Sabtu, 8 Februari 2014

Sumpah Pocong



Sumpah pocong adalah sumpah yang dilakukan oleh seseorang dalam keadaan terbalut kain kafan seperti layaknya orang yang telah meninggal (pocong). Sumpah ini tak jarang dipraktekkan dengan tata cara yang berbeda, misalnya pelaku sumpah tidak dipocongi tapi hanya dikerudungi kain kafan dengan posisi duduk.
Sumpah pocong biasanya dilakukan oleh pemeluk agama Islam dan dilengkapi dengan saksi dan dilakukan di rumah ibadah (mesjid). Di dalam hukum Islam sebenarnya tidak ada sumpah dengan mengenakan kain kafan seperti ini. Sumpah ini merupakan tradisi lokal yang masih kental menerapkan norma-norma adat. Sumpah ini dilakukan untuk membuktikan suatu tuduhan atau kasus yang sedikit atau bahkan tidak memiliki bukti sama sekali. Konsekuensinya, apabila keterangan atau janjinya tidak benar, yang bersumpah diyakini mendapat hukuman atau laknat dari Tuhan.[1]
Sedangkan sumpah  atau al-yamin  dalam pengertian bahasa adalah tangan kanan, disebut dengan al-yamin (tangan kanan) , hal ini tidak terlepas dari kebiasaan orang Arab, ketika mereka melakukan sumpah, mereka saling memegang tangan kanan satu sama lainnya.
Ada juga yang mengatakan kata al-yamin, digunakan untuk menjaga sesuatu sebagaimana yang dilakukan oleh tangan kanan. Dalam literatur fiqh, kata al-yamin sinonim dengan kata half, ilaa, dan qasam. Dalam terminologi syari’ah sumpah (al-yamin) di artikan sebagai penegasan  (tahqiq)  atau penguatan (taukid) terhadap sesuatu dengan  menyebut nama Allah atau salah satu sifat-sifat-Nya, sebagaimana yang dikemukan oleh an-Nawawi dan Rafi’i. Sementara itu  ulama  lain berpendapat bahwa sumpah adalah peegasan atau penguatan terhadap sesuatu yang mengandung perbedaan. [2]
Menurut Abu Bakar Muhammad Syata’[3], dalam permasalahan nikah, thalaq, ruju’  , memerdekakan ('itqun) ,wakalah dan harta yg jumlah nya berkisar 20 dinar (tidak kurang dari 20 dinar) di sunnahkan untuk melakukan pemberatan (taghlidz) dengan sumpah baik dari orang yang mendakwa dan yang terdakwa walaupun tidak ada permusuhan. Dan pelaksanaan pemberatan (taghlidz), yg lebih utama dilakukan pada setelah 'ashar hari jum’at, dan tempat pengambilan sumpah ditempat umum (muslimin) dengan naik ke minbar, dan dengan menambahkan (memperbanyak) asma dan sifat-sifat Allah. Cara yang lain untuk lebih menguatkan sumpahnya dengan (taglidz) adalah dengan meletakkan Al-Qur’an pada suatu tempat, kemudian dibuka surat Bara’ah, sambil meletakkan tangan di atasnya, lalu membaca…………ان الذين يشترون بعهدالله وايمانهم ثمنا قليلا (Surat ali-Imran :77).
Jadi dalam perspektif syara’ fungsi dari sumpah pada hakikatnya adalah sebagai penguat atas setiap sesuatu yang telah dilakukan, baik dari pihak orang yang mendakwa (mudda’iy) atau orang yang terdakwa (mudda’a ‘alaih).
Terkait dengan sumpah pocong yang dilakukan oleh sebagian masyarakat kita, pada dasarnya memang Islam tidak mengenal sumpah pocong, namun sumpah pocong walaupun tidak dikenal dalam Islam, hal itu boleh dilakukan, sebagai bentuk taghlidz  dalam sumpahnya, selama tidak di yakini sebagai sesuatu yang di syari’atkan, dan dilakukan dalam koridor yang benar (sesuai dengan ketentuan sumpah).
Wallahu A’lam.


[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_pocong
                [2] Taqiyy al-Din Abu Bakar, Kifayah al-Akhyar, (Beirut: Dar al-Fikr, tth),juz 2,hlm.247.
                [3] Abu Bakar Muhammad Syatha’,I’anah al-Thalibin ,(Beirut: Dar al-Fikr,1993),juz 4.hlm.363-364

Tiada ulasan:

Catat Ulasan