Isnin, 19 Ogos 2013

Penganten Baru

Duhai senangnya pengantin baru

Duduk bersanding bersenda gurau
Aduh senangnya pengantin baru
Duduk bersanding bersenda gurau
Bagaikan raja dan permaisuri
Tersenyum simpul bagaikan bidadari
Duhai senangnya menjadi pengantin baru

Duhai senangnya pengantin baru
Duduk bersanding bersenda gurau
Aduh senangnya pengantin baru
Duduk bersanding bersenda gurau
Bagaikan raja dan permaisuri
Tersenyum simpul bagaikan bidadari
Duhai senangnya menjadi pengantin baru

Disaat kau berbulan madu
Tinggalkanlah masa remajamu
Disaat kau berbulan madu
Tinggalkanlah masa remajamu
Agar kelak kau hidup berbahagia
Rukun aman, damai, dan sentosa
Duhai senangnya menjadi pengantin baru

Duhai senangnya pengantin baru
Duduk bersanding bersenda gurau
Aduh senangnya pengantin baru
Duduk bersanding bersenda gurau
Bagaikan raja dan permaisuri
Tersenyum simpul bagaikan bidadari
Duhai senangnya menjadi pengantin baru

Disaat kau berbulan madu
Tinggalkanlah masa remajamu
Disaat kau berbulan madu
Tinggalkanlah masa remajamu
Agar kelak kau hidup berbahagia
Rukun aman, damai, dan sentosa
Duhai senangnya menjadi pengantin baru

Duhai senangnya pengantin baru
Duduk bersanding bersenda gurau
Aduh senangnya pengantin baru
Duduk bersanding bersenda gurau
Bagaikan raja dan permasasuri
Tersenyum simpul bagaikan bidadari
Duhai senangnya menjadi pengantin baru

By : Nasidaria.

Selasa, 6 Ogos 2013

Makna Hari Raya



Makna Hari Raya
Imam az-Zabidi dalam kitab al-Ithaf nya berkata sebagaimana di kutip Abu Bakar Syatha’ bahwa :  disebut hari raya (Idul Fitri) setelah bulan Ramadhan bagi umat Islam itu memberikan isyarat akan banyaknya pembebasan pada hari sebelumnya, sebagaimana hari raya Idul Adha.[1]
Setiap tahun sekali , Allah Swt memberikan 2 hari raya kepada orang-orang mukmin di dunia, yakni Idul Adha setelah sempurnanya pelaksanaan ibadah haji dan Idul Fitri setelah sempurnanya pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan.
 عيد di ambil dari kata عود  maknanya adalah kembali karena berulang kembali pada setiap tahun atau dapat di artikan Allah Swt mengembalikan kembali kebahagiaan pada hambanya di setiap tahunnya, apalagi bagi orang-orang yang mendapatkan ampunan-Nya.
Sejenak kita renungkan maqalah dari ulama tentang hakikat ‘Idul Fitri :
ليس العيد لمن لبس الجديد إنما العيد لمن طاعته تزيد, وليس العيد لمن تجمل باللباس والمركوب ,إنما العيد لمن غفرت له الذنوب
“Bukanlah hari raya itu untuk orang yang berpakaian baru .akan tetapi hari raya itu bagi orang yang bertambah ketaatannya. Dan bukanlah hari raya itu untuk orang yang  berlomba-lomba dalam pakaian dan kendaraan yang bagus-bagus, akan tetapi hari raya itu bagi orang yang mendapatkan ampunan (maghfirah) atas semua dosa”. [2]
Jadi, ketika kita bicara hari raya Idul Fitri maka hari raya merupakan hari kebahagiaan atau hari kemenangan yang di berikan Allah Swt pada hamba-hamba-Nya di setiap tahun, tentu kita bertanya siapakah yang mendapat kebahagiaan dan kemenangan ? dan  jawabannya adalah bukan mereka yang pakaiannya bagus dan kendaraannya baru ,mahal dan mewah. Tetapi hari raya di peruntukan bagi mereka yang telah lulus menjalankan puasa sebulan penuh di bulan Ramadhan,dan mendapatkan maghfirah dari Allah Swt.
Dengan kata lain, ialah apabila seorang muslim telah melaksanakan puasanya secara baik dan benar semata-mata hanya mengaharap ridha Allah Swt, maka berarti keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah telah mantap dan benar, oleh karenanya kebahagiaan dan rasa gembira yang nampak pada hari raya Idul Fitri adalah merupakan pancaran atau cermin cahaya kesucian iman yang di perolehnya karena menjalankan puasa Ramadhan dan ibadah yang lainnya.
Al-Baijuri dalam kitabnya[3] mengatakan : menurut qaul mu’tamad sunnat hukumnya mengucapkan ucapan selamat hari raya di sertai pula  mushafahah (salaman).bagi yang sesama jenis. Dan sunnat pula untuk menjawab ucapan tersebut semisal :
تقبل الله منكم احياكم الله لآمثاله كل عام وانتم بخير
Dirikupun tak lupa mengucapakan selamat hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1434 H.
من العائدين والفائزين
Mohon di maafkan lahir dan batin kesalahan dan kekhilafan baik yang sengaja maupun yang tidak di sengaja” 

DAFTAR PUSTAKA
Al-Baijuri, Ibrahim, Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Ibni Qasim al-Ghazi, Baerut: Dar al-Fikr, 1994.
Syatha, Abu Bakar, I’anah at-Thalibin,  Beirut: Dar al-Fikr,1993.


[1] Abu Bakar Syatha,  I’anah at-Thalibin, (Beirut: Dar al-Fikr,1993),juz i,hlm.301.
[2] Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Ibni Qasim al-Ghazi, (Baerut: Dar al-Fikr, 1994),juz 1,hlm.331.
[3] Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Ibni Qasim al-Ghazi, (Baerut: Dar al-Fikr, 1994),juz 1,hlm.331.