terstandarisasi, dan tes kompetensi barbasis amaliah. Guru memliki
otoritas tinggi yang paham akan kebijakan dan kebenaran masa lalu dan tentunya
ahli dalam bidangnya.[20]
Perenial-Esensialis
Madzhabi
Tipologi ini menonjolkan wawasan kependidikan Islam yang tradisional
dan memiliki kecenderuangan untuk mengikuti aliran, pemahaman atau doktrin
serta pemahaman pemikiran-pemikiran masa lampau yang dianggap sudah mapan.
Pendidikan Islam berfungsi melestarikan dan mengembangkannya melalui upaya
pemberian penjelasan dan catatan-catatan dan kurang ada keberanian untuk
mengganti substansi materi pemikiran pendahulunya. Di sini pendidikan Islam
lebih dijadikan sebagai upaya untuk mempertahankan dan mewariskan nilai,
tradisi, dan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya.[21]
Pendidikan berorientasi pada upaya murid untuk menemukan dan
menginternalisasi kebenaran-kebenaran sebagai hasil interpretasi ulama pada
masa klasik. Menjelaskan dan menyebarkan warisan ajaran, nilai-nilai, dan
pemikiran para pendahulu yang dianggap mapan secara turun temurun. Pengembangan
kurikulum ditekankan pada doktrin-doktrin dan nilai agama yang tertuang dalam
karya ulama tedahulu mengenai hal-hal yang esensial serta mata pelajaran kognitif
yang ada pada masa klasik. Sama seperti aliran sebelumnya namun aliran ini
hanya memberikan penjelasan atas pemikiran pendahulunya dan dianggap
menyeleweng jika tidak sesuai dengan pendapat pendahulunya. Metode yang
digunakan adalah ceramah, dialog, perdebatan dengan tolok ukur pandangan imam
madzhab, dan pemberian tugas. Manajemen dan lain sebagainya sama dengan aliran
sebelumnya.[22]
III.
KESIMPULAN
Aliran pendidikan yang termasuk
dalam kategori pemikiran tradisionalisme
adalah (perenialisme dan esensialisme).
Dalam pemikiran filsafat pendidikan Islam disebut aliran tekstualis salafi, untuk
menyederhanakan model ini, maka dapat kita sebut dengan istilah perenial-esensial
salafi, dan tradisionalis madzhabi atau di sebut perenial-esensial
madzhabi.
IV.
DAFTAR
PUSTAKA
Djumransjah
,M, Filsafat Pendidikan, Malang: Bayumedia Publishing, 2006.
Jalaluddin,
Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan ,Jakarta; PT RajaGrafindo
Persada,2011.
Khobir,Abdul , Filsafat
Pendidikan Islam ,Pekalongan: Stain Press,2009.
Muhmidayeli, Filsafat
Pendidikan, Bandung: PT Refika Aditama, 2011.
Muhaimin,
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta; PT Grafindo
Persada, 2005.
Muhaimin,
Wacana Pengembangan Pendidikan Islam ,Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2003.
[2] Abdul Khobir,Filsafat
Pendidikan Islam (Pekalongan: Stain Press,2009),hlm.45.
[4] M. Djumransjah, Filsafat Pendidikan,
(Malang: Bayumedia Publishing, 2006), hlm, 175-176.
[5] Abdul Khobir, op.cit.,hlm.62.
[6] Muhmidayeli, Filsafat
Pendidikan, (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), hal. 158
[7] M. Djumransjah,op.cit.,hlm.187
[8] Muhmidayeli,op.cit,hlm.163.
[9] Ibid,hlm.164.
[11] Abdul Khobir,op.cit.,hlm.56.
[12] M. Djumransjah, op. cit.,
hal. 181
[13] Abdul Khobir,op.cit.,hlm.59-60.
[16] Ibid,hlm.90.
[17] Ibid,hlm.91.
[18] Ibid,hlm.92-93.
[19] Ibid,hlm.126
[20] Ibid,hlm.127
[21] Ibid,hlm.127.
[22] Ibid,hlm.128.