Jumaat, 20 Disember 2013

Berkurban Untuk Mayit



BERKURBAN UNTUK MAYYIT

            Berikut ini penulis sajikan beberapa hal yang terkait dengan permasalahan berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia (mayyit).
            Menyikapi pelaksanaan kurban untuk mayyit, berawal dari sebuah hadis dari Ali bin Abu Thalib ra, bahwa beliau pernah berkurban dua ekor kambing, yang seekor untuk Nabi Saw, dan seekor lagi untuk dirinya.  Ali bin Abu Thalib ra, berkata :
Sesungguhnya Nabi Muhammad Saw, pernah memerintahkanku untuk melakukan kurban untuknya dan akupun melasanakan kurban untuknya’.
            Jadi, berpijak dengan uraian hadis tersebut, kemudian para fuqaha memberikan pandangannya, yakni:
            Tidak diperbolehkan melaksanakan kurban untuk orang lain jika tidak mendapat izin darinya, kecuali berkurban untuk keluarganya, atau wali terhadap anaknya, ataupun pemimpin untuk rakyatnya.[1] Sementara para ulama lainnya memiliki pemahaman yang berbeda, yakni melaksanakan kurban untuk orang lain tanpa ada izin darinya diperbolehkan selama kurbannya adalah nadzar.
            Menurut fuqaha lainnya berpendapat bahwa, hadis tersebut dapat menjadi dalil dan hujjah atas tidak diperbolehkannya melaksanakan kurban untuk mayyit kecuali mendapat izin (wasiat). Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh oleh penulis kitab al-‘Uddah dan al-Baghawi.
         Sementara itu, Abdullah bin Mubarak, ternyata menyukai shadaqah untuk mayyit, bukan melaksanakan  kurban  atas nama  mayyit, namun jika seorang menyembelih hewan (kurban) untuk mayyit maka ia, memberikan saran agar tidak memakan dagingnya, dan hendaknya menshadaqahkan semuanya.[2]
Mengenai hal ini pula, Abu Hasan al-Ubadi berkeyakinan bahwa melaksanakan kurban untuk mayyit tidaklah harus mendapat izin (wasiat) darinya, dan  ia juga berargumen bahwa pelaksanaan kurban merupakan bagian dari shadaqah, dan pahala shadaqah akan tetap sampai pada mayyit sesuai ijma’ ulama.
Walhasil, dari berbagai macam pendapat tersebut, penulis lebih condong atas apa yang dikemukakan Abu Hasan al-‘Ubadi, bahwa berkurban merupakan shadaqah dan shadaqah itu sendiri pastilah akan sampai kepada mayyit, terlepas apakah mendapat izin (wasiat) ataupun tidak. Shadaqah dan do’a pastilah akan sampai pada mayyit adalah sudah menjadi konsensus ulama, sebagaimana dinyatakan oleh Zakariyya al-Anshari (w.926 H) dalam kitabnya.[3]
 (وينفعه)  أي الميت من وارث وغيره  (صدقة ودعاء) بالإجماع وغيره وأما قوله تعالى: وأن ليس للإنسان إلا ما سعى  فعام مخصوص بذلك وقيل منسوخ وكما ينتفع الميت بذلك ينتفع به المتصدق والداعي
Dan dapat  memberikan manfaat bagi orang yang mati (mayyit) baik dari ahli waris atau orang lain berupa shadaqah dan do’a berdasarkan ijma’ dan hujjah lainnnya, adapun firman Allah Swt (wa an laisa lil-insaani ilaa maa sa’aa) adalah ‘amun makhshush dengan hal itu bahkan dikatakan mansukh, sebagaimana itu bermanfaat bagi mayyit juga bermanfaat bagi yang bershadaqah dan yang berdo’a.
Sampainya pahala shadaqah dan do’a pada mayyit juga dikemukakan oleh Ibnu Katsir, terkait dengan pemahaman firman Allah Swt  (QS.al-Najm:39), yakni
وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى
Dan bahwa manusia hanya memperoleh selain yang telah diusahakannya.[4]
Menurutnya, sampainya (bermanfaat)  do’a dan shadaqah pada mayyit sudah menjadi ijma’ (kesepakatan ulama), dan telah ada nash-nash syari’at yang menjelaskannya.[5] Dan masih banyak lagi ulama-ulama kita dari Ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah yang mengemukakan hal tersebut, dan tidak mungkin penulis sebutkan semuanya dalam kajian ini. Wallahu A’lam.


DAFTAR PUSTAKA
Al-Anshari, Zakariya Fath al-Wahhab, Semarang:Maktabah Toha Putra,[tth].
Al-Baijuri, Ibrahim, Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Ibni Qasim al-Ghazi, Beirut:Dar al-Fikr,1994.
Al-Malibari, Zainuddin bin ‘Abd al-‘Aziz,  Fath al-Mu’in bisyarh  Qurrati al-‘Ain, Semarang: Maktabah Toha Putra,[tth].
Al-Nawawi, Yahya bin Syaraf , al-Adzkar,  Semarang: Karya Insan,[tth].
__________Yahya bin Syaraf al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab , Beirut: Dar al-Fikr,1997.
Al-Tirmidzi, Abu ‘Isa Muhammad Sunan al-Tirmidzi,  [Maktabah Syamilah].
Katsir,Ibnu, Tafsir Qur’an al-‘Adzim.[Maktabah Syamilah].
RI, Departemen Agama ,Al-Qur’an dan Terjemahannya, Surabaya: Mekar,2004.



[1] Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Ibni Qasim al-Ghazi,(Beirut:Dar al-Fikr,1994),juz ii,hlm.442. lihat pula, Zakariya al-Anshari, Fath al-Wahhab,(Semarang:Maktabah Toha Putra,tth),juz ii,hlm.189. Al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab ,(Beirut: Dar al-Fikr,1997),juz viii,,hlm.299.
Abu ‘Isa Muhammad al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, (Maktabah Syamilah), hadis no:1495.
[ 1495 ] حدثنا محمد بن عبيد المحاربي الكوفي حدثنا شريك عن أبي الحسناء عن الحكم عن حنش عن علي أنه كان يضحي بكبشين أحدهما عن النبي صلى الله عليه وسلم والآخر عن نفسه فقيل له فقال أمرني به يعني النبي صلى الله عليه وسلم فلا أدعه أبدا قال أبو عيسى هذا حديث غريب لا نعرفه إلا من حديث شريك وقد رخص بعض أهل العلم أن يضحى عن الميت ولم ير بعضهم أن يضحى عنه وقال عبد الله بن المبارك أحب إلي أن يتصدق عنه ولا يضحى عنه وإن ضحى فلا يأكل منها شيئا ويتصدق بها كلها قال محمد قال علي بن المديني وقد رواه غير شريك قلت له أبو الحسناء ما اسمه فلم يعرفه قال مسلم اسمه الحسن
[2] Al-Nawawi, op.cit.,juz viii,hlm.299.
Sunan al-Tirmidzi, hadis no:1495.
[ 1495 ] حدثنا محمد بن عبيد المحاربي الكوفي حدثنا شريك عن أبي الحسناء عن الحكم عن حنش عن علي أنه كان يضحي بكبشين أحدهما عن النبي صلى الله عليه وسلم والآخر عن نفسه فقيل له فقال أمرني به يعني النبي صلى الله عليه وسلم فلا أدعه أبدا قال أبو عيسى هذا حديث غريب لا نعرفه إلا من حديث شريك وقد رخص بعض أهل العلم أن يضحى عن الميت ولم ير بعضهم أن يضحى عنه وقال عبد الله بن المبارك أحب إلي أن يتصدق عنه ولا يضحى عنه وإن ضحى فلا يأكل منها شيئا ويتصدق بها كلها قال محمد قال علي بن المديني وقد رواه غير شريك قلت له أبو الحسناء ما اسمه فلم يعرفه قال مسلم اسمه الحسن
[3] Zakariya al-Anshari, op.cit.,juz ii,hlm.19. lihat pula, Zainuddin bin ‘Abd al-‘Aziz al-Malibari,  Fath al-Mu’in bisyarh  Qurrati al-‘Ain, (Semarang: Maktabah Toha Putra,tth),hlm.94. al-Nawawi, al-Adzkar, (Semarang: Karya Insan,tth),hlm.140.
[4] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya: Mekar,2004),hlm.767.
[5]Ibnu Katsir, Tafsir Qur’an al-‘Adzim (Maktabah Syamilah),juz vii,hlm.645..

Tiada ulasan:

Catat Ulasan