Sumpah
pocong adalah sumpah yang dilakukan oleh seseorang dalam keadaan terbalut
kain kafan seperti layaknya orang yang telah meninggal (pocong).
Sumpah ini tak jarang dipraktekkan dengan tata cara yang berbeda, misalnya
pelaku sumpah tidak dipocongi tapi hanya dikerudungi kain kafan dengan posisi
duduk.
Sumpah
pocong biasanya dilakukan oleh pemeluk agama Islam dan dilengkapi dengan saksi dan dilakukan di rumah
ibadah (mesjid). Di dalam hukum Islam sebenarnya tidak ada sumpah
dengan mengenakan kain kafan seperti ini. Sumpah ini merupakan tradisi lokal
yang masih kental menerapkan norma-norma adat. Sumpah ini dilakukan untuk
membuktikan suatu tuduhan atau kasus yang sedikit atau bahkan tidak memiliki
bukti sama sekali. Konsekuensinya, apabila keterangan atau janjinya tidak
benar, yang bersumpah diyakini mendapat hukuman atau laknat dari Tuhan.[1]
Sedangkan
sumpah atau al-yamin dalam pengertian bahasa adalah tangan kanan,
disebut dengan al-yamin (tangan kanan) , hal ini tidak terlepas dari kebiasaan
orang Arab, ketika mereka melakukan sumpah, mereka saling memegang tangan kanan
satu sama lainnya.
Ada
juga yang mengatakan kata al-yamin, digunakan untuk menjaga sesuatu
sebagaimana yang dilakukan oleh tangan kanan. Dalam literatur fiqh, kata al-yamin
sinonim dengan kata half, ilaa, dan qasam. Dalam terminologi syari’ah
sumpah (al-yamin) di artikan sebagai penegasan (tahqiq) atau penguatan (taukid) terhadap sesuatu
dengan menyebut nama Allah atau salah
satu sifat-sifat-Nya, sebagaimana yang dikemukan oleh an-Nawawi dan Rafi’i. Sementara
itu ulama lain berpendapat bahwa sumpah adalah peegasan
atau penguatan terhadap sesuatu yang mengandung perbedaan. [2]
Menurut Abu Bakar Muhammad Syata’[3], dalam permasalahan nikah, thalaq, ruju’ , memerdekakan ('itqun) ,wakalah dan harta yg jumlah
nya berkisar 20 dinar (tidak kurang dari 20 dinar) di sunnahkan untuk melakukan
pemberatan (taghlidz) dengan sumpah baik dari orang yang mendakwa dan
yang terdakwa walaupun tidak ada permusuhan. Dan pelaksanaan pemberatan (taghlidz),
yg lebih utama dilakukan pada setelah 'ashar hari jum’at, dan tempat pengambilan sumpah ditempat umum (muslimin)
dengan naik ke minbar, dan dengan menambahkan (memperbanyak) asma dan
sifat-sifat Allah. Cara yang lain untuk lebih menguatkan sumpahnya dengan
(taglidz) adalah dengan meletakkan Al-Qur’an pada suatu
tempat, kemudian dibuka surat Bara’ah, sambil meletakkan tangan di atasnya, lalu membaca…………ان الذين
يشترون بعهدالله وايمانهم ثمنا قليلا (Surat ali-Imran :77).
Jadi dalam perspektif syara’ fungsi dari sumpah pada
hakikatnya adalah sebagai penguat atas setiap sesuatu yang telah dilakukan,
baik dari pihak orang yang mendakwa (mudda’iy) atau orang yang terdakwa
(mudda’a ‘alaih).
Terkait dengan sumpah pocong yang dilakukan oleh
sebagian masyarakat kita, pada dasarnya memang Islam
tidak mengenal sumpah pocong, namun sumpah pocong walaupun tidak dikenal dalam
Islam, hal itu boleh dilakukan, sebagai bentuk taghlidz dalam sumpahnya, selama tidak di yakini
sebagai sesuatu yang di syari’atkan, dan dilakukan dalam koridor yang benar (sesuai
dengan ketentuan sumpah).
Wallahu A’lam.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan