Khamis, 6 Februari 2014

Apa Kabar Zulaikha ?


MEMBONGKAR KEPALSUAN KISAH YUSUF ZULAIKHA[1]
 
اللهم الف بينهما كما الفت بين يوسف وزليخا
Ya Allah, semoga Engkau merukunkan keduamempelai ini sebagaimana Engkau telah merukunkan Nabi Yusuf dan Zulaikha”.
            Ada kawan berseloroh bahwa orang yang berdoa agar kedua mempelai itu saling sayang menyayangi seperti Yusuf dan Zulaikha, hal itu sama saja mendoakan agar seseorang itu menyayangi istri orang lain, alias berselingkuh.
            Kebanyakan para muballigh ,khususnya di Indoesia ketika di minta mendoakan kedua mempelai, dengan tanpa ragu-ragu mereka menyandingkan nama Zulaikha dengan Nabi Yusuf, seperti kutipan doa di atas. Konon biar kedua mempelai hidup rukun, mesra dan bahagia sebagaimana Nabi Yusuf dan Zulaikha.
            Apakah benar nama istri al-aziz yang berniat mesum pada Nabi Yusuf itu adalah Zulaikha ? Betulkah Zulaikha menjadi istri Nabi Yusuf ? jika benar manakah riwayat yang shahih tentang hal itu ? jika terbukti salah, berarti kita telah menyandingkan nama yang keliru untuk istri Nabi Yusuf.
Riwayat seputar penamaan Zulaikha
وَقَالَ الَّذِي اشْتَرَاهُ مِن مِّصْرَ لاِمْرَأَتِهِ أَكْرِمِي مَثْوَاهُ عَسَى أَن يَنفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَداً وَكَذَلِكَ مَكَّنِّا لِيُوسُفَ فِي الأَرْضِ وَلِنُعَلِّمَهُ مِن تَأْوِيلِ الأَحَادِيثِ وَاللّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ
Dan orang dari Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya, “Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, mudah-mudahan dia bermanfaat bagi kita atau kita pungut dia sebagai anak.” Dan demikianlah Kami Memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di negeri (Mesir), dan agar Kami Ajarkan kepadanya takwil mimpi. Dan Allah Berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti. (QS.Yusuf: 21)
Dari ayat ini, kisah Nabi Yusuf dengan Zulaikha (ada yang membaca Zalikha) timbul dikalangan mufassirin.
Sedikit sekali kitab tafsir yang menuturkan penamaan Zulaikha sebagai istri al-Aziz dengan metodologi tranmisi di bawah ini, kami hanya menyebutkan beberapa kitab tafsir yang meriwayatkan kisah itu berikut jalur-jalur periwayatannya.semua terkait penafsiran atas surat Yusuf ayat 21.
Al-Imam Ibn Jarir at-Thabari (w.310 H) dalam kitab tafsirnya Jami' al-Bayan 'an Ta'wil Ay al-Qur'an (populer dengan Tafsir al-Thabari) menerima penamaan itu dari Ibn Humaid dari Salamah, dari Ibn Ishaq, dari Muhammad bin al-Sa'ib, dari Abu Shalih, dari Ibn Abbas. Hanya saja nama itu bukan Zulaikha melainkan Ra'il binti Ra'ail.[2]
Al-Imam Abu al-Laits al-Samarqandi (w.375 H), menyebutkan penamaan Zulaikha sebagai istri al-Aziz dalam tafsirnya Bahr al-'Ulum, melalui riwayat dari Ibn Abbas.[3]
Al-Imam Jalaluddin al-Suyuthi (w.911 H) dalam kitabnya al-Durr al-Mantsur Fi al-Tafsir al-Ma'tsur, mengutip penamaan istri al-Aziz itu dari riwayat Ibn Jarir (w.310 H) dan Ibn Hatim (w.327 H), dari Muhammad bin Ishaq (w.150 H) berdasarkan riwayat ini, namanya bukan Zulaikha, tetapi Ra'il binti Ra'ail.[4]
Al-Imam al-Qurthubi dalam kitab al-Jami' Li Ahkm al-Qur'an menuturkan penamaan istri al-Aziz itu melalui beberapa riwayat berbeda.
Nama Ra'il di dapatkannya dari riwayat Ibn Ishaq yang di tuturkan oleh al-Mawardi, sementara Nama Zulaikha tidak di sebutkan sumber riwayatnya. Demikian kedua riwayat itu di sebutkan oleh al-Tsa'labi dan lainnya, kata al-Qurthubi menutup perhelatan pendapat seputar penamaan istri al-Aziz.[5]
Al-Imam Ibn Katsir (w.774 H) dalam kitabnya Tafsir al-Qur'an al-'Adzim, menuturkannya dari Muhammad bin Ishaq, bahwa istri al-Aziz bernama Ra'il binti Ra'ail, yang lainnya mengatakan nama wanita itu Zulaikha, ujar Ibnu Katsir.[6]
Al-Imam al-Syaukani (w.1250 H), dalam kitabnya Fath al-Qodir menyebutkan nama Zulaikha dengan bersumber dari riwayat Abu al-Syeikh dari Syu'ib al-Jaba'i. Adapun nama Ra'il binti Ra'ail di dapatkannya dari riwayat Ibn Jarir dan Ibn Abi Hatim dari Muhammad bin Ishaq.[7]
Mufassir lain menuturkan penamaan istri al-Aziz itu, baik dengan Zulaikha atau Ra'il, dalam kitab-kitab tafsir mereka, tetapi tidak menyebut sumber periwayatannya. Misalnya al-Imam al-Baghawi (w.510 H) dalam kitabnya Ma'alim al-Tanzil,[8]
Al-Imam Jalal ad-Din al-Mahalli dalam cuplikan kitabnya Tafsir al-Qur'an al-Karim (masyhur dengan sebutan Tafsir Jalalain).[9]
Sebagian mufassir lain tampak hati-hati menyikapi masalah ini, misalnya al-Imam al-Fakhr al-Razi (w.604 H), setelah menyajikan menu cerita beraorama isra'iliyat seputar identitas orang Mesir yang membeli Yusuf berikut istrinya secara detail. Dengan tegas beliau mengatakan: "ketahuilah riwayat-riwayat di atas tidak ada  dasarnya dalam al-Qur'an, begitu juga Hadits shahih tidak ada yang menguatkannya”.
Lebih lanjut beliau menjelaskan ,penafsiran kitab suci Al-Qur'an tidak disandarkan pada riwayat-riwayat ini karenanya, orang yang berakal harus berhati-hati mengambil riwayat ini sebelum menceritakannya pada orang lain.[10]
Begitu juga al-Imam Ibn al-Qoyyim (w.751 H) dalam kitabnya al-Tafsir al-Qoyyim, ketika mentafsiri ayat di atas ,beliau tidak menyebutkan nama istri Al-Aziz ,mereka (para Ulama) tidak ada yang menyebutkan nama wanita itu, mereka hanya menuturkan sifat-sifatnya yang buruk sebagaimana Al-Qur'an menuturkannya.[11]
Hal senada dilontarkan al-Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, mufassir kontemporer dalam kitabnya Tafsir al-Manar. Dia mengatakan, al-Qur’an tidak menyebut secara jelas nama orang Mesir yang membeli Yusuf. Begitu juga nama istrinya. Al-Qur’an bukan kitab cerita atau sejarah an-sich, melainkan di dalamnya terdapat hikmah, nasihat, pelajaran dan pendidikan akhlak. Karenanya al-Qur;an hanya menyebut orang Mesir itu dengan al-Aziz. Sebab gelar al-Aziz akan di sandang Nabi Yusuf setelah di angkat menjadi kepercayaan raja di Mesir” ujar Rasyid Ridha.[12]
Dan masih banyak lagi komentar para mufassir yang tersebar dalam beberapa kitab tafsir lainnya, yang penting dari keterangan itu, kita mengetahui sanad riwayat yang mengatakan bahwa istri al-Aziz itu bernama Zulaikha atau Ra'il. Inilah fokus kajian kita.
Dari kitab-kitab tafsir itu, meskipun hanya sebagian kecil saja yang kami suguhkan, ternyata yang menuturkan kisah itu dengan sanad lengkap hanyalah al-Imam al-Thabari yaitu :  Dari Ibn Humaid ,dari Salamah, dari Ibn Ishaq, dari Muhammad bin al-Sa'ibm dari Abu Shalih, dari Ibn Abbas, dalam riwayat ini disebutkan istri al-Aziz bernama Ra'il binti Ra'ail.
Sedang riwayat yang menyebut nama istri al-Aziz adalah Zulaikha bersumber dari Syu'aib al-Jaba'i, kedua sanad itu lemah sekali, bahkan palsu.
Hal itu dapat di ketahui dari dua orang rowi yaitu Muhammad bin al-Sa'ib al-Kalbi dalam riwayat yang menyebutkan nama Ra'il binti Ra'ail dan Syu'aib al-Jaba'i dalam riwayat yang menuturkan nama Zulaikha.  Kedua orang ini yang menyebabkan dua riwayat di atas lemah bahkan palsu.
Secercah harapan
Setelah kita mengetahui sumber riwayat seputar kisah romantis Nabi yusuf Zulaikha, khususnya tentang penamaan Zulaikha itu sendiri, maka sesegera mungkin kita harus membenahi diri kita sendiri, agar ibadah kita tidak berlandaskan pada kisah-kisah fiktif dan imajinatif.
Di samping itu kami juga berharap kepada alim ulama para da’i dan muballigh, yang ditokohkan oleh masyarakat agar meluruskan pemahaman keliru ini, sebab kisah romantis Nabi Yusuf -Zulaikha, tidak hanya bumbu cerita israiliyyat yang menghibur kita sebelum tidur, melainkan telah merangsek pada keyakinan atau akidah orang awam hingga banyak dari mereka yang menjadikannya doa.
Dengan demikian semoga catatan kecil ini menjadi pemicu bagi kita untuk bersikap kritis, tidak menerima secara taken for granated (apa adanya).
Jadi, kesimpulan dari berbagai penjelasan para mufassir , bahwa istri Nabi Yusuf as, berdasarkan sanad yang lengkap  sebagaimana yang di ungkap oleh al-Thabari (dari Ibn Humaid ,dari Salamah, dari Ibn Ishaq, dari Muhammad bin al-Sa'ib dari Abu Shalih, dari Ibn Abbas)  adalah bernama Ra'il binti Ra'ail.
Wallahu A’lam.


[1] Selengkapnya baca buku : Haji Pengabdi Setan, Karya: Prof.Dr.KH.Ali Mustafa Yaqub,MA, Penerbit PT.Pustaka Firdaus,Jakarta, Cetakan ketiga.2008, halaman :59-74. Dan tulisan ini pernah di presentasikan dalam Bahtsul Masa’il Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur di Pesantren Tebu Ireng,Jombang,13 September 2003. Tulisan ini juga telah di muat di Majalah AMANAH, edisi November 2003 M/Ramadhan 1424 H.
[2] Al-Thabari,  Jami' al-Bayan 'an Ta'wil Ay al-Qur'an,(Baerut :Darul Fikr ,1998), juz 3.hlm 175.
[3] Al-Samarqandi, Tafsir al-Samarqandi, (Baerut : Darul Fikr, 1993),juz 3.hlm.56.
[4] Al-Suyuthi, Al-Durr al-Mantsur Fi al-Tafsir al-Ma'tsur, (Beirut :Darul Kutub al-Imiyah,1990), juz 4.hlm.19.
[5] Al-Qurthubi, Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, editor Abu Ishaq Ibrohim Atfiy.ttp.tth.juz 9,hlm.157.
[6] Ibn Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Adzim, (Beirut: ' Alm al-Kutub,1985),juz 2.hlm.437.
[7] Al-Syaukani,  Fath al-Qodir al Jami' Baina Fannai al-Riwayah wal al-Diroyah min 'Ilm al-Tafsir, (Beirut : Darul Ma'rifah, tth),juz 3.hlm.15.
[8] Al-Baghawi, Ma'alim al-Tanzil,(Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah,1993),juz 2,hlm.351.
[9] Imam Jalalail, Tafsir Qur’an al-‘Adzim,(Beirut: Dar-al-Fikr,1991),hlm.169.
Tafsir ini di tulis oleh dua Imam besar, Jalal ad-Din al-Mahalli (dari surat al-Baqarah sampai an-Isra), Jalal ad-Din as-Suyuthi  (dari surat al-Kahfi sampai an-Nas).
[10] Al-Razi,Mafatih al-Ghaib,(Beirut:Dar al-fikr,1985),juz 17,hlm.111.
[11] Ibn al-Qayyim, Tafsir al-Qayyim, (Beirut; Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah,tth),hlm.314.
[12] Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar,(Kairo: Maktabah al-Qahirah,1961,juz 12,hlm.272.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan