Selasa, 11 Februari 2014

Pintu-Pintu Surga



Ibn Abbas ra, berkata: Surga mempunyai 8 pintu yang terbuat dari emas, yang di hiasi dengan jauhar (sejenis mutiara) danpada pintu yang pertama tertulis lafadz :
مُحَمَّدٌ رَسُولُ الله    لَااِلٰهَ اِلَّااللهْ

Yaitu pintu bagi para Nabi dan Rasul, syuhada’ dan juga pintunya orang-orang yang dermawan.
Pintu yang kedua adalah pintu bagi orang-orang yang mendirikan shalat, orang yang menyempurnakan wudlunya dan orang-orang yang menyempurnakan rukun-rukun shalatnya. Pintu yang ketiga  adalah pintu bagi orang-orang yang memberikan zakatnya dengan senang hati dan ikhlas. Pintu yang keempat yaitu pintu bagi orang-orang yang memerintahkan kepada kebajikan dan mencegah terhadap kemunkaran. Pintu yang kelima adalah pintu bagi orang yang dapat memelihara syahwatnya dan mencegah dari nafsu yang buruk. Pintu yang keenam yaitu pintu bagi orang-orang yang melaksanakan haji dan umroh. Pintu yang ketujuh yaitu pintu bagi orang-orang yang berjihad (di jalan Allah). Pintu yang kedelapan adalah pintu bagi orang-orang yag bertaqwa, yaitu orang-orang yang memejamkan matanya dari perbuatan dan sesuatu yang haram, orang-orang yang melakukan kebaikan, di antaranya berbuat baik kepada orang tua, mempererat tali silaturrahim dan sebagainya.
Sedangkan surga ada 8 (delapan) macam :
1.      Darul Jalal : surga yang terbuat dari mutiara putih
2.      Darus Salam : surga yang terbuat dari yaqut merah
3.      Jannatul Ma’wa : surga yang terbuat dari zabarjud hijau
4.      Jannatul Khuldi :surga yang terbuat dari marjan yang berwarna merah dan kuning
5.      Jannatun Na’im : surga yang terbuat dari perak putih
6.      Jannatul Firdaus : surga yang terbuat dari emas merah
7.      Jannatul ‘Adn : surga yang terbuat dari intan putih
8.      Darul Qarar : surga yang terbuat dari emas merah.

Darul Qarar adalah surga yang paling utama di bandingkan dengan surga yang lain. Surga ini mempunyai dua pintu dan dua daun pintu, satu daun pintu terbuat dari emas, dan yang satunya terbuat dari perak. Jarak antara setiap pintu adalah sebagaimana jarak antara bumi dan langit.
Adapun bangunan yang ada di dalamnya terbuat dari bata emas dan bata perak, tanahnya dari misik, debunya dari anbar, rumputya dari za’faran, istana-istananya dari mutiara, punggungnya dari yaqut dan pintunya dari jauhar.
Di dalam surga terdapat sungai yang namanya sungai Rahmat yaitu sungai yang mengalir ke seluruh surga, kerikil-kerikilnya dari mutiara yang sangat putih, lebih putih dari embun lebih manis dari madu. Di dalam surga terdapat sungai Kautsar yaitu sungai Nabi Mahammad Saw. Pohon-pohonnya dari intan dan yaqut. Di dalam surga juga terdapat sungai Kafur, sungai Tasnim, sungai Salsabil dan sungai Rahiqul Maktum, dan dari belakang sungai-sungai itu terdapat sungai-sungai lain yang tidak terhitung jumlahnya.
Di riwayatkan dari Nabi Saw, beliau bersabda :
“Pada malam aku di jalankan (isra) ke langit, telah diperlihatkan kepadaku seluruh surga, maka aku melihat empat sungai, yang pertama sungai dari air yang tidak berubah warnanya, kedua sungai dari susu yang tidak pernah berubah rasanya, dan ketiga sungai dari arak (khamr) dan yang keempat sungai dari madu yang sangat bening”. Sebagaimana firman Allah Swt :

مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِي وُعِدَ الْمُتَّقُونَ فِيهَا أَنْهَارٌ مِّن مَّاء غَيْرِ آسِنٍ وَأَنْهَارٌ مِن لَّبَنٍ لَّمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهُ وَأَنْهَارٌ مِّنْ خَمْرٍ لَّذَّةٍ لِّلشَّارِبِينَ وَأَنْهَارٌ مِّنْ عَسَلٍ مُّصَفًّى وَلَهُمْ فِيهَا مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ وَمَغْفِرَةٌ مِّن رَّبِّهِمْ كَمَنْ هُوَ خَالِدٌ فِي النَّارِ وَسُقُوا مَاء حَمِيماً فَقَطَّعَ أَمْعَاءهُمْ

Perumpamaan taman surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa; di sana ada sungai-sungai yang airnya tidak payau, dan sungai-sungai air susu yang tidak berubah rasanya, dan sungai-sungai khamar (anggur yang tidak memabukkan) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai madu yang murni.  Di dalamnya mereka memperoleh segala macam buah-buahan, dan ampunan dari Tuhan mereka. Samakah mereka dengan orang yang kekal dalam neraka, dan diberi minuman dengan air yang mendidih, sehingga ususnya terpotong-potong? (QS.Muhammad: 5).

            Maka aku tanyakan kepada Malaikat Jibril as: “dari manakah datangnya sungai-sungai ini dan kemana mengalirnya ? “Maka Malikat Jibril as, menjawab : “Sungai itu mengalir ke telaga Kautsar dan aku tidak tahu dari mana asalnya, maka tanyakanlah kepada Allah Swt agar Dia memberi tahu dan memperlihatkan kepadamu.” Kemudian datanglah seorang Malaikat pada beliau dan memberi salam, seraya berkata: “Wahai Muhammad pejamkanlah kedua matamu” maka aku pejamkan mataku , lalu ia berkata: “bukalah kedua matamu” maka aku buka kedua mataku, tiba-tiba aku berada di bawah pohon dan aku melihat kubah dari intan putih yang memiliki pintu-pintu dari yaqut hijau dan kucinya dari emas merah. Andaikata semua makhluk yang ada di dunia, baik jin atau manusia berhenti di atas kubah itu, sungguh mereka hanya seperti burung yang hinggap di atas gunung. Maka aku melihat empat sungai itu mengalir dari kubah itu. Ketika aku ingin kembali, Malaikat tadi bertanya kepadaku. “Kenapa engkau tidak masuk ke dalam kubah itu ?” Aku menjawab : “Bagaimana aku bisa memasukinya, sedang pintunya tertutup. “ Dia berkata: “Bukalah dia”. Aku bertanya; “Bagaimana aku harus membukanya?”lalu dia berkata: “Kuncinya ada di tanganmu. “Aku berkata: “Apa kuncinya?” Dia menjawab : yaitu lafadz :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمْ
Ketika aku sudah dekat dengan kubah itu, maka aku baca “Bismillahirrahmanirrahim” maka terbukalah pintu itu lalu aku masuk ke dalamnya. Maka aku melihat sungai-sungai itu mengalir dari empat tiang kubah. Ketika aku hendak keluar, maka Malaikat itu berkata : “Apakah engkau telah melihat dan mengetahuinya ?”Aku menjawab: “Ya” Malaikat itu berkata kepadaku: “Lihatlah sekali lagi. “Ketika aku melihatnya, maka tertulis di atas empat kubah terebut lafadz :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمْ
Aku melihat sungai air itu keluar dari huruf Mim-nya lafadz “Bismi”, sungai susu keluar dari huruf Ha’-nya lafadz “Allah”, sungai arak (khamr) keluar dari Mim-nya lafadz “Rahman” dan sungai madu keluar dari huruf Mim-nya lafadz “Rahim”. Maka aku baru mengerti bahwa asalnya sungai-sungai itu adalah dari lafadz “Basmalah”
            Kemudian Allah Swt berfirman :
Wahai Muhammad, barangsiapa yang mengingat-Ku dengan nama ini dari golongan umatmu dengan hati tulus (ikhlas) lafadz “Bismillahirrahmanirrahim”, maka kau beri dia minum dari empat sungai ini”.
           
            Kemudian Allah Swt memberi minum kepada ahli-ahli surga itu dengan air surga pada hari sabtu, memberi minum dengan madu pada hari ahad, memberi minum dengan susu surga pada hari senin, dan memberi minum dengan arak pada hari selasa.
            Di saat mereka minum, mabuklah mereka lalu terbanglah ahli surga itu selama seribu tahun hingga mereka berhenti pada suatu gunung yang besar yang terbuat dari Kasturi yang harum semerbak baunya dan sungai Salsabil mengalir di bawahnya. Maka minumlah mereka pada sungai itu tepat pada hari rabu.
            Kemudian terbanglah meraka selama seibu tahun hingga berhenti pada suaru istana yang indah di dalamnya terdapat ranjang-ranjang yang tinggi, dan beberapa gelas yang sudah disediakan sebagimana yang sudah di terangkan dalam Al-Qur’an. Maka duduklah setiap orang dari mereka di atas ranjang, lalu datanglah pada mereka minuman Zanzabil, kemudian mereka meminumnya tepat pada hari kamis.
           Setelah itu mereka di hujani oleh awan yang putih selama seribu tahun,sehingga mereka sampai ditempat duduknya orang yang benar, pada hari itu tepat pada hari jum’at, mereka duduk di atas hidangan yang kekal dan abadi dan turunlah pada mereka minuman Rahiqum Maktum, yang ditutupi dengan misik. Kemudian mereka membuka tutup tersebut da mereka meminumya.
            Nabi Muhammad saw bersabda: “Mereka itulah orang-orang yang melakukan kebaikan dan menjauhi perbuatan maksiat.”

Wallahu A’lam.
Imam Abdurrahim bin Ahmad al-Qadhi, Daqaiq al-Akhbar, (Semarang:Toha Putra,t.t),hlm.41-42.




Sabtu, 8 Februari 2014

Sumpah Pocong



Sumpah pocong adalah sumpah yang dilakukan oleh seseorang dalam keadaan terbalut kain kafan seperti layaknya orang yang telah meninggal (pocong). Sumpah ini tak jarang dipraktekkan dengan tata cara yang berbeda, misalnya pelaku sumpah tidak dipocongi tapi hanya dikerudungi kain kafan dengan posisi duduk.
Sumpah pocong biasanya dilakukan oleh pemeluk agama Islam dan dilengkapi dengan saksi dan dilakukan di rumah ibadah (mesjid). Di dalam hukum Islam sebenarnya tidak ada sumpah dengan mengenakan kain kafan seperti ini. Sumpah ini merupakan tradisi lokal yang masih kental menerapkan norma-norma adat. Sumpah ini dilakukan untuk membuktikan suatu tuduhan atau kasus yang sedikit atau bahkan tidak memiliki bukti sama sekali. Konsekuensinya, apabila keterangan atau janjinya tidak benar, yang bersumpah diyakini mendapat hukuman atau laknat dari Tuhan.[1]
Sedangkan sumpah  atau al-yamin  dalam pengertian bahasa adalah tangan kanan, disebut dengan al-yamin (tangan kanan) , hal ini tidak terlepas dari kebiasaan orang Arab, ketika mereka melakukan sumpah, mereka saling memegang tangan kanan satu sama lainnya.
Ada juga yang mengatakan kata al-yamin, digunakan untuk menjaga sesuatu sebagaimana yang dilakukan oleh tangan kanan. Dalam literatur fiqh, kata al-yamin sinonim dengan kata half, ilaa, dan qasam. Dalam terminologi syari’ah sumpah (al-yamin) di artikan sebagai penegasan  (tahqiq)  atau penguatan (taukid) terhadap sesuatu dengan  menyebut nama Allah atau salah satu sifat-sifat-Nya, sebagaimana yang dikemukan oleh an-Nawawi dan Rafi’i. Sementara itu  ulama  lain berpendapat bahwa sumpah adalah peegasan atau penguatan terhadap sesuatu yang mengandung perbedaan. [2]
Menurut Abu Bakar Muhammad Syata’[3], dalam permasalahan nikah, thalaq, ruju’  , memerdekakan ('itqun) ,wakalah dan harta yg jumlah nya berkisar 20 dinar (tidak kurang dari 20 dinar) di sunnahkan untuk melakukan pemberatan (taghlidz) dengan sumpah baik dari orang yang mendakwa dan yang terdakwa walaupun tidak ada permusuhan. Dan pelaksanaan pemberatan (taghlidz), yg lebih utama dilakukan pada setelah 'ashar hari jum’at, dan tempat pengambilan sumpah ditempat umum (muslimin) dengan naik ke minbar, dan dengan menambahkan (memperbanyak) asma dan sifat-sifat Allah. Cara yang lain untuk lebih menguatkan sumpahnya dengan (taglidz) adalah dengan meletakkan Al-Qur’an pada suatu tempat, kemudian dibuka surat Bara’ah, sambil meletakkan tangan di atasnya, lalu membaca…………ان الذين يشترون بعهدالله وايمانهم ثمنا قليلا (Surat ali-Imran :77).
Jadi dalam perspektif syara’ fungsi dari sumpah pada hakikatnya adalah sebagai penguat atas setiap sesuatu yang telah dilakukan, baik dari pihak orang yang mendakwa (mudda’iy) atau orang yang terdakwa (mudda’a ‘alaih).
Terkait dengan sumpah pocong yang dilakukan oleh sebagian masyarakat kita, pada dasarnya memang Islam tidak mengenal sumpah pocong, namun sumpah pocong walaupun tidak dikenal dalam Islam, hal itu boleh dilakukan, sebagai bentuk taghlidz  dalam sumpahnya, selama tidak di yakini sebagai sesuatu yang di syari’atkan, dan dilakukan dalam koridor yang benar (sesuai dengan ketentuan sumpah).
Wallahu A’lam.


[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_pocong
                [2] Taqiyy al-Din Abu Bakar, Kifayah al-Akhyar, (Beirut: Dar al-Fikr, tth),juz 2,hlm.247.
                [3] Abu Bakar Muhammad Syatha’,I’anah al-Thalibin ,(Beirut: Dar al-Fikr,1993),juz 4.hlm.363-364

Khamis, 6 Februari 2014

Apa Kabar Zulaikha ?


MEMBONGKAR KEPALSUAN KISAH YUSUF ZULAIKHA[1]
 
اللهم الف بينهما كما الفت بين يوسف وزليخا
Ya Allah, semoga Engkau merukunkan keduamempelai ini sebagaimana Engkau telah merukunkan Nabi Yusuf dan Zulaikha”.
            Ada kawan berseloroh bahwa orang yang berdoa agar kedua mempelai itu saling sayang menyayangi seperti Yusuf dan Zulaikha, hal itu sama saja mendoakan agar seseorang itu menyayangi istri orang lain, alias berselingkuh.
            Kebanyakan para muballigh ,khususnya di Indoesia ketika di minta mendoakan kedua mempelai, dengan tanpa ragu-ragu mereka menyandingkan nama Zulaikha dengan Nabi Yusuf, seperti kutipan doa di atas. Konon biar kedua mempelai hidup rukun, mesra dan bahagia sebagaimana Nabi Yusuf dan Zulaikha.
            Apakah benar nama istri al-aziz yang berniat mesum pada Nabi Yusuf itu adalah Zulaikha ? Betulkah Zulaikha menjadi istri Nabi Yusuf ? jika benar manakah riwayat yang shahih tentang hal itu ? jika terbukti salah, berarti kita telah menyandingkan nama yang keliru untuk istri Nabi Yusuf.
Riwayat seputar penamaan Zulaikha
وَقَالَ الَّذِي اشْتَرَاهُ مِن مِّصْرَ لاِمْرَأَتِهِ أَكْرِمِي مَثْوَاهُ عَسَى أَن يَنفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَداً وَكَذَلِكَ مَكَّنِّا لِيُوسُفَ فِي الأَرْضِ وَلِنُعَلِّمَهُ مِن تَأْوِيلِ الأَحَادِيثِ وَاللّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ
Dan orang dari Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya, “Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, mudah-mudahan dia bermanfaat bagi kita atau kita pungut dia sebagai anak.” Dan demikianlah Kami Memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di negeri (Mesir), dan agar Kami Ajarkan kepadanya takwil mimpi. Dan Allah Berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti. (QS.Yusuf: 21)
Dari ayat ini, kisah Nabi Yusuf dengan Zulaikha (ada yang membaca Zalikha) timbul dikalangan mufassirin.
Sedikit sekali kitab tafsir yang menuturkan penamaan Zulaikha sebagai istri al-Aziz dengan metodologi tranmisi di bawah ini, kami hanya menyebutkan beberapa kitab tafsir yang meriwayatkan kisah itu berikut jalur-jalur periwayatannya.semua terkait penafsiran atas surat Yusuf ayat 21.
Al-Imam Ibn Jarir at-Thabari (w.310 H) dalam kitab tafsirnya Jami' al-Bayan 'an Ta'wil Ay al-Qur'an (populer dengan Tafsir al-Thabari) menerima penamaan itu dari Ibn Humaid dari Salamah, dari Ibn Ishaq, dari Muhammad bin al-Sa'ib, dari Abu Shalih, dari Ibn Abbas. Hanya saja nama itu bukan Zulaikha melainkan Ra'il binti Ra'ail.[2]
Al-Imam Abu al-Laits al-Samarqandi (w.375 H), menyebutkan penamaan Zulaikha sebagai istri al-Aziz dalam tafsirnya Bahr al-'Ulum, melalui riwayat dari Ibn Abbas.[3]
Al-Imam Jalaluddin al-Suyuthi (w.911 H) dalam kitabnya al-Durr al-Mantsur Fi al-Tafsir al-Ma'tsur, mengutip penamaan istri al-Aziz itu dari riwayat Ibn Jarir (w.310 H) dan Ibn Hatim (w.327 H), dari Muhammad bin Ishaq (w.150 H) berdasarkan riwayat ini, namanya bukan Zulaikha, tetapi Ra'il binti Ra'ail.[4]
Al-Imam al-Qurthubi dalam kitab al-Jami' Li Ahkm al-Qur'an menuturkan penamaan istri al-Aziz itu melalui beberapa riwayat berbeda.
Nama Ra'il di dapatkannya dari riwayat Ibn Ishaq yang di tuturkan oleh al-Mawardi, sementara Nama Zulaikha tidak di sebutkan sumber riwayatnya. Demikian kedua riwayat itu di sebutkan oleh al-Tsa'labi dan lainnya, kata al-Qurthubi menutup perhelatan pendapat seputar penamaan istri al-Aziz.[5]
Al-Imam Ibn Katsir (w.774 H) dalam kitabnya Tafsir al-Qur'an al-'Adzim, menuturkannya dari Muhammad bin Ishaq, bahwa istri al-Aziz bernama Ra'il binti Ra'ail, yang lainnya mengatakan nama wanita itu Zulaikha, ujar Ibnu Katsir.[6]
Al-Imam al-Syaukani (w.1250 H), dalam kitabnya Fath al-Qodir menyebutkan nama Zulaikha dengan bersumber dari riwayat Abu al-Syeikh dari Syu'ib al-Jaba'i. Adapun nama Ra'il binti Ra'ail di dapatkannya dari riwayat Ibn Jarir dan Ibn Abi Hatim dari Muhammad bin Ishaq.[7]
Mufassir lain menuturkan penamaan istri al-Aziz itu, baik dengan Zulaikha atau Ra'il, dalam kitab-kitab tafsir mereka, tetapi tidak menyebut sumber periwayatannya. Misalnya al-Imam al-Baghawi (w.510 H) dalam kitabnya Ma'alim al-Tanzil,[8]
Al-Imam Jalal ad-Din al-Mahalli dalam cuplikan kitabnya Tafsir al-Qur'an al-Karim (masyhur dengan sebutan Tafsir Jalalain).[9]
Sebagian mufassir lain tampak hati-hati menyikapi masalah ini, misalnya al-Imam al-Fakhr al-Razi (w.604 H), setelah menyajikan menu cerita beraorama isra'iliyat seputar identitas orang Mesir yang membeli Yusuf berikut istrinya secara detail. Dengan tegas beliau mengatakan: "ketahuilah riwayat-riwayat di atas tidak ada  dasarnya dalam al-Qur'an, begitu juga Hadits shahih tidak ada yang menguatkannya”.
Lebih lanjut beliau menjelaskan ,penafsiran kitab suci Al-Qur'an tidak disandarkan pada riwayat-riwayat ini karenanya, orang yang berakal harus berhati-hati mengambil riwayat ini sebelum menceritakannya pada orang lain.[10]
Begitu juga al-Imam Ibn al-Qoyyim (w.751 H) dalam kitabnya al-Tafsir al-Qoyyim, ketika mentafsiri ayat di atas ,beliau tidak menyebutkan nama istri Al-Aziz ,mereka (para Ulama) tidak ada yang menyebutkan nama wanita itu, mereka hanya menuturkan sifat-sifatnya yang buruk sebagaimana Al-Qur'an menuturkannya.[11]
Hal senada dilontarkan al-Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, mufassir kontemporer dalam kitabnya Tafsir al-Manar. Dia mengatakan, al-Qur’an tidak menyebut secara jelas nama orang Mesir yang membeli Yusuf. Begitu juga nama istrinya. Al-Qur’an bukan kitab cerita atau sejarah an-sich, melainkan di dalamnya terdapat hikmah, nasihat, pelajaran dan pendidikan akhlak. Karenanya al-Qur;an hanya menyebut orang Mesir itu dengan al-Aziz. Sebab gelar al-Aziz akan di sandang Nabi Yusuf setelah di angkat menjadi kepercayaan raja di Mesir” ujar Rasyid Ridha.[12]
Dan masih banyak lagi komentar para mufassir yang tersebar dalam beberapa kitab tafsir lainnya, yang penting dari keterangan itu, kita mengetahui sanad riwayat yang mengatakan bahwa istri al-Aziz itu bernama Zulaikha atau Ra'il. Inilah fokus kajian kita.
Dari kitab-kitab tafsir itu, meskipun hanya sebagian kecil saja yang kami suguhkan, ternyata yang menuturkan kisah itu dengan sanad lengkap hanyalah al-Imam al-Thabari yaitu :  Dari Ibn Humaid ,dari Salamah, dari Ibn Ishaq, dari Muhammad bin al-Sa'ibm dari Abu Shalih, dari Ibn Abbas, dalam riwayat ini disebutkan istri al-Aziz bernama Ra'il binti Ra'ail.
Sedang riwayat yang menyebut nama istri al-Aziz adalah Zulaikha bersumber dari Syu'aib al-Jaba'i, kedua sanad itu lemah sekali, bahkan palsu.
Hal itu dapat di ketahui dari dua orang rowi yaitu Muhammad bin al-Sa'ib al-Kalbi dalam riwayat yang menyebutkan nama Ra'il binti Ra'ail dan Syu'aib al-Jaba'i dalam riwayat yang menuturkan nama Zulaikha.  Kedua orang ini yang menyebabkan dua riwayat di atas lemah bahkan palsu.
Secercah harapan
Setelah kita mengetahui sumber riwayat seputar kisah romantis Nabi yusuf Zulaikha, khususnya tentang penamaan Zulaikha itu sendiri, maka sesegera mungkin kita harus membenahi diri kita sendiri, agar ibadah kita tidak berlandaskan pada kisah-kisah fiktif dan imajinatif.
Di samping itu kami juga berharap kepada alim ulama para da’i dan muballigh, yang ditokohkan oleh masyarakat agar meluruskan pemahaman keliru ini, sebab kisah romantis Nabi Yusuf -Zulaikha, tidak hanya bumbu cerita israiliyyat yang menghibur kita sebelum tidur, melainkan telah merangsek pada keyakinan atau akidah orang awam hingga banyak dari mereka yang menjadikannya doa.
Dengan demikian semoga catatan kecil ini menjadi pemicu bagi kita untuk bersikap kritis, tidak menerima secara taken for granated (apa adanya).
Jadi, kesimpulan dari berbagai penjelasan para mufassir , bahwa istri Nabi Yusuf as, berdasarkan sanad yang lengkap  sebagaimana yang di ungkap oleh al-Thabari (dari Ibn Humaid ,dari Salamah, dari Ibn Ishaq, dari Muhammad bin al-Sa'ib dari Abu Shalih, dari Ibn Abbas)  adalah bernama Ra'il binti Ra'ail.
Wallahu A’lam.


[1] Selengkapnya baca buku : Haji Pengabdi Setan, Karya: Prof.Dr.KH.Ali Mustafa Yaqub,MA, Penerbit PT.Pustaka Firdaus,Jakarta, Cetakan ketiga.2008, halaman :59-74. Dan tulisan ini pernah di presentasikan dalam Bahtsul Masa’il Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur di Pesantren Tebu Ireng,Jombang,13 September 2003. Tulisan ini juga telah di muat di Majalah AMANAH, edisi November 2003 M/Ramadhan 1424 H.
[2] Al-Thabari,  Jami' al-Bayan 'an Ta'wil Ay al-Qur'an,(Baerut :Darul Fikr ,1998), juz 3.hlm 175.
[3] Al-Samarqandi, Tafsir al-Samarqandi, (Baerut : Darul Fikr, 1993),juz 3.hlm.56.
[4] Al-Suyuthi, Al-Durr al-Mantsur Fi al-Tafsir al-Ma'tsur, (Beirut :Darul Kutub al-Imiyah,1990), juz 4.hlm.19.
[5] Al-Qurthubi, Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, editor Abu Ishaq Ibrohim Atfiy.ttp.tth.juz 9,hlm.157.
[6] Ibn Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Adzim, (Beirut: ' Alm al-Kutub,1985),juz 2.hlm.437.
[7] Al-Syaukani,  Fath al-Qodir al Jami' Baina Fannai al-Riwayah wal al-Diroyah min 'Ilm al-Tafsir, (Beirut : Darul Ma'rifah, tth),juz 3.hlm.15.
[8] Al-Baghawi, Ma'alim al-Tanzil,(Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah,1993),juz 2,hlm.351.
[9] Imam Jalalail, Tafsir Qur’an al-‘Adzim,(Beirut: Dar-al-Fikr,1991),hlm.169.
Tafsir ini di tulis oleh dua Imam besar, Jalal ad-Din al-Mahalli (dari surat al-Baqarah sampai an-Isra), Jalal ad-Din as-Suyuthi  (dari surat al-Kahfi sampai an-Nas).
[10] Al-Razi,Mafatih al-Ghaib,(Beirut:Dar al-fikr,1985),juz 17,hlm.111.
[11] Ibn al-Qayyim, Tafsir al-Qayyim, (Beirut; Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah,tth),hlm.314.
[12] Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar,(Kairo: Maktabah al-Qahirah,1961,juz 12,hlm.272.