Jumaat, 11 Oktober 2013

Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab

Kitab Al-Majmu karya An-Nawawi merupakan referensi fikih terbesar madzhab Asy-Syafi’i secara khusus dan fikih Islam secara umum. Selain juga merupakan bagian dari kekayaan klasik Islam yang murni dan sok khazanah fikih perbandingan. Kitab yang sangat monumental ini memiliki karakter khusus yang membuatnya berbeda dari segi metodologi ilmu yang akurat, sehingga membuatnya berada di tempat teratas dibanding ensklopedi-ensiklopedi fikih lainnya, baik klasik maupun kontemporer.
Tidak diragukan lagi, kitab Al-Majmu’ merupakan khazanah terbesar bidang fikih Islam yang isinya menjelaskan konsep-konsep dasar dari hukum Islam yang membuat para ulama setelahnya kagum.
Orang yang pernah mengkaji kitab-kitab induk terbesar dalam fikih Islam di berbagai madzhab, seperti Al Muhalla karya Ibnu Hazm, Al-Umm karya Asy-Syafi‘i. Al-Mughni karya Ibnu Qudamah dalam fikih madzhab Hanbali dan kitab Al-Mabsuth karya As-Sarkhasi, akan menemukan bahwa kitab Al Majmu’ karya An-Nawawi merupakan salah satu referensi terbesar yang penuh dengan pendapat-pendapat fikih keempat imam madzhab dan lain-lainnya, sekalipun fokus pembahasannya di tingkat pertama khusus tentang fikih Asy-Syafi’i.
Kitab Al-Majmu ‘ berbeda dari kitab-kitab fikih induk lainnya, dimana cakupan isinya memuat seluruh pendapat-pendapat madzhab berikut dalil dalilnya disamping menyebutkan pentarjihan diantara pendapat-pendapat ini. Tak ada yang paling menunjukkan keluasan wawasan An-Nawawi dan kedalaman ilmunya selain dari penjelasannya terhadap isi kitab Al-Muhadzdzab karya Asy-Syirazi yang berjumlah sekitar 120 halaman menjadi 9 jilid kitab Al-Majmu’. Namun sayangnya ia meninggal dunia lebih cepat sebelum sempat menyelesaikan Syarh Al-Muhadzdzab berdasarkan methodologi ilmiah yang telah ia tetapkan dan dipegangnya, Dari pen-takkrij-an hadits-hadits hukum, penjelasan maknanya, penyebutan seluruh pendapat para imam dari kalangan ahli fikih dan pentarjihan diantara pendapat-pendapat tersebut serta madzhab-madzhab mereka, penjelasan kecacatan hadits, status hadits dan biografi para perawinya, penafsiran kalimat-kalimat yang langka dari Al Qur’an dan hadits serta penjelasan kosa kata yang terdapat dalam redaksi kitab Al-Muhadzdzab, membuat kitab Al-Majmu’ benar-benar merupakan ensiklopedi umum dalam bidang fikih, hukum, tafsir ayat-ayat Al Qur’an dan hadits, keunikan bahasa serta biografi para ulama terkemuka dari kalangan perawi dan ahli hadits.
Namun, An-Nawawi -rahimahullah- meninggal sebelum menyelesaikan kajian ilmiyahnya dalam menguraikan kitab Al-Muhadzdzab pada abad ketujuh Hijriyah karena ia meninggal dunia lebih awal pada tahun 676 H setelah memenuhi dunia dengan ilmu dan karya tulis, maka selanjutnya tugas mulia ini diambil alih oleh salah seorang ulama terkemuka, yaitu Taqiyuddin As-Subki, seorang Syaikhul Islam di masanya. Ia dilahirkan di desa Subuk dari wilayah kabupaten Monofia pada tahun 683 H dan wafat pada tahun 756 H.
An-Nawawi adalah kebanggaan ulama Syam. Begitu pula dengan As-Subki, dia adalah kebanggaan bagi bangsa Mesir dan salah juga ulamanya. Sang imam yang handal dalam bidang fikih ini menyelesaikan bagian pertama Syarh Al-Muhadzdzab dari akhir syarah An-Nawawi pada awal bab mu ‘amalat. Selain itu, ia mengikuti metodependahulunya dalam menjelaskan kitab Al-Muhadzdzab karya Asy-Syirazi. , ia meninggal dunia lebih awal setelah menyelesaikan tiga jilid dari kitab Al majmu’ sehingga jumlah keseluruhannya menjadi 12 jilid. Setelah itu
warisan Islam ini selama hampir 6 abad tetap menjadi manuskrip-manuskrip arkeologi di perpustakaan umum Timur dan Barat. Sebagiannya di Turki, sebagiannya di Eropa dan sebagian lainnya di perpustakaan Mesir. Kitab ini menjadi harta simpanan terpendam yang tidak mendapatkan perhatian para ahli fikih selama 6 abad. Kecuali sedikit penjelasan (syarah) dari Ibnu Ar Rakbi atas isi Al-Muhadzdzab.
Kemudian Allah Azza wa Jalla menizinkan kitab ini lepas dari “kurungan” perpustakaan dan menuju dunia penerbitan hingga para Ahli Fiqih dapat memanfaatkannya dan para praktisi hukum bisa mengambil isinya. Lalu Alloh Azza wa Jalla mengirimkan beberapa ulama yang sangat menaruh perhatian besar terhadap kekayaan peninggalan Islam untuk memberikan tahqiq dan ta’liq-nya.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan