5 (lima) Kunci Sukses Dunia dan Akhirat
وَقَالَ: خَيْرُ الدُّنْيَا، وَالْآخِرَةِ فِي خَمْسِ خِصَالٍ:
غِنَى النَّفْسِ، وَكَفِّ الْأَذَى، وَكَسْبِ الْحَلَالِ، وَلِبَاسِ التَّقْوَى،
وَالثِّقَةِ بِاَللَّهِ تَعَالَى عَلَى كُلِّ حَال
As-Syafi’i
mengatakan sebagaimana dikutip oleh al-Nawawi, bahwa untuk merengkuh
kebahagiaan, kebaikan, kesuksesan, dan kemenangan hidup di dunia dan akhirat
ada lima hal yang perlu diperhatikan. (1) Kaya hati; (2) Tidak menyakiti; (3) Usaha
yang halal ;(4) Pakaian ketaqwaan; (5) Percaya kepada Allah atas setiap keadaan
(Al-Nawawi, al-Majmu’
Syarah al-Muhadzdzab, juz i,hlm.40)
(1)Kaya Hati
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ
الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
Kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan dunia.
Namun kaya (ghina’) adalah hati yang selalu merasa cukup. (HR. Bukhari)
قَالَ لِي رَسُول اللَّه صَلَّى
اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
: يَا أَبَا ذَرّ أَتَرَى كَثْرَة الْمَال هُوَ الْغِنَى
؟ قُلْت : نَعَمْ . قَالَ : وَتَرَى قِلَّة الْمَال هُوَ
الْفَقْر ؟ قُلْت : نَعَمْ يَا رَسُول اللَّه . قَالَ : إِنَّمَا الْغِنَى غِنَى
الْقَلْب ، وَالْفَقْر فَقْر الْقَلب
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata
padaku, “Wahai Abu Dzar, apakah engkau memandang bahwa banyaknya harta
itulah yang disebut kaya (ghani)?” “Betul,” jawab Abu Dzar. Beliau bertanya
lagi, “Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya harta itu berarti fakir?” “Betul,”
Abu Dzar menjawab dengan jawaban serupa. Lantas beliau pun bersabda, “Sesungguhnya
yang namanya kaya (ghani) adalah kayanya hati (hati yang selalu merasa cukup).
Sedangkan fakir adalah fakirnya hati (hati yang selalu merasa tidak puas).”
(HR. Ibnu Hibban)
Mengenai ini, Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah berkomentar
bahwa, “Orang yang disifati dengan kaya hati adalah orang yang selalu qona’ah
(merasa puas) dengan apa yang telah diberikan Allah, Ia tidak tamak untuk
menambahnya ,kecuali jika ada kebutuhan.
(2)Tidak
Menyakiti
إنَّ الْمُؤ مِنَ لِلْمُؤمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
إنَّ الْمُؤ مِنَ لِلْمُؤمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
Seorang
mu’min terhadap sesama mu’min bagaikan satu bangunan yang setengahnya
menguatkan setengahnya, lalu Nabi Saw. mengeramkan jari-jarinya. (Bukhari,
Muslim).
أنَّ
رَسُولَ اللهِ صلّي اللهُ عليهِ
وَسَلّمَ ، قَالَ : الْمُسْلِمُ أَخُوالْمُسْلِمِ ، لَا يَظْلِمُهُ ، وَلاَ يُسْلِمُهُ . وَمَنْ كَانَ فِى
حَاجَةِ أَخِيهِ . كَانَ اللهُ فِى حَاجَتِهِ . وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً ، فَرَّجَ اللهُ
عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ اْلقِيَامَةِ. وَمَنْ سَتَرَمُسْلِمًا ، سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اخرجه البخاري فى : – كتاب المظالم: – باب لايظلم المسلم المسلم ولايسلمه .
Artinya:
Abdullah bin Umar r.a. berkata : Rasulullah saw. Bersabda : Seorang muslim saudara terhadap sesama muslim, tidak menganiyayanya dan tidak akan dibiarkan dianiaya orang lain. Dan siapa yang menyampaikan hajat saudaranya, maka Allah akan menyampaikan hajatnya. Dan siapa yang melapangkan kesusahan seorang muslim, maka Allah akan melapangkan kesukarannya di hari qiyamat, dan siapa yang menutupi aurat seorang muslim maka Allah akan menutupinya di hari qiyamat. (Bukhari, muslim).
وَسَلّمَ ، قَالَ : الْمُسْلِمُ أَخُوالْمُسْلِمِ ، لَا يَظْلِمُهُ ، وَلاَ يُسْلِمُهُ . وَمَنْ كَانَ فِى
حَاجَةِ أَخِيهِ . كَانَ اللهُ فِى حَاجَتِهِ . وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً ، فَرَّجَ اللهُ
عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ اْلقِيَامَةِ. وَمَنْ سَتَرَمُسْلِمًا ، سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اخرجه البخاري فى : – كتاب المظالم: – باب لايظلم المسلم المسلم ولايسلمه .
Artinya:
Abdullah bin Umar r.a. berkata : Rasulullah saw. Bersabda : Seorang muslim saudara terhadap sesama muslim, tidak menganiyayanya dan tidak akan dibiarkan dianiaya orang lain. Dan siapa yang menyampaikan hajat saudaranya, maka Allah akan menyampaikan hajatnya. Dan siapa yang melapangkan kesusahan seorang muslim, maka Allah akan melapangkan kesukarannya di hari qiyamat, dan siapa yang menutupi aurat seorang muslim maka Allah akan menutupinya di hari qiyamat. (Bukhari, muslim).
(3)Bekerja Yang
Halal
يا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُواْ مِنَ الطَّيّبَاتِ
وَاعْمَلُواْ صَالِحاً}
“Hai
rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang
shalih..” (Al-Mukminuun: 51)
(ما
أكل أحد طعاماً خيراً من أن يأكل من عمل يده، وإن نبي الله داود عليه السلام كان يأكل
من عمل يده)
“Tidak seorangpun memakan makanan yang lebih baik dari
makanan yang didapatnya dari hasil kerja tangannya. Dan sesungguhnya nabi Daud
‘alaihissalaam makan dari hasil kerja tangannya.” (HR. Bukhari)
(4)Taqwa
{ولو أن أهل القرى آمنوا واتقوا لفتحنا عليهم
بركات من السماء والأرض}.
“Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (Al-A'raaf: 96)
Takwa
adalah sumber kebaikan. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Ia akan
menjadikan jalan keluar dari segala permasalahan yang dihadapinya. Allah akan
menunjukan jalan keluar dari arah yang tidak diprediksinya. Sungguh, bumi ini
tidak akan sempit bagi seorang yang bertakwa kepada Allah. Rezeki dan
penghidupan pun tidak akan menjadi susah bagi orang yang takut dan bertakwa kepada-Nya.
Sebab
terbukanya pintu-pintu keberkahan adalah doa dan harapan yang dipanjatkan hanya
kepada Allah. Dialah Dzat tempat kembali dan bermohon. Jika rezeki sempit, hati
gundah, utang semakin bertumpuk, ketika itu ketuklah pintu Allah yang tidak
sekalipun orang yang mengetuknya akan kembali dengan penyesalan.
(5)Percaya
Kepada Allah Atas Setiap Keadaan
Hadits qudsi Allah Swt berfirman :
Yang artinya : ” Siapa yang tidak ridha dengan qadha-Ku dan qadar-Ku dan tidak
sabar terhadap bencana-Ku yang aku timpakan atasnya, maka hendaklah mencari
Tuhan selain Aku. (H.R.Tabrani)
Nasib manusia telah ditentukan
Allah sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah ditentukan
nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa
berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab
keberhasilan tidak datang dengan sendirinya.
Mengenai
adanya kewajiban berikhtiar , ditegaskan dalam sebuah kisah. Pada zaman Nabi
Muhammad Saw pernah terjadi bahwa seorang Arab Badui datang menghadap nabi.
Orang itu datang dengan menunggang kuda. Setelah sampai, ia turun dari kudanya
dan langsung menghadap nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat kudanya. Nabi
menegur orang itu, ”Kenapa
kuda itu tidak engkau ikat?.” Orang Arab Badui itu menjawab, ”Biarlah,
saya bertawakkal kepada Allah”. Nabi pun bersabda, ”Ikatlah
kudamu, setelah itu bertawakkalah kepada Allah”.
Wallahu A'lam.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan