GURU
DAN KURIKULUM
A.
PENDAHULUAN
Guru
merupakan titik sentral ,yaitu sebagai ujung tombak di lapangan dalam
pengembangan kurikulum. Keberhasilan belajar mengajar antara lain di tentukan
oleh kemampuan profesional dan pribadi guru. Dikarenakan
pengembangan kurikulum bertitik tolak dari dalam kelas, guru hendaknya
mengusahakan gagasan kreatif dan melakukan uji coba kurikulum di kelasnya. Ini
merupakan suatu fase penting dalam upaya pengembangan kurikulum, di samping
sebagai unsur penunjang administrasi secara keseluruhan.[1]
Guru
memegang peran sangat penting baik di dalam perencanaan maupun pelaksanaan
kurikulum. Sekalipun ia tidak mencetuskan sendiri konsep-konsep tentang
kurikulum, guru merupakan penerjemah kurikulum. Dialah yang mengolah, meramu
kembali kurikulum dari pusat untuk disajikan dikelasnya. Karena guru juga
merupakan barisan pengembang kurikulum yang terdepan ,maka guru pulalah yang
selalu melakukan evaluasi dan penyempurnaan terhadap kurikulum.[2]
Salah satu indikator keberhasilan guru di dalam pelaksanaan tugas, adalah
dapatnya guru itu menjabarkan, memperluas, menciptakan relevansi kurikulum
dengan kebutuhan peserta didik dan perkembangan serta kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi.[3]
Dalam
makalah ini, penulis mencoba untuk membahas
mengenai beberapa hal terkait dengan peranan sentral guru, yakni : peran
guru dalam pengembangan kurikulum seta guru dan implementasi kurikulum.
B.
PEMBAHASAN
1.
Peran
Guru dalam Pengembangan Kurikulum
Peran
Sentral Guru
Semua
orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan
pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan
peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Keyakinan ini
muncul karena manusia adalah makhluk lemah, yang dalam perkembangannya
senantiasa membutuhkan orang lain, sejak lahir, bahkan pada saat meninggal.[4]
Pengembangan
kurikulum adalah proses perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana
kurikulum yang luas dan spesifik.[5] Adalah wajar jika guru menempati peran yang cukup penting dalam
pengembangan kurikulum, karena seorang guru, dialah orang yang paling mengerti
dan mengetahui situasi dan kondisi hasil belajar peserta didiknya, serta
bertanggung jawab penuh didalamnya. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh
guru berpangkal pada suatu kurikulum, dan dalam proses pembelajaran guru juga
berorientasi pada tujuan kurikulum. Pada sisi lain ,guru adalah pembelajar
siswa yang secara kreatif membelajarkan siswa sesuai dengan kurikulum sekolah.[6]
Yang memegang peranan dalam proses perbaikan
kurikulum ialah guru ,oleh sebab dialah yang paling bertanggung jawab atas mutu
pendidikan anak didiknya.[7] Pada saat
ini guru belum menganggap dirinya seorang yang boleh bicara, bahkan yang
mempunyai keahlian dalam bidang studinya. Ia menganggap dirinya hanya sebagai
pelaksana, ibarat tukang yang harus melaksanakan pekerjaan menurut instruksi.
Jadi ia hanya terlibat dalam praktik, tanpa memikirkan dan merenungkan apa yang
di lakukannya.[8]
Kunci
Keberhasilan Pengembangan
Sebagai
kunci utama keberhasilan pengembangan kurikulum, guru memegang banyak peranan
yang sangat penting dan krusial.
a.
Pengelolaan
administratif
Pengelolaan
administratif adalah pengelolaan secara tercatat, teratur dan tertib, sebagai
penunjang jalannya pendidikan yang lancar. Ruang lingkupnya antara lain
mencakup administrasi kurikulum,administrasi siswa, administrasi personal,
administrasi material dan administrasi keuangan.
b.
Pengelolaan
konseling dan pengembangan kurikulum
Pengelolaan
layanan bimbingan konseling dan pengembangan kurikulum merupakan hal yang
mendesak dan diperlukan untuk menunjang pencapaian tujuan pendidikan. Akan
tetapi, untuk itu di perlukan keahlian pemahaman prinsip dan penguasaan
ketrampilan teknis.[9]
Ada
beberapa alasan mengenai pentingnya layanan bimbingan dan konseling.
Pertama,
perbedaan antar-individu. Setiap siswa mempunyai perbedaan antara satu dan
lainnya, di samping persamaannya. Perbedaan menyangkut kapasitas
intelektual,ketrampilan (skiils), motivasi, persepsi, sikap, kemapuan ,minat
,dll.
Kedua,
siswa menghadapi masalah-masalah dalam pendidikan . masalah-masalah tersebut
bisa masalah pribadi ,hubungan dengan orang lain (guru,teman),masalah kesulitan
belajar ,dll. Dalam penyelesaiannya ,seringkali tidak bisa dilakukan sendiri,
melainkan memerlukan bantuan orang lain untuk berdialog.
Ketiga,
masalah belajar. Siswa datang ke sekolah dengan harapan agar kita mengikuti
pendidikan dengan baik. Tetapi tidak selamanya demikian. Ada berbagai masalah
yang mereka hadapi, bersumber dari stress karena tugas-tugas, ketidakmampuan
mengerjakan tugas, keinginan untuk bekerja sebaik-baiknya tetapi tidak mampu,
ingat kepada keluarga (homesick), persaingan dengan teman, kemampuan
dasar intelektual yang kurang, motivasi belajar yang lemah,dll.[10]
Di
Indonesia pelaksanaan bimbingan konseling diserahkan kepada petugas yang telah
memenuhi persyaratan tertentu. Berdasarkan hasil survei di beberapa negara
Eropa, kegiatan guru sehari-hari di lembaga pendidikan tempat ia bertugas
adalah :
-
Melakukan
pengelolaan administratif
-
Mempersiapkan
bahan ajar
-
Memberikan
layanan konseling dan informasi
-
Pertemuan dengan
rekan sejawat; dan
Berdasarkan
intentitas masalah yang dihadapi oleh siswa, maka dapat disimpulkan bahwa: a)
bimbingan diberikan kepada semua siswa untuk masalah-masalah yang sifatnya umum
dan relatif ringan; b) konseling diberikan kepada siswa yang memerlukan bantuan
secara khusus melalui konsultasi pribadi.[12]
c.
Guru sebagai
tenaga profesi kependidikan
Jabatan
guru adalah suatu profesi kependidikan yang mengisyaratkan dikuasainya
kemampuan profesional yang memadai. Guru tidak hanya berperan sebagai guru di
dalam kelas, ia juga seorang kumonikator, pendorong kegiatan belajar,pengembang
alat-alat belajar, penyusun organisasi , manajer sistem pengajaran, dan
pembimbing baik di sekolah maupun di masyarakat.[13]
Bertitik tolak dari hal tersebut, maka guru sangat perlu meningkatkan peranan
dan kemampuan profesionalnya. Tanpa adanya kecakapan yang maksimal yang
dimiliki oleh guru maka kiranya sulit bagi guru tersebut mengemban dan
melaksanakan tanggung jawabnya dengan cara yang sebaik-baiknya. Peningkatan
kemampuan itu meliputi kemampuan untuk melaksanakan tanggungjawab dalam
melaksanakan tugas-tugas di dalam sekolah dan kemampuan yang di perlukan untuk
merealisasikan tanggung jawabnya dui luar sekolah.[14]
d.
Berpartisipasi
dalam pengembangan kurikulum
Guru
diharapkan berperan aktif dalam kepanitiaan atau tim pengembang kurikulum,
bersama dengan guru lainnya dan orang tua. Mereka dilibatkan dalam perumusan
kebijakan operasional serta perencanaan dan pelaksanaan administrasi
pengembangan kurikulum. Oleh karena itu guru memegang peranan penting ,baik
dalam perencanaan , pelaksanaan, dan pengembangan kurikulum bagi kelasnya.[15]
Dalam kaitan ini, Murray Printr
mencatat peran guru dalam level ini adalah sebagai berikut :
Pertama,
sebagai implementers, guru berperan untuk mengaplikasikan kurikulum
yang sudah ada. Dalam melaksanakan perannya guru hanya menerima berbagai
kebijakan perumus kurikulum.dalam pengembangan kurikulum guru dianggap sebagai
tenaga teknis yang hanya bertanggung jawab dalam mengimplementasikan berbagai
ketentuan yang ada. Akibatnya kurikulum bersifat seragam antar daerah yang satu
dengan daerah yang lain. Oleh karena itu guru hanya sekadar pelaksana
kurikulum, maka tingkat kreatifitas dan inovasi guru dalam merekayasa
pembelajaran sangat lemah. Guru tidak terpacu untuk melakukan berbagai
pembaruan. Mengajar dianggapnya bukan sebagai pekerjaan profesional, tetapi
sebagai tugas rutin atau tugas keseharian.
Kedua,
peran guru sebagai adapters, lebih dari hanya sebagai pelaksana
kurikulum, akan tetapi juga sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik
dan kebutuhan siswa dan kebutuhan daerah. Guru diberi kewenangan untuk
menyesuaikan kurikulum yang sudah ada dengan karakteristik sekolah dan
kebutuhan lokal. Hal ini sangat tepat dengan kebijakan KTSP dimana para
perancang kurikulum hanya menentukan standar isi sebagai standar minimal yang
harus dicapai, bagaimana implementasinya, kapan waktu pelaksanaannya, dan
hal-hal teknis lainnya seluruhnya ditentukan oleh guru. Dengan demikian, peran
guru sebagai adapters lebih luas dibandingkan dengan peran guru
sebagai implementers.
Ketiga,
peran sebagai pengembang kurikulum, guru memiliki kewenangan dalam mendesain
sebuah kurikulum. Guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi pelajaran
yang disampaikan, akan tetapi juga dapat menentukan strategi apa yang harus
dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya. Sebagai pengembang
kurikulum sepenuhnya guru dapat menyusun kurikulum sesuai dengan karakteristik,
visi dan misi sekolah, serta sesuai dengan pengalaman belajar yang dibutuhkan
siswa.
Keempat,
adalah peran guru sebagai peneliti kurikulum (curriculum researcher).
Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas profesional guru yang memiliki
tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam melaksanakan
perannya sebagai peneliti, guru memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai
komponen kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum, menguji efektifitas
program, menguji strategi dan model pembelajaran dan lain sebagainya termasuk
mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai target kurikulum.[16]
Sesungguhnya
guru merupakan seorang key person yang paling mengetahui tentang
kebutuhan kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.
Karena itu sewajarnya apabila dia turut aktif dalam pembinaan kurikulum di
sekolahnya. Untuk mengubah kurikulum itu tentu tak mungkin, akan tetapi dalam
rangka membuat atau memperbaiki proyek-proyek pelaksanaan kurikulum, yang
berhubungan dengan tugas dan tanggung jawabnya tentu sangat diperlukan. Paling
tidak dia berkewajiban memberi saran-saran yang berguna demi penyempurnaan
kurikulum kepada pihak yang berwenang.[17]
Dilihat dari segi pengelolaannya,
pengembangan kurikulum dapat dibedakan antara yang bersifat sentralisasi,
desentralisasi dan sentral desentral:
1)
Pengembangan kurikulum yang bersifat
sentralisasi
Dalam kurikulum yang bersifat
sentralisasi, guru tidak mempunyai peranan dan evaluasi kurikulum yang bersifat
makro, mereka lebih berperan dalam kurikulum mikro. Kurikulum makro
disusun oleh tim khusus yang terdiri atas para ahli. Penyusunan kurikulum mikro
dijabarkan dari kurikulum makro. Guru menyusun kurikulum dalam bidangnya untuk
jangka waktu satu tahun, satu semester, beberapa minggu, atau beberapa hari
saja.
2)
Pengembangan kurikulum yang bersifat
desentralisasi
Kurikulum desentralisasi disusun
oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu dalam suatu wilayah atau daerah.
Kurikulum ini diperuntukan bagi suatu sekolah ataupun lingkungan wilayah
tertentu. Pengembangan kurikulum semacam ini didasarkan oleh atas karakteristik,
kebutuhan, perkembangan daerah serta kemampuan sekolah-sekolah tersebut. Dengan
demikian, isi daripada kurikulum sangat beragam, tiap sekolah atau wilayah
mempunyai kurikulum sendiri tetapi kurikulum ini cukup realistis.
3)
Pengembangan kurikulum yang bersifat
sentral- desentral
Dalam kurikulum yang dikelola secara
sentralisasi-desentralisasi mempunyai batas-batas tertentu juga, peranan guru
dalam dalam pengembangan kurikulum lebih besar dibandingkan dengan yang
dikelola secara sentralisasi. Guru-guru turut berpartisipasi, bukan hanya dalam
penjabaran kurikulum induk ke dalam program tahunan/ semester/ atau rencana
pembelajaran, tetapi juga di dalam menyusun kurikulum yang menyeluruh untuk
sekolahnya. Guru-guru turut memberi andil dalam merumuskan dalam setiap
komponen dan unsur dari kurikulum. Dalam kegiatan yang seperti itu, mereka
mempunyai perasaan turut memilki kurikulum dan terdorong untuk mengembangkan
pengetahuan dan kemampuan dirinya dalam pengembangan kurikulum. Karena
guru-guru sejak awal penyusunan kurikulum telah di ikutsertakan, mereka
memahami dan benar-benar menguasai kurikulumnya, dengan demikian pelaksanaan
kurikulum di dalam kelas akan lebih tepat dan lancar. Guru bukan hanya berperan
sebagi pengguna, tetapi perencana, pemikir, penyusun, pengembang dan juga
pelaksana dan evaluator kurikulum.[18]
e.
Meningkatkan keberhasilan sistem intruksional
Keberhasilan mengajar bergantung
pada tiga faktor, yaitu kepribadian, pengetahuan, dan keahlian guru.
Kepribadian guru di tandai dengan sikap antusias, dan kecintaan terhadap siswa.
Setiap guru mempunyai kepribadian yang berbeda satu dengan yang lainnya, maka
penampilan mereka di kelas pun berbeda. Guru juga harus mempunyai pengetahuan
yang luas dan mendalam tentang semua hal yang berkenaan dengan sistem
intruksional. Sebagai pelaksanaan kurikulum, guru pula yang menciptakan
kegiatan belajar mengajar bagi murid-muridnya. Dengan keahlian, ketrampilan,
dan kemampuan seninya dalam mengajar, guru mampu menciptakan situasi belajar
yang aktif dan mampu mendorong kreativitas anak.
f.
Pendekatan kurikulum
Guru yang bijaksana senantiasa
berupaya mengembangkan kurikulum sekolah berdasarkan kepentingan masyarakat,
kebutuhan siswa, serta ilmu pengetahuan dan teknologi terkini. Upaya
pengembangan ini disertai dengan tindakan yang nyata di kelas. Hasil perbaikan
dan pelaksanaan kurikulum diperlihatkan pada orang tua siswa melalui laporan
siswa, dan orang tua tersebut memberikan respon atas laporan tersebut. Dengan
demikian, terjadilah proses pengembangan kurikulum yang berkesinambungan.[19]
g.
Meningkatkan pemahaman konsep diri
Guru dapat mengembangkan kurikulum
dengan cara mempelajari lebih banyak tentang dirinya sendiri. Keberhasilan guru
terletak pada pengetahuan tentang diri (self knowledge) dan pengenalan terhadap
kekuatan dan kelemahan pribadi, serta bagaimana mengatasi kelemahan-kelemahan
tersebut.
h.
Memupuk hubungan timbal-balik yang
harmonis dengan siswa
Tujuan utama guru adalah mengubah
pola tingkah laku siswa menjadi lebih baik. Peningkatan kegiatan belajar siswa
lebih banyak di tentukan oleh besarnya harapan guru tentang tingkah laku yang
di inginkan. Guru berupaya mendorong dan memajukan kegiatan belajar siswa
sehingga terjadi perubahan tingkah laku yang di inginkan. Guru hendaknya
bersikap menerima, menghargai dan menyukai siswanya, sehingga siswa pun
menyenangi guru dan menghayati harapan serta keinginan gurunya. Dengan demikian
terciptalah suasana yang menyenangkan, mendorong belajar, berpikir,memecahkan
masalah sendiri, dan mempelajari inkuiri personal secara efektif. Kerja sama
seperti ini dapat meningkatkan upaya pengembangan kurikulum.[20]
2.
Guru dan
Implementasi Kurikulum
Pengertian Implementasi Kurikulum
Secara
sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan. Majone dan
Wildavsky (1979) mengemukakan implementasi sebagai evaluasi.[21] Frase
impleentasi kurikulum sudah banyak didiskusikan tokoh dan pakar pendidikan.
Fullan (1982) mendefinisikan implementasi sebagai proses untuk melaksanakan
ide, program atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat
menerima dan melakukan perubahan. Leithwood (1982) memandang implementasi
sebagai suatu proses perubahan perilaku,suatu upaya memperbaiki pencapaian
harapan-harapan yang dituangkan dalam kurikulum disain, terjadi secara
bertahap, terus menerus, dan jika ada hambatan dapat di tanggulangi.
Definisi
lain tetang implementasi kurikulum mengemukakan bahwa “implementasi sebagai proses
pengajaran”, Mereka mengemukakan bahwa biasanya pengajaran adalah implementasi
kurikulum disain, yang mencakup aktivitas pengajaran dalam bentuk interaksi
antara guru dan siswa di bawah naungan sekolah (Saylor 7 Alexander, 1’
974:245).
Dalam
konteks implementasi kurikulum , pendekatan-pendekatan yang telah dikemukakan
di atas memberikan tekanan pada proses. Esensinya implementasi adalah suatu
proses, suatu aktivitas yang di gunakan untuk mentrasfer ide/gagasan, program
atau harapan-harapan yang di tuangkan dalam bentuk kurikulum disain (tertulis)
agar dilaksanakan sesuai dengan disain tersebut.[22]
Peran Guru dalam Implementasi Kurikulum
Kegiatan
pembelajaran merupakan hal yang paling penting dalam implementasi kurikulum.
Dengan kegiatan pembelajaran efektivitas dan efesiensi pembelajaran dapat
diketahui.[23]
Betapapun indah dan bagusnya rumusan tujuan atau cita-cita pendidikan
/pengajaran yang sudah tertuang di dalam kurikulum formal, tapi hal itu belum
memberi jaminan bahwa apa yang termuat di dalam kurikulum dapat
teraktualisasikan di dalam proses belajar mengajar sesuai dengan apa yang
diharapkan. Karena, aktualisasi kurikulum/pengajaran di kelas sangat tergantung
kepada peranan yang di mainkan oleh guru yang bertindak sebagai “the man behind
the gun-nya” implementasi kurikulum/pengajaran tersebut. Oleh karena itu, guru
memegang peranan penting dalam implementasi kurikulum.[24]
Dalam studi
kurikulum, implementasi dipandang sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
pengembangan kurikulum.[25]
Dari sinilah terlihat bahwa fungsi dan peranan guru/staf pengajar sangat
penting, karena melalui jamahan tangan merekalah kurikulum itu baru punya makna
dan arti. Artinya melalui guru/staf pengajar nilai-nilai yag terkandung dalam
kurikulum dapat di sampaikan kepada peserta didik, dan aktualisasi serta
tranformasi nilai-nilai/sikap, pengetahuan yang terkandung dalam kurikulum
/GBPP tersebut dilakukan oleh guru/staf pengajar melalui implementasi kurikulum
di dalam proses belajar mengajar (perkuliahan).[26]
Berdasarkan
uraian tersebut, jelas kelihatan bahwa peranan guru/staf pengajar sangat
menentukan dalam pencapaian hasil belajar atau harapan yang diinginkan oleh
kurikulum. Karena sebagai implementator dan pengembang kurikulum guru/staf
pengajar berfungsi serta berperan untuk :
1. Memperkaya
kurikulum
2. Meningkatkan
relevansi kurikulum dengan kebutuhan anak, masyarakat serta perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dewasa ini.[27]
Selanjutnya,
untuk mengetahui bagaimana kedudukan guru/staf pengajar dan sejauhmana fungsi
dan peranannya dalam mengimplementasikan dan mengembangkan kurikulum (sebagai
implementator dan developer) dapat di perhatikan skema/bagan yang dikemukakan
Nana Sudjana (1989) di bawah ini :
↓
|
---------------->
Kurikulum potensional/ideal (niat
/harapan)
|
↓
↑-------------------------------------------> Fungsi dan peranan Guru/stafpengajar/dosen
↓
|
-------------------> Pengajaran kurikulum aktual (real)
Bagan
yang telah dilukiskan di atas di samping menggambarkan guru sebagai pengembang
kurikulum, sekaligus juga menunjukan bahwa fungsi dan peranan guru/staf
pengajar yang di bicarakan dan di bahas dalam makalah ini adalah berkisar pada implementasi
kurikulum pada tingkat makro, yaitu pada pengajaran di kelas. Dengan sistem
sentralisasi yang kita anut di tingkat pusat boleh di katakan tidak kelihatan
fungsi dan peranan guru/staf pengajar dalam pengembangan kurikulum, begitu juga
di tingkat daerah/wilayah sangat sedikit sekali fungsi dan peranan guru/staf
pengajar. Akan tetapi di dalam kelas atau lingkungan perkuliahan jelas terlihat
fungsi dan peranan guru/staf pengajar/dosen, bahkan diperguruan tinggi dosen
memiliki otoritas keilmuan yang tinggi. Artinya ia mempunyai kewenangan yang
luas dalam hal merancang, mengimplementasikan dan mengevaluasi kurikulum mata
kuliahnya sendiri.
Sepintas,
kelihatannya fungsi dan peranan guru/staf pengajar itu tidaklah terlalu berat,
tapi bila dihayati dan dikaji lebih mendalam maka hal tersebut merupakan
sesuatu yang kompleks yang memerlukan keahlian ,kompetensi,kemauan dan keimuan
yang tinggi.[28]
Untuk hal-hal
yang sangat erat kaitannya dengan tugas mengajar di kelas (profesional),
terdapat 10 (sepuluh) kompetensi atau kemampuan dasar, yaitu :
1. Menguasai
bahan yang akan diajarkan
2. Mengelola
program belajar mengajar
3. Mengelola
kelas
4. Menggunakan
media/sumber belajar
5. Menguasai
landasan-lndasan kependidikan
6. Mengelola
interaksi belajar mengajar
7. Menilai
prestasi siswa
8. Mengenal
fungsi dan program bimbingan dan penyuluh
9. Mengenal
dan menyelenggarakan administrasi sekolah
10. Memahami
prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian.
Lebih jauh
tentang penerapan kompetensi tersebut di atas ,Rochman Natawidjaja (1992) menekankan
penting adanya “kinerja terpadu” (integrated performaced) oleh seorang
guru/staf pengajar/dosen di dalam melaksanakan tugasnya. Keterpaduan itu
tercermin dari adanya integrasi antara penguasaan bahan ajar, proses, fondasi
profesional kependidikan, penyesuaian diri terhadap suasana kerja dan
kepribadian.
Berdasarkan
uraian yag telah dikemukakan di atas, jelaslah bahwa profesionalisme merupakan
sesuatu yang sangat penting dalam menunjang fungsi serta peranan guru/staf pengajar/dosen di dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar (perkuliahan). Sejalan dengan ini, maka kompetensi atau
kemampuan dasar yang dibicarakan di muka adalah mutlak di miliki dan di kuasai
oleh setiap guru/staf pengajar/dosen.
Kurikulum
formal belum ada makna dan arti sama sekali bilamana belum di implementasikan,
di jabarkan dikembangkan oleh guru/staf pengajar/dosen. Ia baru punya nilai dan
makna bila telah teraktualisasi dalam proses belajar mengajar atau dengan lain
perkataan bila nilai-nilai yang termuat dalam kurikulum itu telah
ditransformasikan oleh guru/staf pengajar/dosen yang profesional kepada peserta
didik dengan baik. Dilihat dari sisi inilah fungsi dan peranan guru/staf
pengajar/dosen profesional sangat strategis dan penting.[29]
C.
KESIMPULAN
Dari uraian
tersebut maka dapat di simpulkan bahwa guru adalah orang yang paling mengetahui
tentang kebutuhan kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta
didik. peran sebagai pengembang kurikulum, guru memiliki kewenangan dalam
mendesain sebuah kurikulum. Guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi
pelajaran yang disampaikan, akan tetapi juga dapat menentukan strategi apa yang
harus dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya.
Aktualisasi
kurikulum/pengajaran di kelas sangat tergantung kepada peranan yang di mainkan
oleh guru yang bertindak sebagai “the man behind the gun-nya” implementasi
kurikulum/pengajaran tersebut. Oleh karena itu, guru memegang peranan penting dalam
mengimplementasikan dan mengembangkan kurikulum , dari sini maka jelaslah bahwa
profesionalisme merupakan sesuatu yang sangat krusial dalam menunjang fungsi
serta peranananya.
D.
DAFTAR PUSTAKA
Hamdani Hamid, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan, Bandung:CV.Pustaka Setia,2012.
http://blog.uin-malang.ac.id/ansur/2011/06/10/peranan-guru-dalam-pengembangan/
Mulyana, E, Menjadi Guru Profesional, Bandung:
PT.Rosdakarya,2005.
Murdjiono& Dimyati, Belajar dan Pembelajaran,
Jakarta:Rieneka Cipta,2009.
Nasution
, S, Asas-Asas Kurikulum, Jakarta:Bumi Aksara,2011.
Oemar Hamalik, Dasar-Dasar
Pengembangan Kurikulum, Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2013.
RI,
Departemen Agama, Wawasan
Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan, Jakarta:2005.
Shaleh, Abdul Rachman et.al, Panduan Pengembangan Kurikulum, Jakarta: Departemen Agama RI, MP3A,2005.
Syafruddin Nurdin, Guru
Profesional & Implementasi Kurikulum, Jakarta:Ciputat Pers,2002.
Supriadi, Dedi, Membangun Bangsa
Melalui Pendidikan, Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2005.
[1]
Oemar Hamalik, Dasar-Dasar
Pengembangan Kurikulum, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2013),hlm.231.
[2] Abdul Rachman Shaleh et.al, Panduan
Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Departemen Agama RI, MP3A,2005),hlm.39.
[3] Syafruddin Nurdin, Guru
Profesional & Implementasi Kurikulum,(Jakarta:Ciputat
Pers,2002),hlm.68.
[4] E. Mulyana, Menjadi Guru
Profesional, (Bandung: PT.Rosdakarya,2005),hlm.35.
[5]
Oemar Hamalik,op.cit.,hlm.183.
[7]
S. Nasution ,Asas-Asas
Kurikulum,(Jakarta:Bumi Aksara,2011),hlm.141.
[8] Ibid,hlm.142.
[9]
Oemar Hamalik,op.cit.,hlm.232.
[10] Dedi Supriadi, Membangun Bangsa
Melalui Pendidikan,(Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2005),hlm.209.
[11]
Oemar Hamalik,loc.cit
[12]
Dedi Supriadi,op.cit.,hlm.210.
[13]
Oemar Hamalik,op.cit.,hlm.233.
[14]
Departemen Agama RI,Wawasan
Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan,(Jakarta:2005),hlm.83.
[15]
Oemar Hamalik,loc.cit.
[16] http://blog.uin-malang.ac.id/ansur/2011/06/10/peranan-guru-dalam-pengembangan/ (di unduh 24-10-2013)
[17]
Departemen Agama RI,op.cit.,hlm.77.
[18] http://blog.uin-malang.ac.id/ansur/2011/06/10/peranan-guru-dalam-pengembangan/ (di unduh 24-10-2013)
[19]
Oemar Hamalik,loc.cit.
[21]
Syafruddin Nurdin,op.cit.,hlm.70.
[22] Ibid,hlm.72-73.
[23] Hamdani Hamid, Pengembangan
Kurikulum Pendidikan, (Bandung:CV.Pustaka Setia,2012),hlm.139.
[24]
Syafruddin Nurdin,op.cit.,hlm.67-68.
[25] Ibid,hlm.74.
[29] Ibid,hlm.79-81